Peta Rencana Israel Ambil Lagi Tanah Palestina di Tepi Barat, Terletak di Dalam Situs UNESCO Battir
Israel berencana ambil lagi tanah Palestina di Tepi Barat. Kali ini lokasinya di dalam situs warisan dunia UNESCO, Battir.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Israel baru saja menerbitkan rencana untuk pemukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.
Rencana pemukiman baru itu diumumkan oleh menteri keuangan Israel, Bezalel Smotrich, pada Rabu (14/8/2024).
Padahal sebulan yang lalu, pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja menganggap pemukiman Israel di wilayah tersebut adalah ilegal.
Bezalel Smotrich, yang merupakan seorang politikus sayap kanan dan sekutu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menulis dalam bahasa Ibrani dalam sebuah postingan panjang di X.
"Garis biru sepanjang 602 dunam diterbitkan untuk pembangunan pemukiman Nahal Heletz, di Gush Etzion, klaster pemukiman di Tepi Barat."
Mengutip Newsweek, Smotrich menyebutnya pemukiman baru itu adalah bagian dari "misi nasional" untuk terhubung ke Yerusalem.
Ia mengatakan bahwa pemukiman itu adalah "momen bersejarah."
Pemukiman Israel baru tersebut mencakup sekitar 150 hektar dan terletak di dalam Situs Warisan Dunia UNESCO Battir, di sebelah barat laut Betlehem, dan dekat pemukiman Israel Har Gilo, menurut Agence France-Presse.
Pada tahun 2014, UNESCO menetapkan situs tersebut karena teras batu yang khas dan irigasi tanaman anggur serta pohon zaitun.
"Tidak ada keputusan anti-Israel dan anti-Zionis yang akan menghentikan pembangunan permukiman," tulis Smotrich dalam postingan tersebut.
Ia menambahkan: "Kami akan terus melawan proyek berbahaya untuk mendirikan negara Palestina dengan menciptakan fakta di lapangan."
Baca juga: Palestina Kecam Keputusan Israel yang Akan Membangun Pemukiman Baru di Tepi Barat
Smotrich sering kali menggunakan retorika anti-Palestina, seperti menyebut negara Palestina "berbahaya."
Minggu lalu, ia dikecam oleh beberapa pemimpin internasional karena menyebut bahwa membuat warga Gaza kelaparan adalah sesuatu yang dibenarkan.
Smotrich menyebut langkah itu sebagai bagian dari "misi nasional" untuk menghubungkan Gush Etzion ke Yerusalem.
Ia tidak mendukung solusi dua negara yang akan mendirikan negara Palestina yang merdeka.
Peace Now, kelompok antipermukiman Israel, mengecam rencana permukiman tersebut.
Namun pemukiman ini hanyalah bagian kecil dari proposal yang lebih besar untuk lima permukiman baru yang diusulkan oleh Administrasi Sipil Kementerian Pertahanan Israel pada bulan Juni.
Peace Now menyebutnya sebagai serangan besar-besaran terhadap situs warisan dunia.
Pada bulan Juli, setelah usulan awal itu diumumkan, Peace Now mengatakan:
"Pembentukan pemukiman tersebut bertujuan untuk memutus hubungan daerah itu dengan Betlehem, mengubahnya menjadi daerah kantong di wilayah Israel dan dengan demikian mencegah kemungkinan berdirinya negara Palestina."
Smotrich adalah seorang advokat untuk permukiman dan saat ini tinggal di salah satu permukiman di sebelah barat Nablus, Kedumim.
Pada bulan Juni, ia berkata, "Kabinet Keamanan mengesahkan satu pemukiman untuk setiap negara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara pada bulan lalu."
Tahun lalu, sebuah laporan oleh Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa 700.000 pemukim Israel tinggal secara ilegal di Tepi Barat yang diduduki.
Upaya Internasional untuk Mengakui Negara Palestina
Hingga Mei 2024, 143 negara anggota PBB memberikan suara mendukung resolusi untuk memberikan hak dan keistimewaan baru kepada negara Palestina.
Dewan Keamanan juga didesak untuk mempertimbangkan penerimaan negara tersebut ke PBB.
Baca juga: Hamas Sambut Baik Pernyataan ICJ soal Pendudukan Israel di Palestina
9 negara memberikan suara menentang resolusi tersebut, termasuk Amerika Serikat dan Israel.
Pukulan dari ICJ
Pada bulan Juli, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan pendapat penasehat yang menyatakan bahwa kehadiran Israel yang berkelanjutan di Tepi Barat sejak 1967 adalah ilegal.
ICJ lantas mendesak Israel untuk segera menghentikan semua permukiman baru, mengevakuasi pemukimnya, dan memberikan reparasi.
Namun sayangnya, pendapat ICJ itu, yang disampaikan oleh panel yang terdiri dari 15 hakim dari seluruh dunia, termasuk satu dari Amerika Serikat, tidak memiliki langkah-langkah penegakan hukum.
Israel pun memilih mengabaikan dan menolak putusan tentang masalah tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)