Sebut Zionis Dilanda Ketakutan Besar, Houthi Ungkap Alasan Iran Belum Juga Serang Israel
Kelompok Ansarallah atau Houthi di Yaman mengungkap alasan Iran dan sekutunya belum juga melancarkan serangan balasan ke Israel.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Kelompok Ansarallah atau Houthi di Yaman mengungkap alasan Iran dan sekutunya belum juga melancarkan serangan balasan ke Israel.
Sebelumnya, Iran dan sekutunya sudah bersumpah akan membalas serangan Israel yang menewaskan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh dan panglima Hizbullah, Fuad Shukr.
Namun, hingga kini Iran belum menunjukkan tanda-tanda bakal menggempur Israel.
Houthi memastikan Poros Perlawanan Iran tetap akan menyerang Israel. Kelompok itu kemudian menyebut salah satu alasan Iran belum melancarkan serangan.
"Poros Perlawanan pasti akan melakukan operasi pembalasan yang keras dan efektif. Perencaan secara hati-hati adalah salah satu alasan di balik penundaan serangan itu," kata pemimpin Houthi, Abdul Malil Al-Houthi, dalam pidatonya Kamis sore, (22/8/2024), dikutip dari Press TV.
Al-Houthi menyebut Israel kini dilanda ketakutan besar sembari menunggu serangan balasan Iran.
Meski Iran belum menyerang Israel, operasi perlawanan terhadap Zionis tetap dilakukan di seluruh Asia Barat.
"Operasi itu kini dalam level tertinggi di Lebanon selatan dan Israel menunggu balasan dari pejuang Hizbullah," ujar Al-Houthi.
Dia kembali menegaskan bahwa serangan balasan Iran pasti akan datang.
Adapun pekan ini Houthi menyerang Israel dengan 21 rudal balistik dan pesawat tanpa awak.
Sejak perang di Jalur Gaza meletus, Houthi juga menyerang kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel.
Baca juga: Iran Potensial Serang Israel Lewat Kombinasi Serangan Darat dan Laut, Bukan Soal Apa Tapi Kapan
Serangan itu adalah bentuk dukungan kepada warga Palestina di Gaza yang kini menghadapi invasi Israel.
Menurut Al-Houthi, sudah ada 182 kapal dagang yang ditargetkan pihaknya di Laut Merah.
Dia mengatakan Israel sudah melakukan kejahatan selama 321 hari terakhir dengan bantuan Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat lainnya.