Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Produk China membanjiri Indonesia, puluhan pabrik tekstil tutup dan badai PHK - 'Kondisi industri tekstil sudah darurat'

Industri tekstil di Indonesia sedang dalam situasi "gawat darurat" menyusul tutupnya puluhan pabrik dan diberhentikannya 13.000 lebih…

zoom-in Produk China membanjiri Indonesia, puluhan pabrik tekstil tutup dan badai PHK - 'Kondisi industri tekstil sudah darurat'
BBC Indonesia
Produk China membanjiri Indonesia, puluhan pabrik tekstil tutup dan badai PHK - 'Kondisi industri tekstil sudah darurat' 

Situasi itu, klaimnya, mulai terjadi pada akhir tahun 2022 dan puncaknya di tahun ini.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristandi, bilang terdapat 10 perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Enam di antaranya karena penutupan pabrik, sedangkan empat sisanya karena efisiensi jumlah pegawai.

Data itu, sebutnya, mungkin lebih sedikit daripada kondisi di lapangan mengingat tak semua perusahaan mau terbuka atas PHK massal ini.

"Yang terdata dan kami sudah minta izin untuk boleh ekspos itu yang tutup sejak Januari sampai awal Juni 2024 ada enam perusahaan yang tutup. Nah yang PHK karena efisiensi, yang mau diekspos ada empat perusahaan. Total pekerja yang diPHK sekitar 13.800," ujar Ristandi seperti dilansir detikcom.

Pabrik tekstil yang tutup alias gulung tikar dan melakukan PHK massal:

  • PT Dupantex, Jawa Tengah, PHK sekitar 700 karyawan.
  • PT Alenatex, Jawa Barat, PHK sekitar 700 karyawan
  • PT Kusumahadi Santosa, Jawa Tengah, PHK sekitar 500 orang
  • PT Pamor Spinning Mills, Jawa Tengah, PHK sekitar 700 orang
  • PT Kusumaputra Santosa, Jawa Tengah, PHK sekitar 400 orang
  • PT Sai Apparel, Jawa Tengah, PHK sekitar 8.000 orang

Pabrik tekstil yang melakukan PHK massal karena efisiensi:

  • PT Sinar Pantja Djaja, Semarang, sekitar 2.000 karyawan
  • PT Bitratex, Semarang, sekitar 400 karyawan
  • PT Djohartex, Magelang, sekitar 300 karyawan
  • PT Pulomas, Bandung sekitar 100 karyawan

Situasi industri tekstil nasional ibaratnya 'sudah di ICU'

BERITA TERKAIT

Pengamat industri pertekstilan, Rizal Tanzil Rahman, menyebut dirinya sudah lama mewanti-wanti pemerintah soal industri tekstil nasional yang membutuhkan "perlakuan khusus" di saat pandemi Covid-19 dan sesudahnya.

Pasca-Covid19, kata Rizal, industri tekstil di dalam negeri sebetulnya belum sepenuhnya pulih gara-gara pasar global yang menurun.

Situasi serupa tersebut, klaimnya, sudah disadari oleh beberapa negara seperti India dan Turki.

Kedua negara itu, sebutnya, memberlakukan kebijakan proteksi dalam negeri.

"Karena mereka tahu kondisi dalam negeri harus diselamatkan," ucap Rizal.

"Soalnya China duluan recovery, artinya industrinya akan melakukan upaya normalisasi produksi. Tapi dunia belum siap, sementara [China] punya stok."

Sayangnya, menurut Rizal, pemerintah Indonesia justru membuka keran impor tanpa mempertimbangan kondisi industri tekstil nasional yang sudah darurat -dengan merevisi Permendag nomor 36 tahun 2023.

Dan kini akibatnya, puluhan pabrik tutup dan belasan ribu buruh diPHK.

"Sekarang [situasi industri tekstil] sudah seperti di ICU, bukan perawatan biasa. Sekali lagi kena hantaman, selesai. Ibarat mau tenggelam, sudah sampai ke hidung."

"Sebab sudah jumlah [barang impor] China banyak, tak terkontrol, harganya lebih murah. Itu yang saya sebut kita enggak bisa head to head dengan China tanpa adanya perlindungan dari pemerintah."

"Dicek aja grosir tekstil Indonesia kayak Tanah Abang, isinya produk China, Taiwan, Vietnam. Industri kita mau jualan di mana?"

"Sementara secara umum, warga beli barang karena murah, bagus, variasinya banyak."

Apa langkah pemerintah?

Merespons kondisi tersebut, Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri seperti Mendag Zulkifli Hasan, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menkeu Sri Mulyani, pada Selasa (25/06).

Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali Permendag nomor 36 tahun 2023 atau menerapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

Zulkifli Hasan kemudian mengatakan bahwa pemerintah Indonesia akan menetapkan bea masuk terhadap barang-barang impor dari China. Tarif bea masuk barang impor asal Cina ini bisa mencapai 200%.

"Dalam satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat, seperti dikutip Antara, Sabtu (29/06).

Zulkifli mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang sedang terjadi saat ini menyebabkan kelebihan produksi di China, sehingga membuat negara-negara Barat menolak produk impor dari China.

Dikhawatirkan ini akan berimbas pada semakin membanjirnya produk China di Indonesia, termasuk pakaian, baja dan tekstil. Maka dari itu, pemerintah akan menetapkan tarif bea masuk barang impor asal China, besarannya sekitar 100% hingga 200% dari harga barang, kata Zulkifli.

"Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian [dari China] sampai dengan 200 persen, kita juga bisa," ujarnya

Adapun dalam konferensi pers APB Kita pada Kamis (27/08), Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebut pihaknya masih menunggu surat dari Kemendag dan Kemenperin soal pengenaan BMTP dan BMAD untuk industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki, tas, elektronik, kosmetik, baja.

Dia memastikan kebijakan ini ditempuh untuk memberikan perlindungan yang adil bagi industri dalam negeri.

"Nanti kami dari Kemenkeu menunggu surat yang akan disampaikan oleh Mendag dan Menperin, dan mereka pun suratnya diatur dalam peraturan perundang-undangan entah peraturan pemerintah (PP) maupun undang-undang (UU)," jelas Sri Mulyani.

Apa harapan API?

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, berharap apa pun kebijakan pemerintah bisa segera dikeluarkan dalam minggu-minggu ini demi menyelamatkan industri tekstil.

"Saya harap kali ini pemerintah benar-benat mendengar aspirasi kami. Salah satu [solusi] adalah memberlakukan BMTP dan BMAD, tapi kita tahu perlu proses dan memakan waktu."

Sementara itu, pengamat industri pertekstilan, Rizal Tanzil Rahman, menilai solusi cepat yang harus segara dilakukan pemerintah adalah mengembalikan Permendag nomor 36 tahun 2023.

Sebab jika memberlakukan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), klaimnya, membutuhkan waktu yang cukup lama antara enam bulan sampai setahun.

"BMAD dan BMTP tidak secepat besok keluar. Karena prosesnya harus melewati World Trade Organization, ada tanggapan lalu hearing dari negara lain."

"Harusnya simple saja kembalikan Pertek di Permendag 36, itu yang dibutuhkan teman-teman industri."

Langkah cepat itu, sebut Rizal, diperlukan karena bagaimana pun industri tekstil menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Hitungannya tenaga kerja langsung yang terserap industri tekstil mencapai 4 juta orang. Di sektor ini pula, katanya, semua lapisan masyarakat bahkan dengan level pendidikan paling rendah bisa diterima.

"Lulusan SMP bisa kerja di pabrik tekstil. Sekarang kalau tutup, berapa banyak yang terdampak? Kalau ada 4 juta yang diPHK, hitung juga keluarga yang bergantung pada mereka."

"Jadi yang kita butuhkan sekarang proteksi pasar dalam negeri agar ceruk itu diisi oleh produk nasional. Sehingga industri dalam negeri enggak kebingungan, ekspor susah, di dalam negeri ke-isi produk China."

Wartawan Kamal dan Noni Arni di Semarang, Jawa Tengah, turut berkontribusi pada laporan ini.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas