Hamas Terima Resolusi Gencatan Senjata PBB dan Siap Bahas Detailnya, tapi Israel Masih Belum Jelas
Hamas telah menerima resolusi gencatan senjata DK PBB dan siap untuk merundingkan rinciannya sementara masih ada kebingungan mengenai sikap Israel
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Hamas telah menerima resolusi gencatan senjata Dewan Keamanan PBB dan siap untuk bernegosiasi mengenai rinciannya, kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters pada hari Selasa (11/6/2024).
Abu Zuhri menambahkan bahwa terserah pada AS untuk memastikan apakah Israel mematuhi resolusi tersebut.
Hamas menerima resolusi Dewan Keamanan PBB sehubungan dengan gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dan pertukaran sandera dengan tahanan yang dipenjara oleh Israel.
“Pemerintah AS menghadapi ujian nyata dalam menjalankan komitmennya dalam memaksa pendudukan untuk segera mengakhiri perang dalam implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB,” kata Abu Zuhri, menurut Reuters.
Sementara itu, Israel berjanji untuk terus melanjutkan serangannya di Gaza meskipun ada resolusi dari PBB.
Perwakilan Israel untuk PBB, Reut Shapir Ben-Naftaly, menekankan pada pertemuan DK PBB pada hari Senin bahwa pihaknya ingin memastikan bahwa Gaza tidak menimbulkan ancaman bagi Israel di masa depan.
Diplomat senior tersebut mengatakan perang tidak akan berakhir sampai semua sandera dikembalikan dan kemampuan Hamas dihancurkan.
Pemimpin oposisi Yair Lapid berjanji untuk mendukung pemerintah jika PM Israel Benjamin Netanyahu mendukung kesepakatan tersebut.
Namun sekutu ekstremis Netanyahu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Itamar Ben-Gvir tidak mendukungnya.
Pekan lalu, Gedung Putih mengatakan pihaknya memperkirakan Israel akan menyetujui rencana tersebut karena itu adalah “usulan Israel”.
"Proposal ini adalah usulan Israel. Kami mempunyai harapan besar bahwa jika Hamas menyetujui usulan tersebut - seperti yang disampaikan kepada mereka, usulan Israel - maka Israel akan menjawab ya," ujar juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby kepada ABC News pada 2 Juni.
Baca juga: Gencatan Senjata Israel-Palestina, Dubes AS untuk RI: Jika Hamas Setuju, Perang Akan Berhenti
Israel saat ini menahan 9.300 warga Palestina, termasuk 250 anak-anak dan setidaknya 3.410 orang dalam tahanan administratif, tanpa tuduhan atau pengadilan.
Sejak tanggal 7 Oktober, Israel telah meningkatkan penahanannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Otoritas Israel menahan lebih dari 8.640 orang, menurut pemantau Addameer di Ramallah.
Beberapa telah dibebaskan namun terdapat peningkatan yang signifikan dari sebelumnya 5.200 tahanan yang ditahan di penjara-penjara Israel sebelum terjadinya perang Gaza.
Saat ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berada di Timur Tengah untuk mencoba mendorong implementasi gencatan senjata tersebut.
"Pembicaraan mengenai rencana untuk Gaza setelah perang berakhir akan dilanjutkan pada Selasa sore dan dalam beberapa hari ke depan," kata Blinken di Yerusalem setelah pembicaraan dengan para pemimpin Israel.
“Sangat penting bagi kita untuk memiliki rencana ini.”
Smotrich berjanji untuk menggagalkan negara Palestina
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich berjanji untuk mencegah pembentukan negara Palestina, di saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Israel, untuk membuka jalan menuju pembentukan negara Palestina.
“Negara-negara di dunia dapat mengumumkan siang dan malam bahwa mereka mengakui negara Palestina,” kata Smotrich kepada faksinya di Knesset pada hari Senin.
“Kami akan membuktikan fakta di lapangan dan menjamin bahwa negara Palestina tidak akan pernah berdiri,” kata pemimpin Partai Religius Zionis (RZP) tersebut, dilansir jpost.com.
Smotrich berbicara hanya sehari setelah Menteri Tanpa Portofolio Benny Gantz yang mengepalai Partai Persatuan Nasional, mundur dari pemerintahan darurat.
Mundurnya Benny Gantz menurunkan jumlah kursi yang dimiliki partai tersebut menjadi 64 kursi, mayoritas tipis dari 120 anggota Knesset.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)