Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN?

Ketika pemerintah bergegas menyiapkan infrastruktur dasar dan menggelontorkan puluhan miliar rupiah demi upacara 17 Agustus perdana…

zoom-in Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN?
BBC Indonesia
Bagaimana rasanya hidup di sekitar kemegahan megaproyek IKN? 

Lahan milik Titin adalah salah satu dari 2.086 hektare lahan yang belum dibebaskan.

“Jangan [dilihat] sekarang begini ada dampak debunya, ada enggak nyaman berisik-berisiknya. Kami bertahan-tahan begini, nanti kami ingin menikmati [IKN] juga,” kata dia.

Titin pun ingin ikut merasakan kemeriahan perayaan Hari Kemerdekaan di IKN.

“Ingin merasakan juga kemeriahannya, cuma sampai sekarang enggak tahu gimana nanti ke depannya,” kata Titin.

Sebagian warga memang diundang untuk ikut upacara di kawasan istana. Namun, sampai saat ditemui, Titin tidak termasuk di antaranya. Jadi walaupun berjarak cukup dekat dari pusat kemeriahan, Titin kemungkinan hanya akan menyaksikan lewat layar kaca.

Padahal Titin punya kontribusi bagi mereka yang lalu lalang mempersiapkan perayaan itu.

“Air kami pasti terpakai,” kata Titin.

'Selamat datang di Nusantara'

BERITA TERKAIT

“Udara sejuk. Udara bersih, sesuai yang kita impikan. Bahwa kita ingin sebuah ibu kota yang 'green', baik energinya, baik kendaraan listriknya, baik lingkungannya, udaranya, semuanya,” kata Presiden Jokowi ketika mengajak menteri-menterinya ngopi di salah satu embung di Nusantara pada Senin (12/08).

Agenda itu adalah salah satu rangkaian dari kunjungan Presiden Jokowi ke Nusantara sebelum menggelar sidang kabinet perdana di Istana Garuda.

Esok harinya, Jokowi memamerkan Nusantara kepada para kepala daerah dari seluruh Indonesia.

"Selamat datang di Nusantara," kata Jokowi, disambut tepuk tangan para kepala daerah.

Pada momen itu, Jokowi menceritakan bagaimana dia selama 10 tahun terakhir merasa dibayang-bayangi oleh “bau-bau kolonial” ketika berada di istana di Jakarta dan Bogor.

"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi, Belanda. Bekas gubernur jenderal Belanda, dan sudah kita tempati 79 tahun. Bau-baunya kolonial, selalu saya rasakan setiap hari. Dibayang-bayangi," kata Jokowi.

Pembangunan IKN ini, sambung dia, adalah pembuktian bahwa Indonesia bisa membangun ibu kota sesuai dengan keinginan sendiri.

Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, turut menghadiri rangkaian kegiatan Jokowi di IKN pada 12-14 Agustus.

Berdasarkan pengamatan Raja, Istana Garuda memang lebih luas dan besar kalau dibandingkan dengan Istana Merdeka, Jakarta.

Ukiran kayu di dinding dan lampu kristal di langit-langitnya membuat Istana Garuda terasa megah, walaupun belum banyak interior.

Tetapi, hawa-hawa bangunan baru masih begitu terasa. Debu-debu pembangunan masih ada, dan bau cat masih tercium.

Saat menghadiri pengukuhan Paskibraka, cat putih di tembok Istana Negara masih luntur dan mengenai bajunya.

Air keran layak minum hingga hotel bintang lima

Dua hari sebelum Presiden Jokowi tiba, saya juga sempat berkeliling di kawasan inti pemerintahan di Nusantara.

Di sekitar Istana Garuda, suasananya terasa kontras dengan di luar sana. Aura pembangunan memang masih terasa, tapi setidaknya, udara yang saya hirup di area ini tak lagi bercampur dengan debu. Saya bisa membuka masker saya dan bernapas dengan lega.

Hamparan rumput yang hijau terlihat di depan Istana Garuda dan Istana Negara. Desain istana yang menyerupai burung garuda, karya seniman Nyoman Nuarta, menjadi pusat perhatian yang mencolok di antara gedung-gedung pemerintahan lainnya.

Di depan tiang bendera di Plaza Seremoni –lapangan tempat upacara 17 Agustus akan digelar—sejumlah anggota Paskibraka tengah berlatih.

Untuk menuju ke kawasan istana ini, kami melewati jalan beraspal selebar 50 meter. Di sisi kanan kirinya terdapat trotoar yang lebar. Nantinya, moda transportasi autonomous rail transit (ART) akan beroperasi di jalan-jalan seperti ini.

Di sisi kiri jalan dari arah kami datang, rumah jabatan menteri juga telah berdiri. Pemerintah menggelontorkan anggaran Rp14 miliar per unit untuk membangun rumah jabatan berkonsep rumah pintar itu.

Belasan rusun ASN diklaim sudah siap dibangun. Rencananya, kloter pertama ASN akan pindah ke IKN pada September. Mereka akan menghuni rusun ini secara gratis sebagai rumah dinas.

Namun ketika diklarifikasi, Presiden Jokowi mengatakan “tidak akan memaksakan” kalau memang fasilitas pendukungnya belum siap.

"Kalau memang belum siap, ya diundur," tutur Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau.

Salah satu yang “spesial” dari rusun ini adalah fasilitas tap water sehingga air kerannya dapat langsung dikonsumsi. Sumber air bakunya berasal dari Bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku.

Saya mencicipi air dari fasilitas tap water itu. Airnya jernih dan tak berbau. Rasanya juga layaknya air biasanya saja - seperti minum dari air keran yang sudah dimasak. Bedanya, saya tak perlu repot-repot untuk memasak air keran ini.

Saya bertanya kepada Agung Wicaksono, Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN yang saat itu mendampingi kami berkeliling, dari mana sumber air yang layak minum ini?

“Sumber airnya ada dua, ada Bendungan Sepaku-Semoi dan intake Sepaku. Kalau Bendungan Sepaku-Semoi itu sumber airnya dari Sungai Tengin, kalau intake dari Sungai Sepaku. Yang sudah dialirkan ke sini itu dari intake Sepaku. Kemudian diolah di water treatment,” jelas Agung.

Baru belakangan, setelah saya menyicip air itu, Agung mengungkap bahwa masih perlu dipastikan apakah kualitas airnya masih sama layaknya dengan yang sudah teruji di titik pengelolaan air minum.

“Pak Basuki [Menteri PUPR] sudah pernah minum kan, itu di water treatment. Untuk ke sini kan masih melewati pipa lagi, itu yang masih diuji lagi apakah kualitasnya sama layaknya,” jelas Agung.

Untungnya, saya merasa baik-baik saja setelah meminum air itu.

Kami melanjutkan perjalanan ke salah satu embung yang akan menjadi area konservasi air. Nantinya, ketika IKN sudah dihuni, embung-embung ini bisa menjadi tempat rekreasi.

Hotel bintang lima pertama di Nusantara, Swissotel, juga telah siap beroperasi menyambut tamu-tamu VVIP dengan harga kamar per malam mulai Rp2,2 juta hingga Rp20 juta.

Tetapi selain di kawasan istana, pembangunan IKN masih jauh dari rampung. Jalan di depan rusun para ASN pun masih tanah bergelombang.

Rumah sakit masih juga masih dibangun dan, menurut pemerintah, baru akan difungsikan lantai dasarnya sebagai layanan unit gawat darurat saat upacara 17 Agustus digelar. Masih banyak fasilitas-fasilitas publik yang juga perlu dibangun.

Secara fisik, itulah yang tercapai dalam dua tahun pembangunan kawasan inti pemerintahan di IKN.

“Kami tidak membangun hanya untuk bulan Agustus saja. Ini adalah bagian dari pembangunan, kami memulai sesuatu untuk masa depan negara ini,” kata Ketua satgas percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara, Danis Sumadilaga.

Dan lewat upacara 17 Agustus 2024 ini, pemerintah ingin memperlihatkan cikal bakal dari kota yang digadang-gadang akan menjadi ‘smart forest city’.

“Pemerintah sudah memulai di kawasan inti untuk pemerintahan di sini. Ini menunjukkan kuatnya keinginan kita untuk menyelesaikan fisiknya yang berkaitan baik dengan Istana Presiden-Wakil Presiden, kemudian kemenko, kemudian kementerian,” kata Jokowi.

“Kita harapkan itu akan mendorong investor sebanyak-banyaknya untuk masuk ke investasi di IKN, karena investasi di IKN ini adalah investasi masa depan, bukan sekarang."

Associate Professor bidang Urban Design dari Monash University Indonesia, Eka Permanasari, mengatakan momen 17 Agustus ini menjadi pertaruhan “sangat besar” bagi proyek IKN.

“Ini adalah showcase bagi pemerintah untuk mendapatkan investor karena kita tahu 80 persen pembiayaan IKN itu bertumpu pada investor,” kata Eka.

“Kalau itu bisa tersampaikan, mungkin pemerintah bisa meyakinkan investor untuk berinvestasi di Indonesia untuk membangun IKN,” sambung Eka.

'Salurkan airnya ke masyarakat juga'

Air yang saya minum di rusun ASN bersumber tak jauh dari rumah Pandi, seorang warga suku Balik di Kecamatan Sepaku yang masih teguh dengan sikapnya menolak keberadaan IKN.

Di belakang rumah Pandi terdapat sungai yang selama ini menjadi sumber air mereka. Tetapi sejak Intake Sepaku dibangun, sungai itu tak lagi mengalir. Airnya menjadi kotor dan tak bisa dikonsumsi.

Syamsyiah, istrinya, bercerita bahwa air dari sungai di belakang rumah mereka itu dulunya bahkan menjadi sumber air minum mereka.

Tapi kini, mereka harus membeli. Air sungai itu kini hanya mereka gunakan untuk mandi dan mencuci dengan cara disaring lebih dulu.

“Kami di sini hampir 90 persen menggunakan air sungai, dengan adanya intake di sini ada perubahan-perubahan. Ada penanggulan di pinggiran sungai, mungkin warga akan kesusahan mendapatkan air,” kata Pandi kepada wartawan BBC, Astudestra Ajengrastri.

"Makanya kami, beberapa tokoh mewakili warga, minta perusahaan Intake untuk menyalurkan air tidak hanya ke IKN, tapi ke masyarakat juga,” sambungnya.

Soal ini, Danis Sumadilaga mengatakan bahwa sebelum pembangunan IKN, sudah ada PDAM yang menyediakan air bersih untuk warga - namun tak semua rumah tersambung.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang mengidentifikasi daerah-daerah yang belum terlayani oleh akses air bersih di sekitar IKN, kata dia.

“Air yang ada sangat cukup untuk memberi semuanya. Sebagai gambaran, [bendungan] ini bisa punya kapasitas 2.500 liter per detik, di Intake Sepaku bisa 3.000 liter per detik. Padahal saat ini yang digunakan baru 300 liter per detik," kata Danis kepada saya.

"Ini hanya masalah waktu. Kami akan berusaha secepatnya untuk mengisi air bersih, bahkan air minum untuk masyarakat yang belum terfasilitasi atau belum terpenuhi kebutuhan air bersihnya,” sambung dia.

Kementerian PUPR menargetkan penyediaan air bersih untuk masyarakat akan mulai pada 2025.

'Kalau secara finansial, lebih senang sekarang'

Ponsel milik Budi Pranata, 42, kerap berdering. Panggilan itu berasal dari nomor-nomor yang tak dia kenal. Tapi Budi sudah bisa menebak bahwa yang menelepon adalah orang-orang yang mencari penginapan.

Sebelum ada proyek IKN, Budi bekerja di pertambangan di kawasan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Tapi karena IKN, tambang-tambang di sekitarnya tak boleh lagi beroperasi.

Dulu dia tinggal di Desa Bumi Harapan, berseberangan dengan area yang kini menjelma menjadi rumah susun untuk anggota Polri di IKN.

Ketika IKN mulai dibangun, Budi dan keluarganya diminta untuk pindah.

“Kami langsung setuju begitu saja. Bukan apa-apa, kompensasinya sesuai dengan harapan,” kata Budi. Apalagi suasana di rumah lamanya mulai tak nyaman akibat debu proyek pembangunan.

Tak seperti sebagian tetangganya yang terpaksa menjauh dari IKN demi tanah yang lebih murah, Budi dan istrinya masih punya tanah yang jaraknya hanya sekitar empat kilometer dari rumah lama mereka.

Di situ lah Budi membangun kontrakan 11 pintu, memanfaatkan kebutuhan yang muncul dari para pekerja di IKN.

Mengelola kontrakan adalah hal baru bagi Budi. Dia kemudian mengikuti pelatihan dari Otorita IKN soal bagaimana menjalankan kontrakan dan penginapan.

“Bagaimana cara menerima tamu yang baik, pelayanan kepada tamu, cara menyusun kasur, terus apa saja yang dipersiapkan di penginapan agar orang-orang luar itu lebih tertarik,” kata Budi.

Keseharian Budi pun berubah. Dia menjadi lebih sering di rumah dan fokus mengelola kontrakannya.

Budi menerapkan tarif penginapan sebesar Rp350.000 per malam dengan fasilitas kamar mandi di dalam dan pendingin ruangan. Kalau ada yang ingin menyewa bulanan, tarifnya Rp5 juta per bulan.

Menjelang peringatan 17 Agustus, kamar-kamar itu sudah habis dipesan.

“Kalau secara finansial, lebih senang yang untuk sekarang. Karena lebih signifikan lah ekonomi itu meningkat selama ada IKN,” kata Budi.

Megaproyek Nusantara telah mengubah wajah Kecamatan Sepaku, kecamatan terdekat dari ibu kota baru tempat Budi tinggal.

Ada semakin banyak pendatang di kawasan ini. Padahal dulunya, area ini dihuni oleh orang-orang Suku Balik, Suku Paser, dan transmigran yang datang pada era Orde Baru.

Menurut Budi, area ini dulunya juga sepi dan hanya dilewati oleh pekerja perkebunan atau orang-orang yang berkendara menuju Kalimantan Selatan.

Kawasan ini menjadi penopang bagi para pekerja yang datang dari luar daerah. Warung makan, restoran, café, minimarket, kos-kosan, rumah kontrakan, serta homestay dan hotel bermunculan.

Beberapa ratus meter dari rumah kontrakan Budi, seorang warga transmigran, Lina Ekawati, mengubah tiga petak sawah yang dia punya menjadi tempat penyaringan air.

Sawah itu dulunya adalah jatah yang didapat ibunya dari pemerintah Orde Baru ketika bertransmigrasi dari Pulau Jawa ke Sepaku.

Sampai Agustus ini, permukiman masyarakat pun belum tersambung oleh infrastruktur pengelolaan air bersih yang dibangun oleh pemerintah untuk IKN.

Jadi, Lina mengambil air dari sungai di dekat sawahnya, lalu menyaring air sungai itu agar bisa dimanfaatkan untuk mandi cuci kakus.

Dia menjualnya dengan harga Rp15.000 per tandon. Dalam satu hari, ada lebih dari 50 tandon air yang terjual.

Air itu dikirimkan menggunakan mobil pick-up ke para pelanggannya, mulai dari masyarakat sekitar sampai pekerja di dalam proyek IKN.

“Kalau sekarang ini, lebih menguntungkan jualan air dibanding menjadi petani,” kata Lina.

Budi dan Lina sama-sama berharap suatu hari nanti mereka bisa turut merasakan fasilitas-fasilitas di IKN.

“Kami ingin merasakan contoh air yang langsung bisa diminum, terus adanya fasilitas pesawat angkut untuk terbang, kereta tanpa rel, kami ingin merasakan itu,” kata Budi.

‘Warga sekitar harus menjadi bagian dari selebrasi ini’

Di atas kertas, tujuan pembangunan IKN memang terdengar serba ideal dan pesan itulah yang ingin disampaikan oleh pemerintah lewat perhelatan 17 Agustus.

Namun Eka Permanasari dari Monash University Indonesia mengingatkan agar masyarakat sekitar harus menjadi bagian dari selebrasi ini.

“Jangan hanya mengimpor desain lalu diberlakukan begitu saja. Warga sekitar juga harus untuk menjadi bagian dari selebrasi ini. Jadi mereka enggak cuma sekedar melihat, bengong, terus, ‘kita kemana?’” tutur Eka.

Sayangnya, pelibatan masyarakat setempat dalam pembangunan IKN dan selebrasi semacam ini dia nilai masih kurang maksimal.

Dia juga mengingatkan agar pemerintah tak hanya fokus membangun kawasan inti IKN, namun juga mengembangkan kawasan sekitarnya untuk mencapai tujuan pemerataan yang digaungkan oleh pemerintah.

“Karena pembangunannya di titik ini, jangan sampai hanya di sini saja yang berkembang, lalu orang-orang berbondong-bondong pindah ke sini. Itu hanya akan menjadikan IKN seperti Jakarta lainnya,” kata dia.

Bagaimana masa depan IKN?

Sejarah akan mencatat Nusantara sebagai warisan Presiden Jokowi, walau dia hanya punya waktu sekitar dua tahun sebelum lengser untuk mulai membangunnya.

Ada beragam spekulasi terkait keberlanjutan pembangunan IKN begitu presiden berganti. Tetapi di hadapan Jokowi dan para wartawan, presiden terpilih Prabowo Subianto mengutarakan tekadnya untuk melanjutkan proyek ini.

"Saya kira sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa saya bertekad untuk melanjutkan kalau bisa menyelesaikan ya. Pak Jokowi sudah mengambil peran sejarah, beliau yang inisiasi, minimal saya lanjutkan. Kalau bisa saya ikut yang menyelesaikan," kata Prabowo di Nusantara, Senin (12/08).

Walau begitu, Eka Permanasari mengatakan proyek IKN akan menjadi tugas yang berat dan menantang bagi pemerintahan Prabowo. Apalagi, Prabowo memiliki program makan siang gratis yang berbiaya besar.

"Ini sangat sulit di saat pemerintah juga membutuhkan pendanaan untuk IKN, mereka juga butuh dana untuk mewujudkan [program makan siang gratis] itu," tutur Eka.

Program mana yang akan diprioritaskan, dan seberapa besar skala keberlanjutan IKN nanti, Prabowo lah yang akan menjawabnya setelah menjabat nanti.

Raja Eben Lumbanrau, Astudestra Ajengrastri dan Haryo Bangun Wirawan berkontribusi dalam liputan ini.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas