Singapura Masih Khawatir Meski 16 Pimpinan Jemaah Islamiyah Indonesia Deklarasikan Pembubaran
Ada kekhawatiran dalam waktu dekat munculnya "sel-sel sempalan yang kejam" dari pembubaran kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI).
Penulis: Hasanudin Aco
"Ancaman terorisme terhadap Singapura tetap tinggi dan negara tersebut terus menjadi target utama para teroris," kata Kementerian Dalam Negeri Singapura.
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Ada kekhawatiran dalam waktu dekat munculnya "sel-sel sempalan yang kejam" dari pembubaran kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI).
Demikian Kementerian Dalam Negeri (MHA) Singapura pada Sabtu (6/7/2024) menanggapi deklarasi pembubaran JI oleh 16 pimpinannya di Indonesia.
"Dampak jangka panjang dari pembubaran tersebut masih harus dilihat," kata MHA dikutip dari CNA.
"Contohnya, ideologi radikal JI, termasuk tujuan mendirikan kekhalifahan Islam di Asia Tenggara melalui perjuangan bersenjata, kemungkinan akan terus menarik minat beberapa kelompok dan individu," imbuh MHA.
Pembubaran JI di Indonesia
Para pemimpin JI di Indonesia mengumumkan pembubaran kelompok tersebut pada acara tanggal 30 Juni 2024 yang diselenggarakan oleh pasukan antiterorisme kepolisian nasional Indonesia.
Seperti diketahui kelompok ini berada di balik beberapa serangan teror paling mematikan di Asia Tenggara, termasuk bom Bali tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Bulan lalu JI menyerang kantor polisi di Johor Bahru Malaysia yang berdekatan letaknya dengan Singapura, Jumat (17/5/2024) pagi.
Dua polisi tewas dalam serangan mendadak itu.
Baca juga: Singapura dan Malaysia Soroti 16 Pentolan Jemaaah Islamiyah di Indonesia Deklarasi Bubarkan Diri
Polisi menyebut pelaku teror adalah kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Pelaku ditembak mati dit empat.
Sejumlah materi terkait JI, jaringan teror di Asia Tenggara yang terkait dengan al-Qaeda, ditemukan di rumah pelaku.
Kepala Kepolisian Malaysia Inspektur Jenderal Razarudin Husain mengatakan 7 pelaku yang diduga menjadi anggota JI juga ditangkap untuk diperiksa.
Sebut Perkembangan Besar
MHA mengatakan pembubaran JI di Indonesia merupakan "perkembangan signifikan dan pencapaian besar" bagi otoritas Indonesia.
Namun, ia memperingatkan bahwa ancaman terorisme terhadap Singapura tetap tinggi dan negara tersebut terus menjadi target utama para teroris.
Kementerian menghimbau masyarakat untuk selalu waspada dan segera menghubungi polisi atau Departemen Keamanan Dalam Negeri jika menemukan orang atau aktivitas mencurigakan.
Sebuah video pengumuman diunggah di akun YouTube situs web Islam garis keras Arrahmah pada tanggal 3 Juli.
Dalam video tersebut, 16 petinggi JI terlihat berdiri di atas panggung.
Mereka termasuk Abu Rusdan, seorang ulama militan dan mantan pemimpin JI yang ditangkap di Jakarta, September 2021.
Dan Para Wijayanto yang ditangkap pada tahun 2019 karena merekrut militan dan mengumpulkan dana untuk Suriah.
Keduanya masih dalam tahanan.
Pembubaran tersebut disepakati oleh majelis senior dan pimpinan pondok pesantren yang berafiliasi dengan JI, kata Abu Rusdan.
Mereka sepakat untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan melakukan perubahan kurikulum di sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan JI, sehingga tidak ada lagi materi yang mengajarkan ekstremisme.
Kelompok ini dibentuk pada tahun 1993 oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Bashir dengan misi membangun negara Islam di Asia Tenggara.
Abdullah meninggal pada tahun 1999 sementara Abu Bakar dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2011 atas tuduhan mendanai pelatihan militan di Aceh.
Pria berusia 83 tahun itu dibebaskan pada tahun 2021 atas dasar kemanusiaan.
Diduga berafiliasi dengan Al Qaeda, kelompok ini ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh Pengadilan Negeri Jakarta pada tahun 2008 setelah beberapa serangan teror oleh individu yang bertindak atas nama kelompok tersebut.
JI mengalami beberapa perpecahan yang mengakibatkan munculnya organisasi-organisasi yang didirikan oleh orang-orang yang tidak puas dengan keputusan-keputusan petinggi JI. Abu Bakar Bashir sendiri meninggalkan JI dan membentuk Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada tahun 2000 sebelum mengundurkan diri pada tahun 2008 setelah terjadi pertikaian internal.
Amerika Serikat pada tahun 2017 menetapkan MMI sebagai Teroris Global yang Ditunjuk Khusus (SDGT) karena dugaan hubungannya dengan gerakan Al Qaeda dan Front Al Nusra.
AS memandang kelompok ini sebagai kelompok yang berisiko tinggi melakukan aksi terorisme, meskipun MMI telah membantah memiliki hubungan dengan kelompok teror.
Sumber: CNA