Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Prajurit Ukraina Eks Polisi Maju ke Garis Depan Berbekal Sekop Tumpul, Menyerah Karena Kelaparan

Peperangan Rusia melawan Ukraina meninggalkan trauma tersendiri dari orang-orang yang terlibat secara langsung di garis depan.

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Prajurit Ukraina Eks Polisi Maju ke Garis Depan Berbekal Sekop Tumpul, Menyerah Karena Kelaparan
Anatolii STEPANOV / AFP
Ilustrasi seorang tentara Ukraina menggali parit di garis depan dekat kota Kreminna, wilayah Lugansk 

TRIBUNNEWS.COM -- Peperangan Rusia melawan Ukraina meninggalkan trauma tersendiri dari orang-orang yang terlibat secara langsung di garis depan.

Selain menghadapi ancaman serangan para musuhnya, mereka juga berada di bawah ancaman para atasannya kalau tak mau berperang akan dieksekusi rekannya sendiri.

Salah satu prajurit tersebut adalah Aleksandr Makievsky, mantan perwira polisi Ukraina yang ditangkap oleh pasukan Rusia.

Baca juga: Pemimpin Chechnya Siap Kirim Tesla Cybertruck Dilengkapi Senapan Mesin untuk Perangi Ukraina

Russia Today mengabarkan prajurit tersebut menyerah bersama beberapa rekannya karena kelaparan tak diberi makanan dan minuman atasannya selama berhari-hari di medan perang.

Kementerian Pertahanan Rusia memberitakan Makievsky menyerahkan diri secara sukarela setelah mengalami kesulitan dalam peperangan.

Ia menuding komandannya yang kejam dan tidak berperasaan kepada para prajuritnya sendiri. Ia dan beberapa rekannya ditinggal kabur begitu saja oleh atasannya.

Makievsky sejatinya adalah seorang perwira polisi di Ukraina. Namun ia dipecat oleh kepolisian akibat menolak bergabung menjadi prajurit untuk berperang.

BERITA REKOMENDASI

Berselang tiga bulan ia kehabisan uang dan mau tak mau ia harus menandatangani kontrak militer karena alasan tersebut.

Penawaran bahwa ia akan ditempatkan di garis kedua peperangan tersebut juga yang membuatnya bersedia bergabung dengan militer Ukraina.

Pria ini berpikir kalau ia tidak akan berperang langsung melawan pasukan Rusia. Akan tetapi janji tinggal janji, kenyataannya ia ditempatkan digaris depan peperangan. memang bukan untuk berperang, ia bertugas menggali parit untuk benteng pasukan Kiev.

Baca juga: Gempa M 7,0 Guncang Rusia, Beberapa Gempa Susulan Tercatat hingga USGS Keluarkan Peringatan Tsunami

“Kami segera dibawa dan dibuang ke sana dan disuruh menggali. Sekopnya tumpul, pekerjaan tidak mungkin dilakukan,” kenangnya. “Kami tidak punya makanan atau air. Pada hari keenam, saya pikir saya akan mati.”

Ia juga menceritakan bagaimana suatu hari ia mendengar obrolan radio yang sangat kacau dan menegangkan ketika satu kelompok Ukraina memutuskan untuk mundur.


“[Kelompok itu] diberi tahu: ‘Jika kalian mundur, kami akan menembakkan roket Grad ke posisi kalian. Perang akan menghapus semuanya.”

Makievsky mengakui bahwa ia takut dan ingin pergi, tetapi ia tahu bakalan dieksekusi oleh rekan-rekan pasukannya.

“Dua bangsa yang bersaudara sedang diadu satu sama lain. Perang adalah neraka. Pemerintah menggelapkan uang sementara rakyat biasa menderita. Mereka berbisnis, dan komandan tidak lebih baik,” tambahnya.

Aleksandr Makievsky
Aleksandr Makievsky

Banyak tentara Ukraina yang memilih untuk menyerah menuduh Kiev memperlakukan mereka sebagai “umpan meriam” dan gagal mendukung mereka dalam pertempuran dengan peralatan dasar.

Mereka juga mengeluhkan kurangnya pelatihan dasar dan banyaknya desersi. Sementara itu, militer Rusia telah menyiapkan frekuensi radio khusus yang dapat digunakan warga Ukraina untuk menyerah sambil menjamin perlakuan manusiawi kepada tawanan perang.

Ukraina Tahan 250-an Pasukan Rusia di Kursk

Hal tersebut tidak terjadi pada pasukan Ukraina saja. Tentara Rusia pun mengaku dipaksa menjadi pasukan Vladimir Putin karena paksaan dari negaranya.

Seorang wajib militer yang menyebut dirinya sebagai Nikolai mengatakan kepada The Washington Post bahwa ia melukai dirinya sendiri dengan granat dengan harapan akan mati dan tidak ditangkap.

Ia mengatakan pasukan Ukraina memberinya pertolongan pertama dan kemudian mengevakuasinya ke sebuah klinik, di mana ia menjalani rontgen dan operasi untuk mengeluarkan pecahan peluru dari lukanya.

"Kami tidak ingin bertempur. Kami dijanjikan tidak akan ambil bagian dalam aksi militer sama sekali. Namun, ada yang tidak beres," kata Nikolai.

Ia mengaku sebagai seorang wajib militer berusia 22 tahun dari Chelyabinsk, kepada Washington Post.

Nikolai  mengatakan pasukan Ukraina menyerang markas mereka pada 6 Agustus, dan komandan mereka meninggalkan para prajurit tanpa memberi mereka instruksi tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Karena takut mereka akan dibunuh jika tetap tinggal, para pemuda itu berjalan selama tiga hari melalui hutan dan rawa-rawa dan "tidur di tanah yang dingin," di mana mereka bertemu dengan sekelompok tentara Ukraina.

Nikolai bersama lebih dari 250 wajib militer ditawan oleh Angkatan Bersenjata Ukraina (UAF) selama operasi militer di wilayah Kursk.

The Washington Post melaporkan dari pusat penahanan untuk tentara Rusia menyebutkan, 320 warga Rusia yang akan dikirim ke kamp pemasyarakatan lain di Ukraina telah melewati penjara ini dalam 10 hari terakhir.

Berdasarkan laporan tersebut, para tentara tawanan tersebut mengaku diperlakukan dengan baik dan diberi perawatan medis yang diperlukan.

Para wajib militer tersebut menyebutkan bahwa perwakilan Palang Merah Internasional berada di penjara tersebut. Para tentara yang dipenjara diberi kertas dan perlengkapan sehingga mereka dapat menulis surat kepada keluarga mereka. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas