Netanyahu Tuduh Gallant Rencanakan Penggulingan Pemerintah, Sinwar Bisa Menang Mudah atas Israel
Gallant sebelumnya bersikeras bahwa RUU wajib militer ultra-Ortodoks harus diajukan dengan dukungan semua partai koalisi, termasuk faksi Benny Gantz.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Netanyahu Tuduh Gallant Rencanakan Penggulingan Pemerintah, Sinwar Bisa Menang Mudah atas Israel
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan beberapa anggota kabinet dilaporkan menuding Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant berencana menggulingkan pemerintahan saat ini.
Tudingan itu dilontarkan dalam sebuah rapat berhias debat dan ketegangan di antara pejabat tinggi Israel, Minggu (7/7/2024), lapor RNTV.
Tudingan keras itu bermula saat Netanyahu dan sejumlah menteri sayap kanan ultranasionalis mengkritik Gallant atas penolakannya untuk mendukung rancangan undang-undang ultra-Ortodoks kecuali rancangan undang-undang tersebut mendapat konsensus luas di Knesset, menurut laporan media Israel.
Baca juga: Mati-matian Bela Yahudi Ultra-ortodoks, Netanyahu Ancam Para Menteri Israel Soal RUU Haredi
Kabinet Israel berkumpul untuk menjajaki strategi untuk meningkatkan pendaftaran tentara, termasuk proposal pertahanan untuk memperpanjang lama wajib militer bagi laki-laki menjadi tiga tahun.
Menteri Komunikasi Shlomo Karhi memberikan pertanyaan menohok ke Gallant, dengan mempertanyakan, "Mengapa menteri pertahanan bersedia mendukung perluasan wajib militer tanpa dukungan oposisi tetapi ragu-ragu untuk melakukan hal yang sama untuk rancangan undang-undang wajib militer ultra-Ortodoks yang saat ini sedang dipertimbangkan di Knesset?".
Gallant sebelumnya bersikeras bahwa RUU wajib militer ultra-Ortodoks harus diajukan dengan dukungan semua partai koalisi, termasuk faksi Benny Gantz.
Sebagai informasi, kaum Yahudi Heredi selama bertahun-tahun telah berupaya membebaskan diri mereka dari perintah dan aturan wajib militer.
Rancangan pengecualian Haredi telah menjadi isu politik yang memecah belah bahkan di dalam pemerintahan, koalisi tersebut bergegas mengajukan sebuah RUU.
Proposal yang kabarnya didukung oleh Perdana Menteri Netanyahu akan menetapkan (belum ditentukan) kuota wajib militer bagi lulusan yeshiva yang pada akhirnya akan ditegakkan dengan sanksi finansial (bukan pidana).
"RUU tersebut juga akan menaikkan usia pengecualian dari 26 menjadi 35 tahun—berbeda dari rencana pemerintah Israel tahun 2023 untuk menurunkan usia pengecualian—mungkin untuk mendorong Haredi mendaftar dengan mewajibkan sembilan tahun tambahan studi yeshiva sebagai alternatif," lansir israel policy forum.
Yahya Sinwar Bisa Menang Mudah
Atas perpecahan di kalangan pejabat tinggi Israel soal RUU Haredi ini, komentar yang bocor yang diterbitkan oleh lembaga penyiaran Israel KAN mengungkapkan kekhawatiran Karhi selama rapat pada Minggu tersebut.
Karhi menyatakan bahwa kegagalan untuk meloloskan rancanagn undang-undang wajib militer Haredi "akan menyebabkan runtuhnya koalisi.
"Runtuhnya koalisi akan membahayakan keamanan negara dan memberikan kemenangan (mudah) kepada [pemimpin Hamas Yahya] Sinwar," kata Karhi.
Gallant menjawab dengan menekankan soal meningkatnya ancaman terhadap Israel dan berkurangnya jumlah personel militer IDF.
“Dari mana kamu berencana (untuk) merekrut tentara baru? Dan bagaimana Anda ingin tentara Israel terus berperang? Kami membutuhkan lebih banyak kekuatan untuk tentara,” bantahnya.
Netanyahu mengkritik posisi Gallant dalam rancangan undang-undang Haredi, dan menyebutnya sebagai “puncak sinisme dan politisasi.”
Perdana Menteri menegaskan kalau rancangan undang-undang yang diusulkan “secara signifikan meningkatkan wajib militer bagi kaum ultra-Ortodoks.”
Sebagai tanggapan, Gallant memperingatkan, “Kita sedang melalui masa sensitif. Kita perlu mencapai kesepakatan untuk mengembalikan para sandera. Upaya politik untuk menghubungkan pembebasan sandera dengan pengecualian Haredim dari wajib militer adalah berbahaya dan tidak bertanggung jawab.”
Tel Aviv di Ambang Kehancuran
Di sisi lain, warga sipil Israel terlibat saling serang dengan militer Zionis saat melakukan unjuk rasa di Tel Aviv pada Sabtu (6/7/2024).
Dalam unggahan AFP, bentrok terjadi di Jalan Raya Ayalon di Tel Aviv.
Warga Israel tampak melakukan demo terkait pembebasan sandera dan protes anti pemerintah.
Tampak demonstran kembali membakar Tel Aviv sebagai aksi protes.
Militer Zionis lantas menggunakan meriam air untuk meredakan kemarahan warga sipil.(*)
Berita selengkapnya simak video berikut
(oln/rntv/*)