Akui Tak Sanggup Lawan Iran dan Proksinya, Jenderal Israel Minta IDF Akhiri Dulu Perang di Gaza
Mayor Jenderal Israel Ziv mengakui bahwa militernya hingga saat ini belum mampu mengalahkan Hamas.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mayor Jenderal Israel Ziv mengakui bahwa militernya hingga saat ini belum mampu mengalahkan Hamas.
Ia mengungkapkan jumlah anggota Hamas yang masih berada di Gaza sekitar 20.000 orang.
Itu semuanya belum bisa dikalahkan oleh tentara Israel hingga saat ini.
"Sudah hampir setahun ini, kami belum mampu mengalahkan musuh terkecil kami (Hamas)," kata Ziv dalam komentar yang dimuat di situs berita Israel, Maariv, dikutip dari Al Jazeera.
Mengaku belum berhasil melenyapkan Hamas, ia memperingatkan kepada pasukannya agar tak memancing Iran.
Pasalnya, ia mengaku kewalahan dalam menangani Hamas, Iran dan proksinya dalam waktu yang bersamaan.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pasukannya untuk menghentikan perang di Gaza.
Namun tidak sekedar itu, maksud penghentian agresi di Gaza adalah agar mereka bisa fokus menyusun strategi dalam melawan Iran.
"Memang benar bahwa kita perlu berurusan dengan Iran, tetapi kita memerlukan strategi untuk itu, dan untuk itu, kita perlu menutup satu front, menangani yang lain, dan mengejar strategi yang lebih berarti terhadap Iran," kata Ziv, yang sebelumnya mengepalai direktorat operasi militer Israel.
Ia mendesak agar pasukan segera menarik mundur dari Gaza saat ini.
“Israel tentu tidak akan mampu melaksanakan tugas memerangi semua pihak jika mereka tidak mampu menutup garis depan yang paling sederhana sekalipun,” katanya.
Sebagai informasi, Iran berjanji membalas Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran.
Baca juga: Iran Nilai Israel Kehilangan Daya Tangkal Hadapi Serangan Hizbullah, Kewalahan Cegah Ratusan Roket
Meski belum memberikan informasi lebih lanjut terkait kapan serangan balasan akan diluncurkan, Wakil komandan Korps Garda Revolusi Islam, Ali Fadavi berjanji akan memberi hukuman berat pada Israel.
"Perintah pemimpin tertinggi mengenai hukuman berat terhadap Israel dan balas dendam atas darah martir Ismail Haniyeh sudah jelas dan eksplisit dan akan dilaksanakan dengan cara sebaik mungkin," kata Wakil komandan Korps Garda Revolusi Islam, Ali Fadavi, dikutip dari Al Jazeera.
Iran juga telah menggelar latihan militer besar-besaran untuk melancarkan serangan balasan ke Israel.
Latihan tersebut digelar selama 5 hari mulai tanggal 9 -13 Agustus 2024.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh wakil gubernur politik Qasr-e Shirin di Provinsi Kermanshah, Morad Babakhani.
"Latihan yang dimulai pada Jumat, sedang berlangsung di provinsi barat Kermanshah dekat perbatasan dengan Irak untuk "meningkatkan kesiapan tempur dan kewaspadaan," kata seorang pejabat angkatan bersenjata, dikutip dari Al-Arabiya.
Latihan militer ini digelar menyusul ancaman berulang dari pejabat Iran untuk membalas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
Serangan Balasan Hizbullah
Selain Iran, Hizbullah juga sebelumnya telah berjanji akan melancarkan serangan balasan pada Israel atas kematian komandan Hizbullah Fuad Shukr di Beirut.
Janji bukan sekedar janji, Hizbullah telah meluncurkan serangan balasan terhadap Israel pada Minggu (25/8/2024).
Hal tersebut diungkapkan oleh pemimpin Hizbullah Hasan Nasrallah.
Dalam pidatonya, Nasrallah mengatakan kelompoknya telah melakukan serangan dua tahap, pertama meluncurkan "340 roket Katyusha" ke 11 posisi militer di Israel utara dan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi.
Keberhasilan Hizbullah dalam melancarkan serangan balasan terhadap Israel mendapat pujian dari Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani mengatakan walaupun Israel tidak mengakui keberhasilan Hizbullah, fakta sebenarnya telah terungkap.
"Rezim Zionis mungkin dapat menyembunyikan, memutarbalikkan, atau menyensor sejumlah fakta terkait operasi Hizbullah Lebanon, tetapi mereka tahu betul bahwa fakta yang ada tidak akan berubah," tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, di X.
Menurut Kanaani, keberhasilan Hizbullah ini mampu membuat Israel kewalahan dan tidak dapat mencegah serangan.
"Tentara Israel telah kehilangan kekuatan ofensif dan pencegahan yang efektif dan sekarang harus mempertahankan diri terhadap serangan strategis," katanya.
Kanani mencatat bahwa serangan Hizbullah meluas jauh ke wilayah pendudukan, dan mengatakan keseimbangan strategis telah mengalami perubahan mendasar yang merugikan Israel.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Iran vs Israel dan Konflik Palestina vs Israel