Isi Surat Yahya Sinwar ke Para Pimpinan Hamas di Luar Negeri: Biarlah Gaza Jadi Karbala Baru
Dalam puluhan pesan lain yang dikirimkan Sinwar, ia menyinggung pentingnya pengorbanan dan ketabahan untuk meraih kemenangan atas Israel
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Isi Surat Yahya Sinwar ke Para Pimpinan Hamas di Luar Negeri: Biarlah Gaza Jadi Karbala Baru
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Amerika "The Wall Street Journal" (WSJ )mengungkap isi serangkaian surat yang dikirim oleh pimpinan gerakan Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar, kepada mediator dan anggota biro politik gerakan tersebut di luar negeri, selama beberapa bulan terakhir .
Dalam puluhan pesan lain yang dikirimkan Sinwar, ia menyinggung pentingnya pengorbanan dan ketabahan untuk meraih kemenangan, mengutip pengalaman bangsa lain dalam perang demi kemerdekaan dan martabat.
Baca juga: Israel Kecolongan, Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Periksa Pasukan dan Jalan-Jalan di Jalur Gaza
Yahya Sinwar menambahkan kepada para pemimpin Hamas di Doha dalam sebuah pesan: “Perjalanan Israel di Rafah tidak akan mudah.”
Menurut surat kabar tersebut, Yahya Sinwar mengindikasikan bahwa ia “siap mati dalam pertempuran,” di Gaza ketika ia membandingkannya dengan perang lain dalam pesannya baru-baru ini.
Baca juga: Israel Tolak Usulan Gencatan Senjata dari AS, Yahya Sinwar: Hamas Tak Akan Meletakkan Senjata
Yakin Hamas Sudah Unggul
Yahya Sinwar yakin, gerakan perlawanan Hamas telah unggul atas Israel dan bahwa meningkatnya jumlah korban sipil di Gaza akan menguntungkan kelompok militan tersebut, menurut laporan Wall Street Journal.
WSJ mengklaim sudah melihat isi bocoran pesan yang dituliskan Sinwar ke para tokoh Hamas di luar negeri.
“Kami menempatkan Israel tepat di tempat yang kami inginkan,” Yahya Sinwar mengatakan kepada para pemimpin Hamas lainnya baru-baru ini, menurut salah satu pesan, WSJ melaporkan pada Senin (10/6/2024).
Di sisi lain, Sinwar dikatakan menggambarkan kematian warga sipil sebagai “pengorbanan yang perlu” sambil menyebutkan konflik terkait kemerdekaan di masa lalu di negara-negara seperti Aljazair.
WSJ mengatakan pihaknya meninjau lusinan pesan yang dikirim kepada perundingan gencatan senjata dari Sinwar, yang belum pernah terlihat di depan umum sejak serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.
Serangan Israel selanjutnya yang bertujuan untuk melenyapkan kelompok tersebut telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina di Jalur Gaza, menurut otoritas kesehatan di sana.
Keberadaan Sinwar tidak diketahui tetapi dia diduga bersembunyi jauh di bawah tanah di sistem terowongan labirin Hamas di bawah Gaza.
Pesan-pesan yang dilaporkan oleh WSJ memberikan gambaran sekilas tentang pemikiran orang yang mengarahkan pemikiran Hamas mengenai perang dan menunjukkan tekad tanpa kompromi untuk terus berperang, terlepas dari korban jiwa.
Dalam pertukaran lain yang terjadi ketika Israel menetapkan batas waktu pada bulan Februari untuk memasuki Rafah sebelum bulan Ramadhan, WSJ melaporkan kalau Sinwar mendesak para pemimpin politik Hamas untuk tidak membuat konsesi dan malah mendorong diakhirinya perang secara permanen.
Sinwar menambahkan bahwa tingginya korban sipil akan meningkatkan tekanan global terhadap Israel untuk menghentikan konflik.
“Perjalanan Israel di Rafah bukanlah perjalanan yang mudah,” kata Sinwar dalam pesannya kepada pimpinan politik Hamas dilansir CNN.
CNN dalam lansirannya ini memberikan disclaimer kalau media tersebut belum melihat bocoran pesan yang dilihat oleh WSJ dan tidak dapat mengkonfirmasi keaslian komunikasi tersebut.
Mengomentari laporan WSJ, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan di X: “Sinwar mengambil keuntungan dari kematian warga sipil Gaza, menyebut mereka sebagai “pengorbanan yang perlu” untuk mendesak tekanan internasional terhadap upaya Israel untuk melenyapkan organisasi terorisnya.”
Para mediator sedang menunggu tanggapan Hamas terhadap proposal Israel yang diajukan oleh Presiden AS Joe Biden bulan lalu, yang bertujuan untuk membebaskan para sandera di Gaza dan menerapkan gencatan senjata jangka panjang di sana.
Baca juga: Kuasai Koridor Philadelphia, Pasukan Israel Tinggal 400 Meter dari Laut Mediterania, AS Tutup Mata
AS Menunggu Jawaban Sinwar
Laporan soal isi surat Sinwar muncul ketika Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melakukan tur lain ke Timur Tengah untuk mendorong semua pihak agar menyetujui proposal terbaru pertukaran tahanan demi gencatan senjata tersebut.
Berbicara dari Tel Aviv pada hari Selasa, Blinken menjelaskan bahwa AS yakin Sinwar adalah pengambil keputusan utama.
“Saya pikir ada orang-orang yang berpengaruh, tapi pengaruh adalah satu hal, sebenarnya pengambilan keputusan adalah hal lain. Saya rasa tidak ada orang lain selain kepemimpinan Hamas di Gaza yang bisa mengambil keputusan,” kata Blinken.
Dia menambahkan bahwa “itulah yang kami tunggu.”
Blinken mengatakan jawaban Hamas terhadap proposal tersebut akan mengungkapkan prioritas kelompok tersebut.
“Kami menunggu jawaban dari Hamas dan itu akan mengungkapkan banyak hal tentang apa yang mereka inginkan, apa yang mereka cari, siapa yang mereka cari,” kata Blinken.
“Apakah mereka menjaga satu orang yang mungkin saat ini aman… Saya tidak tahu, 10 lantai di bawah tanah di suatu tempat di Gaza, sementara orang-orang yang diwakilinya terus menderita dalam baku tembak yang dibuatnya sendiri? Atau akankah dia melakukan apa yang diperlukan untuk benar-benar membawa masalah ini ke tempat yang lebih baik, untuk membantu mengakhiri penderitaan masyarakat dan membantu memberikan keamanan nyata bagi Israel dan Palestina,” kata Blinken.
Sinwar: Bergerak Maju atau Biarlah Gaza Jadi Karbala Baru
Dalam pesan awal kepada para perunding gencatan senjata, Sinwar tampak “terkejut” dengan kebrutalan serangan 7 Oktober terhadap Israel.
“Segala sesuatunya menjadi tidak terkendali,” kata Sinwar dalam salah satu pesannya, menurut WSJ, dan menambahkan bahwa yang dia maksud adalah “gerombolan yang menyandera perempuan dan anak-anak sipil.”
“Orang-orang terjebak dalam hal ini, dan hal itu seharusnya tidak terjadi,” kata Sinwar, menurut WSJ.
Tokoh pembebasan Palestina yang dicap sebagai teroris oleh AS juga menyatakan ketidakpuasannya setelah tidak diajak berkonsultasi untuk pertemuan antara para pemimpin politik Hamas dengan faksi Palestina lainnya, dan menyebut pertemuan itu “memalukan dan keterlaluan.”
“Selama para pejuang masih bertahan dan kita belum kalah perang, kontak semacam itu harus segera diakhiri,” katanya, seraya menambahkan bahwa “kita memiliki kemampuan untuk terus berperang selama berbulan-bulan.”
Ia juga membandingkan perang di Gaza dengan pertempuran abad ke-7 di Karbala, Irak, sebuah momen monumental dalam sejarah Islam di mana cucu Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, terbunuh.
“Kita harus bergerak maju di jalur yang sama seperti yang kita mulai,” tulis Sinwar.
“Atau biarlah itu (perang Gaza) menjadi Karbala baru.”
Hamas Sambut Baik Resolusi DK PBB
Pada Senin, 14 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB memberikan suara mendukung rancangan resolusi AS seputar proposal gencatan senjata terbaru, dan hanya Rusia yang abstain – pertama kalinya dewan tersebut mendukung rencana semacam itu untuk mengakhiri perang.
Israel bukan anggota DK PBB, sehingga tidak memberikan suara.
Kesepakatan perdamaian tiga tahap yang komprehensif, yang menetapkan syarat-syarat yang bertujuan untuk membebaskan semua sandera yang tersisa, sebagai imbalan atas gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel, pertama kali diumumkan secara terbuka oleh Presiden AS Biden pada tanggal 31 Mei.
Pemungutan suara penting ini berarti DK PBB kini bergabung dengan badan-badan global besar lainnya dalam mendukung rencana tersebut, sehingga meningkatkan tekanan internasional terhadap Hamas dan Israel untuk mengakhiri konflik.
Hamas menyambut baik penerapan resolusi DK PBB tersebut, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya siap untuk terlibat dengan mediator untuk menerapkan langkah-langkah seperti penarikan pasukan Israel dari Gaza, pertukaran tahanan, pemulangan penduduk ke rumah mereka dan “penolakan terhadap perubahan demografi atau pengurangan wilayah Jalur Gaza.”
Resolusi tersebut mengatakan Israel telah menerima rencana tersebut, dan para pejabat AS telah berulang kali menekankan bahwa Israel telah menyetujui proposal tersebut – meskipun ada komentar publik lain dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyatakan sebaliknya.
(oln/khbrn/wsj/cnn/*)