Polisi Israel Klaim Tangkap 5 Warga Palestina Terafiliasi ISIS di Israel Utara
Polisi Israel dan Shin Bet tangkap 5 warga Palestina dari Israel utara, yang terkait dengan kelompok ISIS, atas dugaan rencana untuk mengebom mal.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian Israel dan Dinas Keamanan Dalam Negeri Israel, Shin Bet mengatakan telah menangkap lima warga Palestina dari Israel utara, Kamis (10/10/2024) kemarin.
Kelimanya, disebut Shin Bet, adalah sosok yang terkait dengan kelompok ISIS atas dugaan rencana untuk mengebom sebuah mal di Tel Aviv.
Tanpa memberikan bukti, Shin Bet mengatakan kelima pria itu secara aktif di dunia maya membahas cara memasang bom mobil yang dapat merobohkan gedung pencakar langit besar di pusat Kota Tel Aviv, serta menyaksikan video-video serangan ISIS di Suriah.
Polisi mengaku telah menggagalkan rencana tersebut pada tahap awal pelaksanaannya dan menyita sejumlah senjata dari rumah mereka.
Namun, polisi tidak memberikan bukti lebih lanjut,
"Dua di antara kelima pria itu telah menyatakan minatnya untuk pergi ke luar negeri untuk berperang bersama ISIS," papar polisi, dikutip dari VOA.
Penangkapan itu dilakukan ketika Israel menghadapi serentetan serangan penembakan dan penusukan yang dilakukan warga Palestina dari Israel dan daerah pendudukan Tepi Barat.
Serangan tersebut telah menewaskan sembilan orang dan melukai puluhan lainnya dalam beberapa hari terakhir.
Kekerasan meningkat sejak perang Israel-Hamas kembali pecah menyusul serangan militan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel selatan.
Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan setahun yang lalu, menewaskan sekitar 1.200 orang, di mana sekitar 250 lainnya disandera.
Sampai saat ini sekitar 100 sandera masih ditawan Hamas.
Serangan balasan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 42.000 warga Palestina di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lapor Middle East Monitor.
Baca juga: Pandang Enteng Gaza, 3 Tentara Israel Remuk di Jabalia, IDF Terapkan Sensor Militer
Serangan Israel juga meninggalkan kerusakan hebat di Jalur Gaza, di mana lebih dari 80 persen penduduknya terpaksa mengungsi.
Sejauh ini, tercatat 60 persen bangunan di Gaza rusak atau hancur akibat agresi Israel.
Laporan Axios mengungkapkan gempuran Israel di Gaza dalam setahun terakhir telah menghancurkan infrastruktur utama dan mengganggu kehidupan sehari-hari warga Palestina.
"Hingga 25 September, Pasukan Pendudukan Israel (IOF) telah merusak atau menghancurkan lebih dari 60 persen bangunan di Gaza," menurut studi data satelit yang dilakukan oleh Jamon Van Den Hoek dari Universitas Negeri Oregon dan Corey Scher dari CUNY Graduate Center.
Menurut dua investigasi Pusat Satelit Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkini, diperkirakan 227.591 unit hunian rusak atau hancur, demikian pula dengan 68 persen jaringan jalan di jalur tersebut.
Tak hanya itu, Al Mayadeen melaporkan 90 persen penduduk di wilayah yang terkepung itu juga terusir dari tanah yang mereka tempati.
Oxfam minggu lalu melaporkan bahwa hanya 17 dari 36 rumah sakit yang masih berfungsi, dengan menyatakan bahwa "semuanya mengalami kekurangan bahan bakar, pasokan medis, dan air bersih."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada Associated Press pada bulan September belum pernah melihat tingkat kematian dan kehancuran seperti yang dilihat di Gaza dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut badan PBB yang mengoordinasikan bantuan kemanusiaan, sekitar 90 persen penduduk Gaza telah dipindahkan secara paksa setidaknya sekali selama setahun terakhir.
Banyak warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka beberapa kali, pindah ke lahan yang lebih sempit, dan terputus dari akses air bersih, listrik, dan perawatan kesehatan.
Menurut Reuters, kerawanan pangan di Gaza mungkin meningkat sebagai akibat dari prosedur bea cukai baru untuk barang-barang kemanusiaan.
"Israel" telah membombardir Jalur Gaza dengan kejam, menyasar rumah sakit dan sekolah dengan kedok menyasar markas besar Hamas .
Beberapa investigasi independen tidak menemukan bukti tentang klaim palsu tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)