Presiden Erdogan: Turki Bisa Masuki Israel seperti Libya dan Azerbaijan
Presiden Turki Erdogan mengatakan Turki bisa memasuki Israel seperti intervensinya di Azerbaijan dan Libya jika Turki sangat kuat.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengancam negaranya bisa memasuki Israel, seperti yang dilakukan Turki di Azerbaijan dan Libya.
Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuannya dengan para pejabat Partai Keadilan dan Pembangunan di Turki utara.
"Poin yang telah dicapai Turki dalam industri pertahanan tidak boleh menipu siapa pun," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu (28/7/2024).
Ia menegaskan Turki harus memiliki kekuatan yang besar sehingga mereka dapat menekan Israel untuk mengakhirinya agresinya.
"Kita harus memiliki kekuatan yang cukup sehingga Israel tidak dapat melakukan apa yang dilakukannya di Palestina," lanjutnya.
Ia lalu mengancam Israel, Turki bisa ikut terjun dalam perlawanan melawan Israel seperti intervensinya di Azerbaijan dan Libya.
"Sama seperti kita memasuki Karabakh (Azerbaijan), dan ketika kita memasuki Libya, kita dapat melakukan hal yang sama terhadap mereka (Israel). Kita mungkin saja mengambil langkah-langkah ini," kata Erdogan, dikutip dari Al Araby.
Erdogan juga mengatakan ia sudah mengundang Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, untuk menyampaikan pidato di Parlemen Turki, namun ia tidak hadir.
"Kami mengundangnya, tapi sayangnya Mahmoud Abbas tidak bisa memberikan tanggapan positif kepada kami," katanya.
"Parlemen Turki terbuka bagi semua orang yang berada di jalan yang benar," lanjutnya.
Pada Senin (29/7/2024) dini hari, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akan berakhir seperti Adolf Hitler, pemimpin partai Nazi Jerman.
Baca juga: 12 Negara Merespons Putusan ICJ Semprot Sikap Israel, Termasuk Turki hingga Malaysia
"Akhir dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang melakukan genosida di Jalur Gaza, akan seperti akhir dari pemimpin Nazi Adolf Hitler, yang juga melakukan genosida," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataan hari ini.
"Kemanusiaan akan berdiri bersama Palestina, dan mereka yang mencoba menghancurkan Palestina akan dimintai pertanggungjawaban, sama seperti Nazi juga harus bertanggung jawab," tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Turki itu mengatakan Israel harus dihukum atas perbuatannya di Palestina, dan hukuman itu harus menjadi contoh jera bagi siapapun yang mencoba melakukan ketidakadilan.
Turki sebelumnya membatasi ekspor produk-produk Turki ke Israel, menyusul pecahnya agresi Israel melawan Hamas di Jalur Gaza.
Sementara itu, Turki mendukung perlawanan Palestina dengan menggambarkan mereka sebagai mujahidin.
Sebelumnya, Turki menerima sejumlah petinggi Hamas dan menampung pengungsi Palestina di negaranya, sebuah tindakan yang diprotes dan dikecam oleh Israel.
Jumlah Korban
Saat Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 39.324 jiwa dan 90.830 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (28/7/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 21.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan Yedioth Ahronoth pada awal Juli 2024.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel