Hamas Setujui Dewan Keamanan PBB Terapkan Resolusi AS untuk Gencatan Senjata dengan Israel
Hamas bersedia untuk mematuhi keputusan Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan resolusi AS untuk gencatan senjata antara Hamas dengan Israel.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Gerakan perlawanan Islam Palestina (Hamas) mendukung keputusan Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi dari Amerika Serikat (AS) yang menyerukan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza.
Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi yang didukung AS dengan 14 suara mendukung dan Rusia abstain dalam pemungutan suara pada Senin (10/6/2024).
AS sebelumnya telah menyelesaikan teks resolusi tersebut pada Minggu (9/6/2024).
“Hamas menyambut baik apa yang termasuk dalam resolusi Dewan Keamanan PBB yang menegaskan gencatan senjata permanen di Gaza, penarikan penuh pasukan Israel, pertukaran tahanan, rekonstruksi, pemulangan pengungsi ke wilayah tempat tinggal mereka, penolakan terhadap perubahan atau pengurangan demografi apa pun di wilayah Jalur Gaza, dan pengiriman bantuan yang diperlukan kepada masyarakat kami di Jalur Gaza,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters.
Hamas menegaskan akan bekerja sama dengan para mediator, Mesir, Qatar, dan AS untuk melakukan negosiasi dengan Israel.
Gerakan tersebut bersedia menerapkan prinsip-prinsip dalam resolusi tersebut yang konsisten dengan tuntutan rakyat dan perlawanan mereka.
Selain itu, Hamas menegaskan resolusi tersebut harus mendorong usaha dan perjuangan yang berkelanjutan untuk mencapai hak-hak nasional dalam mendirikan negara Palestina yang merdeka.
Menurut Gedung Putih, Israel telah menerima proposal gencatan senjata tersebut.
Presiden AS Joe Biden mengklaim bahwa rencana tiga fase tersebut awalnya merupakan gagasan Israel.
Setelah pemungutan suara itu, Dewan Keamanan PBB menyerukan kedua belah pihak untuk sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuannya tanpa penundaan dan tanpa syarat.
Fase pertama dari proposal tersebut memerlukan jeda selama enam minggu dalam pertempuran, di mana Israel dan Hamas harus membuka perundingan.
Baca juga: AS Diam-diam akan Lobi Hamas untuk Bebaskan 5 Sandera Amerika, Israel Tak Diajak
Jika perundingan berlanjut melewati batas waktu enam minggu, gencatan senjata akan berlaku selama perundingan masih berlangsung.
Israel kemudian diminta menarik diri dari daerah berpenduduk di Jalur Gaza dan membebaskan beberapa tahanan warga Palestina dengan imbalan beberapa sandera di penawanan Hamas.
Tahap kedua akan mencakup kembalinya seluruh sandera yang masih hidup, sedangkan tahap ketiga akan melibatkan penyerahan jenazah para tawanan dan rencana rekonstruksi besar-besaran yang dipimpin AS untuk Jalur Gaza.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 37.124 jiwa dan 84.712 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (11/6/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel