Media Barat Pernah Sebut Dukungan Teheran terhadap Palestina Bersifat 'Spiritual', Bukan Militer
The Foreign Policy dalam sebuah artikel yang dipublikasikan pada 4 Desember 2023, menyoroti 7 alasan mengapa Iran tidak akan berperang untuk Hamas.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Media Barat, The Foreign Policy dalam sebuah artikel yang dipublikasikan pada 4 Desember 2023 lalu, menyoroti 7 sikap Iran terhadap perang Israel-Hamas.
Sejauh ini, Teheran bersikeras dan selalu mempromosikan gagasan referendum sebagai solusi damai atas konflik yang meletus di Palestina.
Sejak Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023, pejabat Iran menekankan bahwa operasi tersebut direncanakan dan dilaksanakan oleh kelompok perlawanan.
Rabu (31/7/2024) pagi ini, Hamas menyatakan pemimpinnya, Ismail Haniyeh tewas dibunuh di Iran.
Kabar ini juga dikonfirmasi Garda Revolusioner Iran, VOA melaporkan.
Hamas menyalahkan Israel atas pembunuhan Haniyeh.
Media Iran menyebut Haniyeh terbunuh dalam serangan sekitar pukul 02.00 pagi waktu setempat setelah rudal menyasar kediaman khusus bagi veteran perang, tempat Haniyeh tinggal selama di Teheran.
Pembunuhan ini pun terjadi kurang dari 24 jam setelah Israel mengklaim telah membunuh komandan Hizbullah di Beirut, Lebanon.
Komandan tersebut, menurut Israel, merupakan dalang di balik serangan di kawasan pendudukan Israel di Dataran Tinggi Golan, pada 27 Juli, yang menurunkan 12 anak-anak dan remaja.
The Foreign Policy pernah mengungkap tujuh alasan Iran enggan berperang atas nama Hamas, kala itu Teheran mengaku memilih untuk fokus mencari jalan damai.
Akan tetapi, setelah kematian Haniyeh, Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatollah Sayyid Ali Khamenei mengeluarkan pernyataan di mana ia bersumpah akan membalas dendam atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
Pemimpin Besar Iran itu mengatakan bahwa tindakan Israel tersebut telah membuka jalan bagi “hukuman keras” terhadap Israel, Tehran News melaporkan.
"Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu kami yang terhormat di rumah kami dan membuat kami bersedih. Namun, hal itu menciptakan latar belakang untuk hukuman beratnya," kata Ayatollah Khamenei dalam pernyataan tersebut.
Ia mengatakan Haniyah tidak pernah takut mati syahid dan siap menerimanya sepanjang hidupnya.
"Namun dalam insiden pahit dan berat ini, yang terjadi di wilayah Republik Islam, kami menganggap sudah menjadi kewajiban kami untuk membalasnya," lanjut Ayatollah Khamenei.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran juga menyampaikan belasungkawa atas gugurnya Ismail Haniyah dan seorang anggota pengawalnya.
Berikut 7 sikap Teheran di awal-awal perang, sebelum kematian Ismail Haniyeh.
1. Pendukung utama operasi Hamas
Para pejabat Israel dan Barat menggambarkan Teheran sebagai pendukung utama operasi Hamas.
Sedangkan para pejabat Tel Aviv telah melancarkan upaya tanpa henti, terutama dengan meluncurkan kampanye politik dan media, untuk menghubungkan kegagalan intelijen dan militer mereka dengan Iran, dengan mengatakan operasi seperti itu tidak mungkin dilakukan hanya oleh pejuang Hamas.
2. Referendum: Sikap Teheran terhadap isu Palestina
Teheran telah melakukan upaya konstruktif di tingkat bilateral, regional, dan internasional untuk mengakhiri perang yang menindas terhadap warga Gaza sejak 7 Oktober.
Pada tanggal 12 November, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian mengulangi seruan Teheran untuk mengadakan referendum dengan partisipasi semua warga Palestina sebagai solusi politik berprinsip untuk masalah Israel-Palestina.
Merujuk pada pertemuan puncak Arab-OKI yang diselenggarakan di Riyadh, Amir Abdollahian menyoroti usulan (mendiang) Presiden Ebrahim Raisi seperti mencabut blokade di wilayah kantong tersebut, mengadakan pengadilan untuk para penjahat perang Zionis, dan memaksa rezim beserta pendukung Baratnya untuk menghentikan agresi brutal dan genosida, membentuk dana khusus untuk segera membangun kembali Gaza, serta mengirimkan konvoi bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar.
Menekankan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam pertemuan dengan para duta besar asing dan pimpinan serta perwakilan organisasi internasional yang bertempat tinggal di Teheran pada akhir November, Kepala Aparat Diplomasi Iran mengatakan “referendum” memberikan solusi terbaik bagi krisis Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Baca juga: Ismail Haniyeh
Menolak gagasan dua pemerintahan untuk menyelesaikan masalah Palestina, Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Urusan Politik Ali Bagheri Kani juga mengatakan referendum menghadirkan “satu-satunya solusi” untuk masalah Palestina.
Minggu lalu, Duta Besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amir Saeed Iravani, menggemakan penekanan Teheran pada posisi berprinsipnya, yakni “menggelar referendum dengan partisipasi seluruh warga Palestina”.
3. Dukungan Teheran terhadap Palestina bersifat spiritual, bukan militer
Sejak dini hari Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa, pejabat Iran dengan jelas menyatakan bahwa Teheran telah mengakui hak warga Palestina untuk membela diri.
Mereka juga menggambarkan dukungan terhadap bangsa Palestina "sebagai dukungan terhadap kaum tertindas."
Hamas, melalui rekaman yang dirilis, telah membuktikan bahwa tanpa diketahui oleh badan mata-mata Barat dan Israel, Hamas telah mempersiapkan diri untuk operasi tersebut. Oleh karena itu, Hamas dapat membela perjuangan Palestina tanpa dukungan militer dari Teheran.
Selain itu, menurut pernyataan pejabat AS, Iran tidak mendukung Hamas dalam Operasi Penyerbuan.
4. Hamas gambarkan Israel yang ringkih
Dengan menerobos perbatasan ke Israel dari Jalur Gaza melalui darat, udara, dan laut, serta menembakkan roket ke Tel-Aviv, para pejuang Hamas menggambarkan kerentanan Israel.
Dalam upaya untuk mendapatkan kembali reputasinya yang rusak, tentara Israel yang arogan melancarkan invasi darat ke dalam Jalur Gaza setelah melakukan pemboman di wilayah kecil tersebut.
Angkatan Darat Israel, yang didukung oleh orang-orang Barat termasuk perwira tinggi AS, telah menemui jalan buntu.
Perang dengan Hamas tampaknya seperti perang yang tidak pernah berakhir bagi Tel Aviv.
Kekeliruan dukungan militer Teheran untuk Hamas, yang telah digembar-gemborkan oleh media Barat, dimaksudkan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan bagi Israel oleh Barat.
5. Iran tidak mencari perang, namun mereka cukup siap
Para pejabat Tel Aviv terus mempromosikan perang Israel-Hamas sebagai perang proksi antara Teheran dan Washington.
Kebijakan ini berasal dari ketidakberdayaan rezim untuk melawan garis depan perlawanan.
6. Washington bakal rugi sendiri
Dalam sebuah artikel pada tanggal 3 Desember, surat kabar The Hill mengutip alasan bahwa serangan militer langsung oleh Angkatan Darat AS terhadap Iran akan merugikan Washington terlalu banyak tanpa banyak keuntungan.
Berkat sistem pertahanan udara jarak jauh, rudal antipesawat, ranjau laut, dan kendaraan udara tak berawak, Iran memiliki daya tangkal yang tinggi, yang memungkinkan Republik Islam memberikan respons yang menghancurkan terhadap setiap petualangan militer.
7. Pertimbangkan ancaman terhadap Iran
Di sisi lain, pada pertengahan Oktober dan selama kampanye dengan slogan "Saya lawanmu" lebih dari 2.700.000 warga Iran mendaftarkan diri, menyuarakan kesiapan mereka untuk mendukung pembelaan sah bangsa Palestina.
Prestasi militer Iran yang mengejutkan bersama dengan dukungan terhadap sistem yang diilhami oleh revolusi Islam telah membuat musuh berpikir ulang dalam ancaman mereka terhadap Iran.
Pembunuhan Ismail Haniyeh
Eskalasi tampaknya tak terelakkan menyusul pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran pada Rabu (31/7/2024).
Seorang peneliti di Pusat Studi Strategis Timur Tengah di Teheran, Abas Aslani mengatakan pembunuhan Haniyeh akan berdampak di seluruh kawasan dan sekitarnya.
“Konteksnya juga penting karena dia dibunuh tepat setelah upacara pelantikan presiden Iran dan pertemuan dengan pejabat senior Iran,” kata Aslani dilansir Al Jazeera.
"Saat ini, ketika kita berbicara, eskalasi tampaknya tak terelakkan," kata Aslani, seraya menambahkan bahwa pembunuhan itu terjadi tepat ketika presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, berbicara tentang dialog dan keterlibatan dengan Barat.
“Netanyahu tidak ingin ini terjadi,” katanya.
“Kita mungkin harus mengucapkan selamat tinggal pada gencatan senjata untuk saat ini karena ini dapat meningkat menjadi perang regional. Perdana Menteri Israel berusaha melakukan segala cara untuk memperpanjang kehidupan politiknya".
"Ia ingin melanjutkan perang [di Gaza], dan saya pikir ini dimaksudkan tidak hanya untuk memengaruhi proses di Teheran dan kawasan tersebut, tetapi juga di Washington,” katanya.
"Ia ingin memengaruhi kampanye politik di Amerika Serikat. Mungkin melemahkan Demokrat dan memberi lebih banyak peluang kepada Donald Trump," imbuhnya.
Garda Revolusi Iran mengatakan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dibunuh di Teheran pada Rabu (31/7/2024) pagi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran langsung menyuarakan komentarnya atas tewasnya Haniyeh.
"Darah pemimpin Hamas "tidak akan pernah terbuang sia-sia," katanya, dikutip dari Reuters.
“Kemartiran Haniyeh di Teheran akan memperkuat ikatan yang dalam dan tak terpatahkan antara Teheran, Palestina, dan poros perlawanan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)