Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN?

Ketika pemerintah bergegas menyiapkan infrastruktur dasar dan menggelontorkan puluhan miliar rupiah demi upacara 17 Agustus perdana…

zoom-in Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN?
BBC Indonesia
Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN? 

“Hitung-hitung saya juga bersedekah,” kata Titin ketika ditemui.

Persoalannya, pesantren ini sebenarnya tidak memiliki sumber air bersih untuk menopang kebutuhan tersebut. Setiap hari, mereka harus membeli air untuk kebutuhan mandi cuci kakus seharga Rp350.000 hingga Rp450.000 per tangki. Itu belum termasuk kebutuhan untuk air minum yang juga harus dibeli.

"Di sini tidak ada air. Susah banget air di sini. Jadi, untuk air minum saya perlu beli jauh. Kalau air [yang beli] di sini tidak bisa dipakai masak, apalagi minum. Kotor," tutur Titin.

Namun pada sore itu, truk pengangkut air bersih yang mereka pesan tak kunjung tiba. Titin menduga keterlambatan itu disebabkan oleh kondisi cuaca dan lalu lintas yang tidak bersahabat.

“Mungkin karena hujan, macet, mobilnya enggak bisa masuk ke area sini,” tutur Titin.

Polusi debu dan sulitnya air bersih adalah masalah yang juga dialami oleh banyak warga lainnya di sekitar megaproyek IKN.

“Dulu memang alhamdulillah tidak ada debu. Ya, aman. Dulu santri saya juga piketnya hanya sehari. Sekarang ini selama ada IKN piketnya jadi dua kali. Itu pun kadang mereka mengeluh kecapean,” ujar Titin.

BERITA TERKAIT

Terkadang ada santri-santrinya sampai batuk-batuk, meski Titin tak bisa menyimpulkan apakah itu karena debu proyek atau faktor lainnya.

Salah satu santri bernama Fikrom, merasakan betul perbedaan pondok pesantrennya antara dulu dan sekarang.

“Dulu segar, beda kayak sekarang, panas, banyak debu. Dulu pepohonannya hijau, segar lah pokoknya,” kata Fikrom.

“Aktivitas belajar, bermain, olahraga jadi terganggu. Kalau banyak mobil yang lewat, bising, kadang bisa konsentrasi, kadang enggak. Kalau sekarang mau pergi jogging, malah cari penyakit," kata Fikrom.

Titin mengaku tak masalah menanggung segala ketidaknyamanan itu untuk sementara waktu. Asalkan, dia dan santri-santrinya tak terusir dan bisa menjadi bagian dari IKN.

Apalagi, Titin juga telah merasakan dampak ekonomi dari kehadiran IKN karena menyewakan kamar-kamar kontrakan untuk para pekerja proyek.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas