Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jutaan Pengungsi Palestina di Gaza Tak Bisa Rayakan Idul Adha, Hadapi Kelaparan Massal

Jutaan pengungsi Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah dalam suasana sangat muram.

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Jutaan Pengungsi Palestina di Gaza Tak Bisa Rayakan Idul Adha, Hadapi Kelaparan Massal
Hani Alshaer/Anadolu Agency
Warga Palestina yang mengungsi ke Rafah mencoba bertahan hidup dalam kondisi yang keras di tenda-tenda darurat yang mereka dirikan di tanah kosong sejak serangan Israel terus berlanjut di Gaza pada 22 April 2024. Mereka kini menghadapi kelaparan dan tidak dapat merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Upaya gencatan senjata antara militer Israel dan militan Hamas yang tak kunjung tercapai membuat membuat situasi di Gaza kian memanas.

Jutaan pengungsi Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah dalam suasana sangat muram.

Fadi Naseer, warga Gaza di tenda pengungsian di Beit Lahiya sejak kampung halamannya hancur oleh serangan tank Israel menceritakan kondisi memprihatinkan yang harus dihadapi keluarganya menjelang Hari Raya Idul Adha tahun ini.

Naseer dan keluarganya tidak bisa merayakan momen Hari Raya Idul Adha, lantaran selama 8 bulan ini dirinya tidak bekerja karena serangan Israel memaksanya harus mengungsi, berpindah-pindah tempat, dari satu tenda ke tenda lainnya.

Sebelum perang pecah, rumah dan jalanan di depan kediamannya biasanya ramai oleh aktivitas warga yang mendekorasi untuk memeriahkan Hari Raya Idul Adha.

Namun akibat serangan Israel yang terus brutal dan tak kunjung mereda, kini mereka tidak memiliki rumah lagi, dan tidak ada apa pun untuk didekorasi.

BERITA REKOMENDASI

“Anak-anak meminta ayah mereka membelikan pakaian, namun harga segala sesuatu mulai dari bahan pokok hingga mainan telah melonjak,” ujar Nasser dikutip dari Al Jazeera.

Peternak Gaza Kesulitan Jual Ternak

Beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Adha, para peternak di Gaza juga menceritakan masa sulitnya menjual dan merawat hewan-hewan ternak mereka sejak pecah perang Israel dan Hamas 8 bulan lalu.

Stok ternak juga semakin menipis lantaran para peternak di Gaza tak mampu membeli pakan yang harganya semakin melejit.

Baca juga: WHO: 8.000 Balita di Gaza Harus Dirawat karena Kekurangan Gizi sejak 7 Oktober 2023

Kondisi ini diperparah lantaran angka penjualan ternak semakin menurun drastis.

Sekolah rusak di Khan Younis
Bangunan sekolah di Khan Yunis yang rusak oleh serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza pada 19 Mei 2024. Sekolah ini jadi tempat berlindung warga Palestina yang harus meninggalkan Rafah karena terus menerus dibom Israel.

Dengan situasi yang seperti ini para peternak tak yakin warga Gaza bisa menjalani tradisi penyembelihan hewan kurban di tahun ini mengingat serangan militer Israel yang tak kunjung mereda.

Jutaan Warga Gaza Kelaparan


Konflik yang sedang berlangsung di Palestina bahkan telah membuat tingkat kelaparan akut yang sudah sangat parah, hingga lebih dari 1 juta pengungsi terancam mengalami kematian akibat kelaparan massal.

Meskipun ada laporan peningkatan pengiriman makanan, namun nyatanya saat ini tidak ada bukti bahwa para pengungsi telah menerima makanan dalam jumlah dan kualitas yang cukup.

Baca juga: Afrika Selatan Siap Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Sebesar 2,7 Juta Dolar AS atau Rp 44 Miliar

Alasan ini yang membuat sebagian besar penduduk Gaza menghadapi bencana kelaparan dan kondisi kelaparan akut.

“Lebih dari 1 juta orang hampir setengah dari populasi Gaza diperkirakan akan menghadapi kematian dan kelaparan pada pertengahan Juli mendatang,” kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) .

Tak hanya orang dewasa, kelaparan massal juga menyerang anak-anak di Gaza.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menuturkan setidaknya ada lebih dari 8.000 anak balita yang telah didiagnosis mengalami kekurangan gizi akut , termasuk 1.600 anak dengan gizi buruk akut yang parah.

“Ketidakmampuan kita untuk menyediakan layanan kesehatan dengan aman, ditambah dengan kurangnya air bersih dan sanitasi, secara signifikan meningkatkan risiko anak-anak kekurangan gizi,” kata Ghebreyesus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas