Sepanjang 2024, 800 Perwira dari Letkol hingga Kolonel IDF Mundur: Gaza Bikin Ngeri, Israel Rapuh
Apa dampak pengunduran diri massal perwira IDF ini? Keamanan teritorial Israel menjadi sangat rapuh di berbagai front karena hilangnya garis komando
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Sepanjang 2024, 800 Perwira dari Letkol hingga Kolonel Mundur dari IDF, Gaza Bikin Ngeri, Israel Rapuh
TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 800 perwira senior militer Israel (IDF) dengan pangkat kolonel dan letnan kolonel telah mengundurkan diri tahun ini, menurut laporan yang dikumpulkan oleh Middle East Monitor.
Laporan mengindikasikan, satu di antara penyebab mundurnya para perwira IDF ini adalah situasi pertempuran di Jalur Gaza yang bertabur perlawanan sengit dari milisi pembebasan Palestina yang dimotori Hamas dan sayap militernya, Brigade Al Qassam.
Baca juga: Tentara IDF Unggul Senjata-Pasukan, Kenapa Hamas Malah Makin Kuat? Israel Gagal Paham Soal Gaza
"Karena meningkatnya tekanan pada Pasukan Pendudukan Israel untuk mengelola kondisi lapangan yang menantang di berbagai zona konflik di Israel, IDF telah menyaksikan banyaknya orang yang mengundurkan diri," tulis laporan tersebut dilansir RNTV, Selasa (2/7/2024).
Apa dampak pengunduran diri massal perwira IDF ini?
Baca juga: Mundurnya Kepala Intelijen IDF Picu Resign Massal Petinggi Militer Israel di Tengah Perang Gaza
"Sumber-sumber militer menunjukkan bahwa gelombang pengunduran diri ini menimbulkan tantangan besar bagi IDF," kata laporan tersebut.
"Kepergian sejumlah besar perwira tinggi mengancam efisiensi operasional dan kesiapan tentara untuk mengatasi ancaman keamanan di masa depan," tambah laporan itu.
Ini mengindikasikan, jalur komando dan koordinasi pengamanan zona dan teritorial pendudukan Israel menjadi lebih rapuh karena hilangnya banyak unsur pimpinan.
Langkah Atasi Krisis, Yahudi Haredi Wajib Militer
Menanggapi krisis ini, tentara Israel menerapkan langkah-langkah untuk meningkatkan program pelatihan dan memberikan dukungan psikologis kepada para perwiranya.
Selain itu, kebijakan internal sedang ditinjau dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi layanan dan menarik kandidat baru untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh petugas yang akan berangkat.
Pada tanggal 25 Juni, Mahkamah Agung “Israel” memutuskan bahwa pemerintah “Israel” harus mewajibkan wajib militer orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi) ke dalam militer, membatalkan pengecualian de facto yang telah berlaku selama 76 tahun.
Pasukan Reserve IDF Menolak Kembali ke Gaza
Lusinan tentara cadangan Israel menolak untuk kembali berperang di Gaza, meskipun ada risiko hukuman, Haaretz melaporkan.
Pada Perang Gaza, Israel diketahui mengandalkan reserve division untuk dikerahkan dalam pertempuran dan penyerbuan di Jalur Gaza.
Jumlah mereka diketahui semakin menyusut seiring berlarutnya perang yang sudah berlangsung sembilan bulan.
Media lain Israel mengungkapkan bahwa ratusan tentara cadangan meninggalkan Israel dan melakukan perjalanan ke luar negeri setiap bulan tanpa memberi tahu komandan mereka.
Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, menyoroti peran penting tentara cadangan dalam upaya tempur saat ini, seperti dikutip oleh surat kabar Israel, Calcalist.
Dia memperingatkan bahwa demobilisasi ribuan tentara cadangan dalam peran tempur dan pendukung dapat sangat berdampak pada efisiensi operasional dan kemampuan tempur tentara.
Menanggapi krisis ini, Knesset menyetujui pembacaan pertama rancangan undang-undang yang bertujuan untuk sementara waktu menaikkan usia pengecualian dari dinas cadangan militer.
Undang-undang yang diusulkan berupaya untuk memperpanjang masa dinas bagi prajurit cadangan hingga usia 41 tahun dan bagi perwira cadangan hingga usia 46 tahun.
Selain itu, profesi tertentu, termasuk dokter tempur, paramedis, dan teknisi yang ditentukan oleh menteri pertahanan, akan diperpanjang masa kerjanya hingga usia 50 tahun.
RUU tersebut memerlukan persetujuan dalam tiga tahap untuk menjadi undang-undang dan akan berlaku hingga 30 September jika disahkan
. Pada tanggal 11 Juni, Menteri Pertahanan “Israel” Yoav Gallant berupaya untuk memperpanjang undang-undang tersebut selama enam bulan.
Namun, setelah mendapat kritik dari penasihat hukum pemerintah, Gali Baharav-Miara, dicapai kompromi untuk memperpanjang undang-undang tersebut selama tiga bulan.
Yahudi Ortodoks Wajib Ikut Militer
Kehabisan pasukan, kini Israel bakal merekrut laki-laki Yahudi Ultra-Ortodoks untuk bergabung di militer.
Baca juga: Shejaiya Kembali Makan Korban Tentara Israel, Al-Qassam Hanguskan 2 Merkava, Hamas Sembuhkan Diri
Hal tersebut muncul usai adanya keputusan pengadilan mengenai dinas militer Ultra-Ortodoks.
Oposisi Israel pun merayakan keputusan itu.
Tokoh oposisi Israel menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) Israel yang mengharuskan laki-laki Ultra-Ortodoks direkrut menjadi militer.
Yair Golan, Ketua Partai Buruh Israel, memuji keputusan dan menyebut sebagai langkah adil.
Serta menjunjung tinggi tanggung jawab semua warga negara Israel, mengutip Al Jazeera.
“Kewajiban dinas militer dan sipil harus diterapkan pada setiap orang Israel tanpa memandang ras, agama, dan jenis kelamin,” kata Golan.
Avigdor Lieberman, dari partai sayap kanan Yisrael Beiteinu, mengatakan sudah waktunya perubahan “bersejarah” untuk menyediakan tenaga kerja yang sangat dibutuhkan tentara selama perang di Gaza.
Dilaporkan perdebatan mengenai status militer warga Ultra-Ortodoks telah menciptakan perpecahan sengit dalam masyarakat dan politik Israel.
Banyak yang merasa kelompok Ultra-Ortodoks diistimewakan.
Mereka biasanya dikecualikan dari tugas militer, hingga belum menunjukkan upaya mereka pada saat lebih dari 300.000 tentara cadangan Israel telah dipanggil untuk bertugas.
3.860 IDF Terluka dan 662 Tewas, Komandan Brigade Nahal Akui Perangi Hamas di Rafah Tak Mudah
Jumlah tentara Israel (IDF) yang tewas dan terluka di Gaza, Palestina terus bertambah.
Menurut laporan IDF, setidaknya 12 tentara Israel terluka dalam 24 jam terakhir, Rabu (19/6/2024).
"Jumlah tentara dan perwira yang terluka sejak awal perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, telah meningkat menjadi 3.860 orang,” menurut laporan IDF.
Dari jumlah tersebut, 1.947 orang terluka dalam bentrokan darat di daerah kantong Palestina.
Jumlah tentara dan perwira Israel yang terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober telah diperbarui menjadi 662, termasuk 311 orang sejak dimulainya pertempuran darat pada 27 Oktober, menurut militer Zionis, mengutip Palestine Chronicle.
Diketahui jumlah IDF yang terluka dan tewas bertambah lantaran kondisi pertempuran dengan Hamas serta kondisi medan perang tak mudah.
Yair Zuckerman, komandan Brigade Nahal, bahkan menggambarkan kondisi menantang di Rafah, di Gaza selatan.
Zuckerman menggambarkan kondisi menantang di Rafah, di Gaza selatan.
Menurut Zuckerman, Hamas menggunakan banyak cara untuk bertempur melawan IDF.
Termasuk terowongan di Rafah menciptakan labirin besar dan menghubungkan lingkungan melalui dinding yang terdapat jalan masuk.
Zuckerman menyoroti lambatnya kemajuan IDF saat melawan Hamas di Rafah, mengutip Palestine Chronicle.
Dan diakuinya pertempuran tersebut melelahkan.
Dia juga menjelaskan bahwa Hamas menggunakan banyak kamera di Rafah untuk mengatur pertempuran dari atas dan bawah tanah.
Berkaca insiden baru-baru ini di mana empat tentara Israel tewas akibat ledakan di sebuah rumah yang awalnya tampak kosong.
Sejak 6 Mei, tentara Israel telah melancarkan serangan darat ke Rafah, yang mengakibatkan lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi karena kondisi kemanusiaan yang mengerikan.
(oln/rntv/khbrn/*)