Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khameini Bagikan Analisa Kenapa Golput Pilpres di Negaranya Tinggi

Ali Khamenei berasumsi bahwa angka golput tinggi karena beberapa individu mungkin tidak mendukung beberapa pejabat atau sistem Islam itu sendiri

Penulis: Bobby W
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khameini Bagikan Analisa Kenapa Golput Pilpres di Negaranya Tinggi
PressTV
Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei bertemu sekelompok atlet dan peraih medali Iran Asian Games 2023 Hangzhou pada 22 November 2023. Ayatollah Khamenei memberikan pernyataan terkait partisipasi masyarakat Iran yang rendah pada Pilpres 2024 pada hari Rabu (3/7/2024). 

TRIBUNNEWS.COM - Penyelenggaraan Pemilihan Presiden di Iran pada tahun ini menunjukkan tren buruk dalam penegakan demokrasi di Republik Islam tersebut.

Dalam pilpres Iran 2024 ini, Iran mengalami tingkat partisipasi pemilih yang rendah dalam pemilihan presiden terbaru dan menyaingi angka terendah sejak revolusi tahun 1979.

Kementerian Dalam Negeri Iran melaporkan, hanya 40 persen dari lebih dari 61 juta warga yang memenuhi syarat memberikan suara pada hari sebelumnya, dengan lebih dari 24,5 juta suara yang telah dihitung.

Meskipun pemilihan besar-besaran sebelumnya di Iran juga menunjukkan partisipasi yang rendah dalam empat tahun terakhir, tingkat partisipasi pada Jumat lalu jauh di bawah perkiraan jajak pendapat yang menunjukkan antara 45 hingga 53 persen, mencatat level terendah sejak 'revolusi Islam' 1979.

Alasan di balik rendahnya partisipasi pemilihan sosok pengganti Presiden Ebrahim Raisi yang meninggal dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei lalu ini belum sepenuhnya jelas.

Sejumlah laporan dan analisis dari media maupun pemerhati pemilu menyatakan, faktor-faktor seperti keterbatasan pilihan kandidat, penurunan kepercayaan terhadap proses pemilihan, dan protes sipil terhadap pemerintah bisa menjadi penyebabnya, terutama setelah respons keras terhadap protes massal di Iran pada tahun 2022 dan 2023.

Hal inilah yang turut menjadi perhatian bagi pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei

BERITA TERKAIT

Sebelum penyelenggaraan Pilpres Iran 2024 putaran pertama, Ali Khamenei telah menekankan pentingnya partisipasi tinggi dari masyarakat.

Namun, dorongan yang ia sampaikan ini sepertinya tak terjadi di atas lapangan.

Menjelang putaran kedua pemilihan presiden Iran yang akan datang, Ayatollah Khamenei pun kembali memberikan pernyataan terkait partisipasi masyarakat pada hari Rabu (3/7/2024).

Dikutip Tribunnews dari kantor berita pusat Iran, IRNA, Ali Khamenei menyebutkan bahwa partisipasi pemilih dalam putaran pertama pemilu lebih rendah dari yang diharapkan dan bertentangan dengan prediksi.

Baca juga: Jelang Pilpres Iran Putaran Kedua, Pezeshkian dan Jalili Berdebat Sengit terkait Visi Misi Ekonomi

Ia pun menyoroti bahwa politisi dan sosiolog saat ini sedang menyelidiki alasan untuk ketidaksesuaian ini.

Pemimpin Tertinggi Iran tersebut, menyatakan bahwa mengasumsikan mereka yang tidak ikut memilih dalam putaran pertama pemilihan presiden menentang Republik Islam adalah interpretasi yang sepenuhnya keliru.

Ali Khamenei kemudian berasumsi, angka golput tinggi karena beberapa individu mungkin tidak mendukung beberapa pejabat atau sistem Islam itu sendiri, karena mereka menyatakan pendapat mereka secara terbuka.

Hal inilah yang diyakini Ali Khamenei membuat banyak orang yang tidak memilih pada pilpres kemungkinan memiliki sentimen tersebut, demikian yang ditekankan oleh Ayatollah Khamenei.

Ali Khamanei menekankan, bahwa mereka yang mencintai Islam, Republik Islam, dan kemajuan negara harusnya menunjukkan dukungan mereka dengan berpartisipasi dalam pemilihan.

"Rakyat adalah tiang Republik Islam dalam mencapai tujuannya" kata Ali Khamenei.

Ia pun menegaskan bahwa tingkat partisipasi pemilih yang tinggi sangat penting bagi Republik Islam untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Putaran Kedua Pilpres Iran 2024

Pemilihan presiden Iran akan memasuki putaran kedua, setelah hasil pada 28 Juni menunjukkan tidak ada kandidat yang berhasil meraih lebih dari 50 persen suara.

Masoud Pezeshkian dan Saeed Jalili, kedua kandidat dengan jumlah suara tertinggi, akan bertarung dalam pertarungan pada tanggal 5 Juli. ​​​​​​​

Sosok Masoud Pezeshkian mewakili kelompok reformis sedangkan Saeed Jalili mewakili kelompok garis keras

Keduanya gagal memperoleh mayoritas minimal 50 persen yang diperlukan oleh hukum Iran.

Pemilihan selanjutnya akan memasuki putaran kedua minggu ini,

Dalam sejarah penyelenggaraan pengumpulan suara di Iran, ini merupakan kali kedua sejak 1979 pemilu presiden di Iran harus dilanjutkan ke putaran kedua.

Sementara itu, jelang dimulainya pemilihan Presiden Iran 2024 putaran kedua pada 5 Juli 2024 mendatang, dua kandidat yang akan bertarung yakni Masoud Pezeshkian dan Saeed Jalili kembali bertarung dalam debat terakhir yang disiarkan di televisi Iran pada Selasa (2/7/2024).

Adapun debat yang digelar tiga hari jelang pengumpulan suara tersebut berpusat pada masalah ekonomi.

Dikutip Tribunnews dari IRNA, keduanya bertemu pada Selasa malam untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai rencana ekonomi jika mereka terpilih sebagai kepala eksekutif negara.

Dalam debat tersebut, Pezeshkian dan Jalili bertukar pendapat mengenai sanksi ekonomi yang diterima Iran, inflasi, perumahan, dan menyajikan rencana masing-masing untuk menangani masalah-masalah mendesak tersebut.

Menanggapi topik tersebut, Pezeshkian berbicara tentang langkah-langkah yang akan diambilnya untuk melawan sanksi dan cara untuk menetralkannya.

"Saya akan mematuhi undang-undang aksi strategis parlemen untuk menetralkan sanksi," kata Pezeshkian, merujuk pada legislasi yang menyerukan langkah-langkah untuk menjauh dari kesepakatan nuklir 2015 sebagai tekanan kepada negara-negara Barat untuk sanksi yang ilegal.

Kedua rival tersebut, memiliki perdebatan sengit mengenai kebijakan luar negeri.

Pezeshkian sendiri menekankan perlunya dialog dengan pihak lain dalam JCPOA (kesepakatan nuklir Iran dengan negara barat) untuk mengangkat sanksi dari negara-negara barat demi membantu perekonomian.

Jalili membela kebijakan luar negeri yang ditempuh oleh almarhum Presiden Ebrahim Raisi dan mengatakan, bahwa sanksi dapat dinetralkan jika Iran dapat meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga mereka di Afrika dan Asia.

"Negara Barat berutang banyak kepada Iran dalam hal sanksi dan JCPOA," katanya.

Jalili menambahkan, bahwa pemerintahannya akan memaksa negara-negara Barat untuk mengangkat sanksi tersebut dengan menetralkan dampaknya.

"Meskipun ada sanksi, ada begitu banyak peluang dan potensi pertumbuhan," sambung Jalili.

(Tribunnews.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas