Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Target Perang Israel, Direktur Intelijen Inggris MI6: Hamas Itu Gagasan yang Tak Bisa Dibunuh

Hamas adalah sebuah gerakan dan sebuah ide (gagasan) yang tidak bisa dibunuh lewat kekuatan militer seperti yang dilakukan Israel saat ini.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Soal Target Perang Israel, Direktur Intelijen Inggris MI6: Hamas Itu Gagasan yang Tak Bisa Dibunuh
Photo credit: Abed Rahim Khatib/Flash90
Para petempur Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan Hamas. Hanya sepertiga dari pasukan Hamas yang bisa ditewaskan Israel dalam Perang Gaza yang sudah berlangsung selama delapan bulan dengan kerugian ekonomi dan personel yang signifikan di pihak Tel Aviv. 

Sindir Target 'Omon-omon' Israel, Direktur Intelijen Inggris MI6: Hamas Adalah Gagasan yang Tak Bisa Dibunuh

TRIBUNNEWS.COM -Target Israel dalam perang genosida yang mereka lancarkan ke Jalur Gaza yang kini sudah memasuki bulan ke-12 kembali mendapat kritikan tajam, bahkan dari sekutu mereka.

Seperti diketahui, target perang nomor satu Israel adalah memberangus Hamas, gerakan perlawanan Palestina yang melancarkan Operasi 'Al Aqsa Storm' pada 7 Oktober 2023 silam.

Baca juga: Kesaksian Saat Pertukaran Tawanan di Gaza: Hamas Benar-benar Tidak Bisa Dibunuh Israel

Dua target lain Israel adalah memulangkan para sandera yang ditawan Hamas dalam operasi tersebut, serta menciptakan kendali keamanan sehingga menghindari serangan serupa 7 Oktober di masa mendatang.

Terkait target utama perang oleh Israel, Direktur Intelijen Inggris (M16), Richard Moore mengatakan pada Sabtu (7//9/2024) kalau Hamas adalah sebuah gerakan dan sebuah ide (gagasan) yang tidak bisa dibunuh lewat kekuatan militer seperti yang dilakukan Israel saat ini.

Hamas diketahui bertekad membebaskan seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel sebagai sebuah negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Baca juga: Pasukan Elite SAS Inggris Terjun ke Gaza Sejak Awal Perang, AS Cuci Tangan Bantu Israel di Nuseirat

Meminjam istilah kekinian, omon-omon, target Israel untuk memberangus ideologi macam Hamas disiratkan Moore sebagai sebuah omong kosong. 

Berita Rekomendasi

"Anda tidak dapat membunuhnya (ideologi dan gagasan) kecuali dengan ide yang lebih baik, dan Palestina membutuhkan alternatif yang lebih baik," katanya dikutip dari Khaberni, Sabtu.

Terkait situasi medan peperangan di Gaza, Moore menyatakan pada kenyataannya, Hamas masih memiliki perangkat tempur meski Israel sudah membombardir Gaza dalam rangkaian bombardemen tanpa pandang bulu selama sekitar 12 bulan.

"Kemampuan militer Hamas telah mengalami kemunduran yang parah, namun belum dihilangkan," kata dia.

Dia menambahkan, "Gencatan senjata bergantung pada kemauan politik pihak Israel dan Palestina".

Baca juga: Pasukan Khusus AS dan Israel Tewas Kena Jebakan Hamas di Gaza, Inggris Kerahkan Unit Elite SAS

Pelatihan Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas.
Pelatihan Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas. (khaberni/HO)

Hamas Memulihkan Kekuatan

Seorang pejabat senior di Pemerintahan Pendudukan Israel mengatakan ke Channel 13 kalau operasi militer baru dan ekstensif di Gaza utara tidak dapat dihindari.

Memaksakan cara-cara militer memberangus ideologi, Israel justru menyiratkan akan terus menggempur Gaza dalam waktu yang lebih lama, mengabaikan semua tekanan dari sekutu mereka, Amerika Serikat dan bahkan publik internasional, termasuk PBB sekali pun.

Niatan terus menggempur Gaza itu tampak saat media Israel tersebut melaporkan kalau Hamas merekrut 3.000 pejuang baru, dan mereka secara aktif berupaya memulihkan kemampuan militer kelompok perlawanan Palestina tersebut di daerah tersebut.

Baca juga: Brigade Al Qassam Sergap Pasukan Israel di Jenin, IDF Kerahkan Lapis Baja, Buldoser, hingga Sniper

Channel 12 menambahkan bahwa setelah 11 bulan agresi Pendudukan Israel di Gaza, diyakini bahwa Hamas sedang melakukan reorganisasi.

Serangan Pendudukan Israel di Gaza kini telah memasuki hari ke-333, yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur di daerah kantong yang terkepung, yang menyebabkan kematian puluhan ribu orang.

Di Tepi Barat, agresi Pendudukan Israel telah berkahir pada hari kesepuluh namun menyiratkan penyerbuan baru dengan serangan yang terus berlanjut di kota-kota dan kamp-kamp pengungsi sebagai bagian dari apa yang digambarkan oleh Pasukan Pendudukan Israel (IDF) sebagai "operasi militer yang meluas."

Protes terus berlanjut di kota-kota yang diduduki sejak 1948, bersamaan dengan pemogokan umum yang bertujuan untuk menekan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar menyetujui kesepakatan pertukaran tahanan, yang akan menjamin pembebasan tawanan Israel yang tersisa di Gaza.

Situasi ini terjadi ketika Perdana Menteri Israel Netanyahu tetap bertekad untuk memperpanjang agresi, menolak untuk menyetujui gencatan senjata atau kesepakatan pertukaran tahanan.

Netanyahu juga bersikeras mempertahankan kendali atas Koridor Philadelphia dan Poros Netzarim, yang dianggapnya vital bagi keamanan dan kepentingan strategis Israel.

Baca juga: Panglima Perang Israel dan Bos Mossad Keberatan Prajurit IDF Tetap Bertahan di Koridor Philadelphia

Peta koridor Philadelphia
Peta koridor Philadelphia (X/jordannewsdaily)

Dapat Senjata dari Mesir

Terkait kekuatan militer gerakan Hamas saat ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuduh gerakan Hamas mendapatkan senjata dari Mesir melalui Koridor Philadelphia, perbatasan Rafah di Jalur Gaza dan Sinai di Mesir.

Ia bersikeras untuk tetap menduduki koridor sepanjang perbatasan Mesir dan Jalur Gaza dengan alasan mencegah Hamas mendapatkan sumber senjata.

"Kita semua ingin memulangkan para tahanan, tapi kita tidak boleh meninggalkan poros Philadelphia karena ini adalah jalur hidup dan jalan keluar Hamas," kata Netanyahu yang dikutip oleh Israel Hayom, Senin (2/9/2024).

“Kami berhati-hati untuk tidak membiarkan apa pun memasuki Gaza dari pihak kami, namun mereka mempersenjatai diri melalui Poros Philadelphia-Mesir,” lanjutnya.

Netanyahu mengecam pihak yang menentang keputusannya untuk tetap menduduki perbatasan itu.

"Mereka memberi tahu kami: Tinggalkan Poros Philadelphia selama 42 hari, dan saya katakan jika kami melakukan itu, kami tidak akan kembali ke sana bahkan setelah 42 tahun," katanya.

"Poros kejahatan yang dipimpin oleh Iran masih melekat ke Koridor Philadelphia, dan kami tidak akan menyerahkan kendali atasnya," tambahnya.

Kantor Perdana Menteri Israel berulang kali mengatakan Netanyahu bersikeras bahwa Israel akan secara efektif tetap berada di Koridor Philadelphia, mulai dari penyeberangan Kerem Shalom hingga laut, seperti diberitakan Sky News.

Koridor tersebut, yang panjangnya sekitar 14 kilometer dan terletak di perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir, merupakan titik perdebatan utama dalam negosiasi gencatan senjata, karena Israel mengerahkan pasukannya di sana sejak Mei lalu dan menolak untuk mundur.

Sementara itu, sumber Mesir menolak keputusan Netanyahu untuk tetap menduduki Koridor Philadelphia, yang sebelumnya dikendalikan oleh Mesir.

"Mesir menegaskan kembali jaminannya kepada semua pihak terkait bahwa mereka tidak menerima kehadiran Israel di penyeberangan Rafah atau Koridor Philadelphia,” kata Cairo News Channel mengutip sumber senior Mesir.

Yordania Mau Lawan Pengusiran Warga Gaza

Seperti Mesir yang khawatir atas agresi militer Israel di Rafah, Gaza Selatan, Yordania juga menyuarakan kecemasannya atas operasi militer besar-besaran negara pendudukan tersebut di Tepi Barat.

Rafah dan Tepi Barat merupakan zona perbatasan yang sensitif baik bagi Mesir maupun Yordania.

Upaya Israel yang terindikasi mengusir paksa warga Palestina dari rumah-rumah mereka menimbulkan kekhawatiran terjadi pengungsian besar-besaran ke teritorial negara-negara sekitar.

Baca juga: PM Yordania: Pengusiran Warga Palestina dari Gaza Kami Anggap Sebagai Deklarasi Perang

Mesir dan Yordania paling galak menentang Israel soal ini karena masalah pengungsian bisa menimbulkan masalah kestabilan dan keamanan negara masing-masing. 

Guna mencegah pengungsian warga Palestina, Menteri Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania, Ayman Safadi, Minggu (1/9/2024) bersumpah kalau Yordania akan menggunakan semua sumber daya yang tersedia untuk melawan segala upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka yang diduduki atau ke luar negeri.

Dalam sebuah posting di X, Safadi mengutuk agresi Israel saat ini terhadap Tepi Barat yang diduduki, menyebutnya sebagai bagian dari rencana yang lebih luas dan didorong oleh ideologi yang berakar pada pandangan ekstrem, rasis, dan eksklusif yang dianut oleh pemerintah Pendudukan Israel.

"Kami menolak pernyataan yang dibuat oleh para menterinya yang ekstremis dan rasis yang mengarang ancaman untuk membenarkan pembunuhan mereka terhadap warga Palestina dan penghancuran sumber daya mereka," kata Safadi.

"Pendudukan Israel atas tanah Palestina, kejahatan Israel terhadap warga Palestina, dan eskalasi oleh Israel di wilayah tersebut merupakan ancaman terbesar bagi keamanan dan perdamaian."

Safadi menegaskan bahwa semua klaim Israel yang digunakan untuk membenarkan tindakannya di Tepi Barat adalah salah.

Ia menolak narasi yang dikemukakan oleh pejabat Israel ekstremis yang mengarang ancaman untuk membenarkan kekerasan mereka terhadap warga Palestina dan penghancuran sumber daya mereka.

Ia menyimpulkan bahwa pendudukan Israel dan kejahatannya terhadap rakyat Palestina, bersama dengan eskalasi regionalnya, menimbulkan ancaman terbesar bagi keamanan dan perdamaian regional.

Menurut Safadi, Yordania berkoordinasi dengan sekutunya untuk mengambil semua tindakan yang mungkin untuk melawan agresi Israel dan mencegah segala upaya untuk menggusur warga Palestina, baik di dalam tanah mereka yang diduduki maupun di luarnya, dengan menggunakan semua cara yang tersedia. 

Tembok perbatasan sepanjang ratusan kilometer dari garis perbatasan Israel dengan Yordania. IDF mempertimbangkan membentuk divisi militer baru di perbatasan dengan Yordania karena meningkatnya ancaman.
Tembok perbatasan sepanjang ratusan kilometer dari garis perbatasan Israel dengan Yordania. IDF mempertimbangkan membentuk divisi militer baru di perbatasan dengan Yordania karena meningkatnya ancaman. (khaberni)

Front Tempur Baru di Perbatasan Israel-Yordania

Israel dilaporkan mulai mengkhawatirkan situasi di area dekat perbatasan Israel-Yordania.

Bahkan, militer Israel mempertimbangkan pembentukan divisi baru untuk melindungi area perbatasan di timur.

Pertimbangan itu muncul setelah salah satu tentara Israel tewas ditembak di dekat pemukiman Mehola di Lembah Yordan yang berada di sepanjang Tepi Barat.

IRNA melaporkan Brigade Al-Qassam Hamas sudah mengklaim berada di balik penembakan itu.

Menurut Al-Qassam, para pejuangnya yang berada di Tepi Barat telah menembak tentara itu dalam jarak dekat dan bisa dengan aman kembali ke markas.

Disebutkan bahwa penembakan itu adalah operasi balasan atas serangan Israel di Sekolah Al Tabin di Kota Gaza pada hari Sabtu pekan lalu. Serangan itu menewaskan lebih dari 100 warga Palestina.

Kantor berita Shehab menyebut serangan itu dilakukan pada hari Minggu siang. Targetnya ialah sebuah mobil di dekat pemukiman Mehola.

Al-Qassam menegaskan para pejuangnya di Tepi Barat akan terus mengejar musuh di mana pun hingga mereka bisa mengusir musuh dari tanah Palestina.

Serangan di Lembah Yordan itu memunculkan kekhawatiran bagi aparat keamanan Israel karena ancaman itu tidak datang dari luar.

Ancaman itu muncul di Tepi Barat karena front baru sudah terbentuk untuk melawan rezim Israel.

Situasi di Tepi Barat hingga saat ini tetap tegang sejak perang di Jalur Gaza meletus pada bulan Oktober 2023.

Baca juga: Israel Mau Bentuk Divisi Baru Tentara di Perbatasan Yordania, IDF Dilarang Bepergian ke Dua Negara

Israel hampir tiap hari menyerbu Tepi Barat untuk menindak tegas para pemuda Palestina yang gusar karena Israel menyerang Gaza.

Iran dituding berupaya buka front baru di Lembah Yordan

The Jewish Press, media Yahudi yang berbasis di Amerika Serikat (AS), mengklaim Iran berusaha membuka front baru di perbatasan Israel-Yordania.

Pada hari Senin pekan ini Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz berujar kini muncul situasi berbahaya.

Situasi itu dipicu oleh Iran yang berupaya membuka front baru di perbatasan timur Israel.

Katz menuding Pasukan Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC) bekerja sama dengan agen Hamas di Lebanon untuk menyelundupkan senjata dan dana ke Yordan.

Kata dia, senjata kemudian diselundupkan dari Yordania ke seberang perbatasan.

Katz mengklaim Poros Perlawanan Iran kini menguasai kamp pengungsian di Yudea dan Samaria melalui proksi-proksinya.

“Pembangunan tembok pembatas di sepanjang perbatasan dengan Yordani harus dipercepat untuk mencegah penyelundupan senjata dari Yordania ke Israel, yang mengancam rezim Yordania maupun Israel,” ujar Katz.

Sementara itu, Memri mengabarkan bahwa pada minggu lalu Yordania dan Iran saling mengirimkan pesan resmi.

Perdana Menteri Yordania Ayman Al-Safadi berkunjung ke Teheran tanggal 4 Agustus dan bertemu dengan Pj. Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri Kani.

Baca juga: Raja Abdullah ke Delegasi AS: Yordania Tak Akan Jadi Medan Perang Israel Vs Iran-Poros Perlawanan

Safadi menyebut Raja Yordania Abdullah telah meminta dia untuk menerima undangan kunjungan ke Teheran.

Undangan itu untuk mengakhiri “ketidaksepakatan” di antara kedua negara itu “dengan cara yang akan melayani kepentingan mereka” berdasarkan sikap saling hormat dan tidak campur tangan atas urusan masing-masing.

Media pemerintah Yordania melaporkan Safadi sudah berkata kepada Iran bahwa Yordania akan menangkis senjata apa pun yang melewati langitnya.

Saat Iran melancarkan serangan udara ke Israel pada bulan April, Yordania menangkis pesawat nirawak Iran.

Adapun ketika diwawancarai Al Arabiya tanggal 10 Agustus lalu, Safadi menyebut Yordania tak akan menjadi “arena untuk Iran dan Israel”.

(oln/khbrn/rntv/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas