Apa yang Terjadi dengan Rafah? Viral Seruan All Eyes on Rafah, 200 Orang Tewas dalam Serangan Israel
Sejumlah warga sipil terbunuh dalam serangan udara Israel ke Rafah pada Minggu (26/5/2024) malam.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
Namun sekitar 1 juta orang terpaksa mengungsi lagi, karena Israel telah pindah ke pinggiran kota pada bulan ini.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Melonjak Tembus 84,22 Dolar AS Per Barel, Serangan Israel ke Rafah Pemicunya
Sebanyak 400.000 warga sipil diperkirakan masih berada di wilayah tersebut.
Sementara itu, 800.000 orang menurut PBB telah meninggalkan Rafah dalam beberapa pekan terakhir, sebagian besar kini berlindung di utara kota.
Namun “zona aman” yang mereka datangi sering kali kekurangan air bersih, layanan kesehatan, dan fasilitas dasar lainnya.
Mereka yang masih berada di Rafah hidup dalam kondisi “bencana”, kata Mahkamah Internasional (ICJ).
Serangan Terjadi saat Warga Tinggal di Tenda
Tenda kamp membentang lebih dari 16 kilometer (10 mil) di sepanjang pantai Gaza, memenuhi pantai dan meluas ke lahan kosong, ladang, dan jalan.
Keluarga menggali parit untuk digunakan sebagai toilet.
Ayah mencari makanan dan air.
Anak-anak menggali sampah dan reruntuhan bangunan untuk mencari kayu atau karton untuk dibakar ibu mereka untuk memasak.
Selama tiga minggu terakhir, serangan Israel di Rafah telah menyebabkan hampir satu juta warga Palestina meninggalkan kota Gaza selatan.
Sebagian besar dari mereka telah mengungsi beberapa kali selama perang Israel di Gaza.
Baca juga: Bendera Palestina Berkibar di Seluruh Dunia, Kecam Israel yang Bakar Kamp Pengungsian Rafah
Situasi ini diperburuk dengan menurunnya jumlah makanan, bahan bakar dan pasokan lainnya yang sampai ke PBB dan kelompok bantuan lainnya untuk didistribusikan kepada masyarakat.
Warga Palestina, yang sebagian besar bergantung pada bantuan kemanusiaan bahkan sebelum perang, harus berjuang sendiri untuk mendapatkan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
“Situasinya tragis. Ada 20 orang di tenda, tanpa air bersih, tanpa listrik. Kami tidak punya apa-apa,” kata Mohammad Abu Radwan, seorang guru sekolah bersama istri, enam anak, dan keluarga besar lainnya, dikutip dari AP News.