Ancaman Baru Iran ke Israel, Panglima IRGC Yakin Tel Aviv Bakal Hadapi Mimpi Buruk: Ini Akan Berbeda
Iran melayangkan ancaman baru terhadap Israel, memastikan Tel Aviv akan menghadapi mimpi buruk.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.com - Iran melayangkan ancaman baru terhadap Israel terkait serangan balas dendam.
Ancaman itu disampaikan Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Hossein Salami, Minggu (8/9/2024).
Hossein meyakini serangan Iran akan membuat Israel mengalami mimpi buruk.
"Mimpi buruk pembalasan Iran akan membayangi Israel," tegasnya, Minggu, dikutip dari Iran International.
Ia juga memastikan serangan terhadap Israel akan berbeda dari sebelumnya.
Saat ditanya kapan, di mana, dan bagaimana serangan itu akan dilakukan, Salami hanya memastikan pembalasan terhadap Israel bakal terlaksana.
"Ini (serangan Iran) akan berbeda, semua orang akan segera mengetahuinya," kata Salami.
Sementara itu, pejabat Iran mengisyaratkan respons Teheran mungkin tidak melibatkan serangan langsung berskala besar.
Bahkan, pernyataan Salami pada Minggu, dianggap sebagai kemungkinan bagi Iran menghindari eskalasi besar.
Pernyataan Salami terindikasi menunjukkan respons yang lebih terencana, mungkin asimetris, ketimbang operasi militer langsung dan terbuka.
Sejak kematian Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada 31 Juli 2024, Iran terus mengeluarkan ancaman terhadap Israel.
Baca juga: Tentara Israel Salah Bunuh Sandera saat Targetkan Pemimpin Hamas, Sengaja Disembunyikan dari Publik
Namun, hingga saat ini, belum ada serangan langsung dari Iran.
Hal ini tak seperti serangan Iran ke Israel pada April 2024, setelah Tel Aviv menargetkan kompleks konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
Iran sendiri saat ini tengah menghadapi dilema terkait rencana mereka melakukan serangan balas dendam terhadap Israel.
Serangan langsung berisiko memicu eskalasi militer besar-besaran, yang berpotensi membuat target-target utama di Iran menjadi sasaran pembalasan.
Di sisi lain, kegagalan bertindak akan merusak kredibilitas Iran di kawasan Timur Tengah, khususnya di antara sekutu dan pasukan proksinya.
Hal ini menempatkan Iran dalam posisi yang menantang, menyeimbangkan kebutuhan untuk mempertahankan reputasinya dengan bahaya eskalasi konflik lebih lanjut.
Diketahui, ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah kematian Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli 2024.
Iran menuding Israel menjadi dalam di balik kematian Haniyeh, namun Tel Aviv masih bungkam.
Meski demikian, pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan Israel langsung menghubungi Gedung Putih begitu Haniyeh tewas dan mengklaim mereka bertanggung jawab.
Baca juga: 12 Kapal Israel Jadi Sasaran Iran, Panglima Tertinggi IRGC: Ini adalah Serangan Balasan
Ekonomi Israel Merosot
Di sisi lain, Israel tengah menghadapi kerugian besar, baik dari segi ekonomi maupun militer, buntut perang di Gaza yang sudah berlangsung selama 11 bulan.
Anadolu Ajansi mengutip data Kementerian Keuangan Israel pada Minggu (8/9/2024), ekonomi Israel terus memburuk, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) negara berada pada angka minus 8,3 persen di bulan Agustus 2024.
Padahal, pada Juni 2024, PDB Israel berada di angka minus 7,6 persen.
Tak hanya itu, defisit anggaran Israel di bulan Agustus 2024 saja, sudah mencapai 3,22 miliar dolar atau sekitar Rp50 triliun.
Sementara, pengeluaran negara meningkat sebanyak 31,8 persen dari tahun ke tahun, hanya dalam delapan bulan pertama.
Selain masalah ekonomi, militer Israel di Gaza juga menghadapi kerugian.
Pada Juni 2024 lalu, surat kabar Israel, Maariv, melaporkan setidaknya lebih dari 500 kendaraan lapis baja Zionis mengalami kerusakan sejak konflik dimulai pada 7 Oktober 2023.
Pasukan yang bertanggung jawab mengangkut kendaraan rusak dilaporkan mengalami kelelahan fisik dan mental.
Konflik yang sedang berlangsung di Gaza telah menguras sumber daya militer Israel secara signifikan, menghabiskan lebih banyak senjata dari yang diantisipasi.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)