Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Mengapa Pelaku Perdagangan Manusia di Afrika Bisa Terus Menemukan Korban Baru?

Tujuh juta orang Afrika hidup dalam perbudakan modern. Banyak dari mereka yang jatuh ke dalam cengkeraman pelaku perdagangan manusia…

zoom-in Mengapa Pelaku Perdagangan Manusia di Afrika Bisa Terus Menemukan Korban Baru?
Deutsche Welle
Mengapa Pelaku Perdagangan Manusia di Afrika Bisa Terus Menemukan Korban Baru? 

Menurut laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi IOM, setidaknya 8.565 orang meninggal di jalur migrasi internasional tahun lalu – lebih dari 3.100 di antaranya di Mediterania dan 1.900 lainnya di Afrika.

Hal ini menjadikan tahun 2023 sebagai tahun paling mematikan dalam perdagangan manusia, sejak kasus-kasus ini mulai terdokumentasi.

Konflik meningkatkan penderitaan

"Orang-orang yang menjadi korban perdagangan manusia seringkali melarikan diri ke negara lain untuk menghindari pelakunya dan mereka yang melakukan kekerasan,” ujar Leonie Jantzer dari organisasi bantuan dan hak asasi manusia Medico International kepada DW. Yang terakhir, para migran yang berangkat juga terkadang menjadi korban perdagangan manusia.

Perempuan dan anak perempuan sangat terkena dampaknya: "Mereka dijanjikan di negara asal mereka bahwa mereka akan diangkut ke Eropa atau negara-negara Magreb, namun mereka mendapati diri mereka berada dalam cengkeraman penyelundup manusia, harus menjual tubuh mereka dan jadi pekerja seks,” kata Jantzer.

Tampaknya sangat sulit untuk keluar dari situasi ini.

Migrasi "dikriminalisasi”

"Jika migrasi dilegalkan, maka bisnis para penyelundup tidak akan berjalan,” tegas Jantzer. Migrasi di benua Afrika semakin dikriminalisasi, yang mendorong perdagangan manusia, demikian kritik konsultan pengungsi dan migrasi.

Karena tekanan dari Uni Eropa (UE), maka gelombang deportasi saat ini semakin banyak, misalnya dari Aljazair ke Niger. Mayoritas migran tidak mempunyai cukup uang untuk pergi ke Uni Eropa.

BERITA TERKAIT

Namun sejak pertengahan tahun 2000-an, terlihat jelas bahwa UE memperluas batas pengawasannya ke benua Afrika. UE bekerja sama dengan pasukan keamanan Afrika, tidak hanya mengendalikan wilayah pesisir, namun juga penyeberangan perbatasan dan rute intra-Afrika, ujar Jantzer.

Negara-negara anggota Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat ECOWAS, serta banyak negara Afrika lainnya, bekerja sama untuk mengekang perdagangan manusia dan penyelundupan migran – dengan bantuan Interpol dan Afripol.

Polisi dari 54 negara Afrika menjalin kerja sama dalam operasi gabungan pertama "Flash-Weka" setahun yang lalu – di mana lebih dari 1.000 penangkapan dilakukan dan ribuan korban jaringan kriminal terungkap.

Konflik meningkatkan penderitaan

"Orang-orang yang menjadi korban perdagangan manusia seringkali melarikan diri ke negara lain untuk menghindari mereka yang melakukan kekerasan,” ujar Leonie Zantzer dari organisasi bantuan dan hak asasi manusia Medico International kepada DW.

Yang terakhir, para migran yang berangkat juga terkadang menjadi korban perdagangan manusia.

Mereka yang bekerja dalam jaringan perdagangan manusia ini memperhatikan peningkatan perekrutan online melalui platform internet.

Pelaku perdagangan manusia menggunakan teknologi komunikasi yang semakin modern untuk mengeksploitasi korbannya dengan berbagai cara: Mulai dari merekrut calon korban hingga memeras mereka dengan foto dan video. Jaringan serupa telah ditemukan di Burkina Faso, Kamerun, Pantai Gading, Ghana, Guinea dan Mali.

Halaman
123
Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas