Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kirim Pasukan ke Ukraina dan Serang Rusia Pakai Senjata NATO, Menlu Hongaria: Ide UE Semakin 'Gila'

Szijjarto mengatakan bahwa ide-ide tersebut tidak bakalan menghentikan peperangan, justru menyulut lebih luas.

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Kirim Pasukan ke Ukraina dan Serang Rusia Pakai Senjata NATO, Menlu Hongaria: Ide UE Semakin 'Gila'
Lockheed Martin
Sistem peluncur rudal HIMARS. Negara-negara Uni Eropa mengusulkan senjata NATO digunakan Ukraina menrenag Rusia. 

TRIBUNNEWS.COM -- Hongaria memveto keputusan Uni Eropa untuk pengiriman dana Uni Eropa ke Ukraina.

Menteri Luar Negeri Hongaria Peter Szijjarto mengatakan bahwa ide-ide negara UE untuk Ukraina semakin 'gila' mulai dari menyumbangkan asetmilik Rusia yang telah disitake Ukraina hingga mengirimkan pasukan ke garid depan di Donbass, tmur Ukraina.

Dalam siarannya di saluran TV M1, Szijjarto mengatakan bahwa ide-ide tersebut tidak bakalan menghentikan peperangan, justru menyulut peperangan yang lebih luas.

Baca juga: Siapkan Banyak Kejutan, Hizbullah Akan Gunakan Rudal Rusia-Iran untuk Jatuhkan Jet Tempur Israel

"Sejumlah anggota UE kini mengusulkan “ide-ide yang semakin gila,” seperti mengirim pasukan mereka ke Ukraina, atau menggunakan senjata Barat untuk menyerang sasaran di Rusia," ujarnya dikutip Tribunnews.com, Rabu (29/5/2024).

Komentar pejabat tersebut muncul setelah pertemuan dengan rekan-rekan Uni Eropa yang berfokus pada bantuan militer ke Kiev.

Ia menjelaskan bahwa Hongaria, tetap menentang pemberian lebih banyak senjata dan uang kepada negara yang dilanda perang tersebut.

Szijjarto memperingatkan bahwa usulan menyerang Rusia tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat berbahaya dan tragis.

BERITA REKOMENDASI

Ia menekankan bahwa Budapest dengan keras menentangnya, terutama gagasan mengenai wajib militer dan penempatan pasukan NATO ke Ukraina.

“Kami memahami betul maksud dari proposal ini Korban di Ukraina menjadi semakin tak tertahankan, laki-laki tidak diizinkan keluar dari Ukraina, dan sekarang mereka ingin mewajibkan pemuda Eropa untuk ikut berperang,” katanya.

Baca juga: Zelensky Curigai Tindak-tanduk Pasukan Rusia 90 KM dari Kharkiv: Bakal Ada Serangan Besar

Dengan demikian, jelasnya, bahwa kaum muda dari Eropa Tengah, termasuk Hongaria, kemungkinan besar akan menjadi orang pertama yang dikirim ke garis depan, karena kedekatan geografis mereka.

“Kami tidak ingin melihat rakyat Hongaria berada di garis depan perang Ukraina-Rusia, dan kami tidak ingin pemuda Hongaria dibawa ke Ukraina, karena ini bukan perang kami, kami tidak ada hubungannya dengan perang ini,” ujar Szijjarto.

Ia menyebutkan bahwa sebenarnya permasalahan yang dialami Ukraina hinga mengalami kemunduran dalam pertempuran melawan Rusia adalah karena sumberdayanya yang tak cukup.

Masalah utama Ukraina di medan perang bukanlah kurangnya senjata Barat, seperti yang sering diutarakan Kiev, namun kurangnya sumber daya manusia.

Ilustrasi sistem peluncur rudal Patriot
Ilustrasi sistem peluncur rudal Patriot (Aerospace Review)

“Kami melihat bagaimana warga Ukraina ingin melarikan diri dari Ukraina, kami melihat bahwa mereka tidak ingin maju ke depan dan menghadapi kematian,” kata Szijjarto.

Awal bulan ini, Wakil Perdana Menteri Hongaria Zsolt Semjen mengumumkan bahwa Budapest tidak akan mengekstradisi kembali ke Ukraina setiap pengungsi yang memenuhi syarat untuk wajib militer dan “tidak akan mengizinkan mereka dikirim ke kematian.”

“Orang-orang Ukraina ingin mereka diserahkan untuk dikirim ke medan perang, ke garis depan, di mana banyak orang terbunuh. Oleh karena itu, mereka yang melarikan diri dari Ukraina ke kami semuanya aman, dan kami tidak akan mengekstradisi mereka,” kata Semjen.

Bangun Sistem Pertahanan

Sementara itu snam negara anggota pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang bertetangga dengan Moskow sepakat membangun sistem pertahanan terpadu “dinding drone” di kawasan yang berbatasan dengan Rusia dan Belarusia.

Ke-enam negara tersebut adalah Latvia, Lithuania, Estonia, Polandia, Finlandia dan Norwegia usai menggelar pertemuan di Riga minggu ini, adapun tujuan dari pembangunan dinding drone dimaksudkan untuk melindungi perbatasan mereka dari serangan Rusia.

“Ini adalah hal yang benar-benar baru, tembok drone yang membentang dari Norwegia hingga Polandia, dan tujuannya adalah menggunakan drone dan teknologi lainnya untuk melindungi perbatasan kita,” tegas Menteri Dalam Negeri Lituania Agne Bilotaite dikutip dari CNBC International.

Tank Rusia menembaki wilayah yang dikuasai Rusia
Tank Rusia menembaki wilayah musuh (TASS)

Namun, kapan pembangunan akan mulai dilakukan belum jelas. Akan tetapi nantinya dinding drone yang dibangun 6 negara NATO akan dilengkapi dengan sistem pengawasan, serta berbagai teknologi tempur canggih seperti drone.

“Kami melihat upaya terus-menerus dari Rusia dan Belarusia untuk menggoyahkan keamanan dalam negeri dan ketertiban umum negara kami, menciptakan kepanikan dan ketidakpercayaan terhadap institusi,” kata Bilotaite.

“Oleh karenanya kita perlu memikirkan untuk mengevakuasi penduduk dalam skala regional, serta mengamankan perbatasan luar UE dengan drone,” imbuh Bilotaite.

Meskipun Norwegia bukan anggota Uni Eropa, namun para menteri setuju untuk menjajaki kemungkinan agar Norwegia dapat bergabung dalam pembangunan dinding drone menggunakan dana UE sebagai upaya pertahanan bersama.

Tak hanya membangun dinding drone untuk mengantisipasi serangan Rusia, 6 negara NATO juga akan menyelenggarakan latihan evakuasi bersama di negara-negara yang terlibat.

“Kami sepakat untuk mengadakan latihan regional untuk memastikan evakuasi penduduk, untuk melihat bagaimana institusi kami siap bekerja, berinteraksi satu sama lain, melihat kapasitas kami untuk menampung orang, bagaimana kapasitas negara lain, apakah mereka mampu melakukan hal yang sama. siap menerima sejumlah orang kami,” jelas Bilotaite.

NATO Tak Kirim Pasukan

Lebih lanjut untuk mencegah meluasnya perang antara Ukraina dan Rusia, Sekretaris Jenderal pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO) menuturkan bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengirim pasukan militer khusus ke Ukraina.

Pernyataan itu diungkap setelah pimpinan Rusia Vladimir Putin mulai mengintensifkan serangan hingga mengklaim telah merebut lima desa di perbatasan di wilayah Kharkiv, Ukraina.

Baru-baru ini Putin juga turut memerintahkan para pasukannya untuk menggelar latihan militer besar-besaran di dekat perbatasan Ukraina dengan melibatkan senjata nuklir canggih yang memiliki kekuatan dan efek yang jauh lebih besar serta berbahaya ketimbang nuklir yang menghancurkan Hiroshima.

Dimana senjata taktis buatan Rusia memiliki kekuatan mulai dari satu kiloton hingga 50kt. Untuk skalanya, senjata yang menghancurkan Hiroshima memiliki kekuatan 15kt. Satu kilo ton setara dengan 1.000 ton TNT.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas