Iran Kosongkan Depot Minyak Terbesar, Ancaman Israel Semakin Dekat, AS Yakin Harga Minyak Meroket
Iran dilaporkan mengosongkan depot minyak terbesarnya, menunjukkan seriusnya ancaman serangan Israel.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Iran Kosongkan Depot Minyak Terbesar, Ancaman Israel Semakin Dekat, AS Yakin Harga Minyak Naik Drastis
TRIBUNNEWS.COM - Serangan balasan Israel ke Iran dilaporkan semakin dekat setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meyakinkan Presiden AS Joe Biden kalau serangan yang direncanakan hanya akan menargetkan fasilitas militer di Iran, bukan infrastruktur nuklir atau depot minyak.
Menurut laporan Washington Post, dalam panggilan telepon pada 9 Oktober 2024, Netanyahu menyatakan kalau Israel berencana untuk menjaga serangan tetap 'terbatas' guna mencegah konflik berskala penuh.
Baca juga: Iran Sepenuhnya Siap Perang, AS Kirim Rudal THAAD dan Personel Tempur Bantu Israel
"Jika Israel menyerang fasilitas minyak di Iran, harga energi bisa naik secara dramatis," ungkap sumber di Gedung Putih dikutip dari Eurasiantimes, Kamis (17/10/2024).
Biden sebelumnya menyatakan kalau serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran bukan lah hal dianggap pantas.
Sumber yang sama juga menekankan bahwa Netanyahu menunjukkan sikap yang lebih moderat dibandingkan sebelumnya.
Serangan diharapkan terjadi sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November.
Kosongkan Depot Minyak Terbesar
Seiring meningkatnya ancaman serangan Israel, kapal tanker super Iran dilaporkan telah meninggalkan Pulau Kharg, terminal minyak terbesar di negara tersebut.
Eurasiantime menyebut, ini menjadi pertama kalinya dalam sejarah kalau Iran mengosongkan depot minyaknya dari pulau tersebut..
"Perusahaan Tanker Nasional Iran tampaknya takut akan serangan yang akan segera terjadi oleh Israel," ujar laporan dari Tanker Trackers, sebuah firma pelacakan tanker internasional
Laporan dari Tanker Trackers, mengklaim kalau pada Rabu (16/10/2024), kapal tanker super Very Large Crude Carrier (VLCC) Iran yang kosong berangkat dari Pulau Kharg, terminal minyak terbesar Iran.
"Sementara pemuatan minyak mentah terus berlanjut, semua kapasitas pengiriman tambahan yang kosong telah dibersihkan dari tempat berlabuh di Pulau Kharg. TankerTrackers mencatat bahwa ini adalah contoh pertama dari aktivitas semacam itu sejak pemberlakuan sanksi tahun 2018," tulis laporan itu.
Mendukung pengamatan ini, Hunterbrook, sebuah badan investigasi opensource, menganalisis 105 lintasan satelit sejak November lalu dan mengonfirmasi bahwa ini adalah pertama kalinya tempat berlabuh itu sepenuhnya kosong, menyoroti bahwa gambar-gambar sebelumnya menunjukkan keberadaan kapal tanker.
Perlu dicatat kalau kapal tanker Iran dikenal karena taktik mengelak mereka, sering kali mematikan transponder mereka dan memanipulasi Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) mereka untuk menyembunyikan pergerakan mereka dan menghindari sanksi AS.
Namun, situasi saat ini melampaui manuver-manuver biasa ini, yang menunjukkan tingkat ancaman yang dirasakan lebih tinggi.
Pengosongan depot minyak terbesar ini menunjukkan kalau Iran menganggap serius ancaman ini.
Pentingnya Pulau Kharg
Pulau Kharg, yang terletak 15 mil di lepas pantai barat laut Iran, menangani 90 persen ekspor minyak mentah Iran.
Dalam musim semi 2023, Iran mengekspor 1,194 juta barrel per hari, dan angka ini meningkat menjadi 1,65 juta barrel per hari selama lima bulan pertama tahun 2024.
Serangan terhadap terminal ini berpotensi melumpuhkan pendapatan minyak Iran dan dapat memicu lonjakan harga minyak mentah jangka pendek.
"Jika Israel menyerang, kami akan menargetkan terminal ekspor minyak Ras Tanura di Arab Saudi," ungkap pernyataan dari Teheran, menandakan potensi eskalasi yang lebih luas di kawasan.
Dengan ketegangan yang meningkat, situasi ini berpotensi menarik lebih banyak negara ke dalam konflik, semakin memperumit dinamika kawasan.
Sinyal Balas Dendam Iran
Sebaliknya, Iran juga meminta pertanggungjawaban Israel atas pembunuhan Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan, Wakil Komandan Operasi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), yang tewas bersama Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Jenazah Abbas Nilforoushan ditemukan pada Jumat (11/10/2024) malam, 14 hari setelah pembunuhannya di Haret Hreik di pinggiran selatan Beirut, Lebanon pada Jumat (27/9/2024).
Iran menganggap pembunuhan sebagai tindakan ilegal, dan tidak ada keraguan bahwa Iran akan menggunakan seluruh kemampuannya untuk meminta pertanggungjawaban Israel.
“Pembunuhan pemimpin militer senior Iran ini adalah tindakan ilegal dan kejahatan yang tidak dapat dimaafkan, dan Republik Islam Iran pasti akan meminta pertanggungjawaban rezim Zionis atas kejahatan ini," kata Kementerian Luar Negeri Iran, Minggu (13/10/2024), seperti diberitakan Al Arabiya.
Jenazah Abbas Nilforoushan diangkut dari Lebanon ke Irak untuk pemakamannya di Najaf dan Karbala, dan akan diangkut untuk pemakamannya besok di Teheran, kemudian ke pemakaman dan penguburannya pada hari Rabu (16/10/2024) dan Kamis (17/10/2024) di kota Isfahan.
Sementara itu, jenazah Hassan Nasrallah ditemukan dalam keadaan utuh di lokasi serangan udara Israel di bawah terowongan bawah tanah pada Minggu (29/9/2024).
Hassan Nasrallah diduga tewas setelah menghirup gas beracun akibat pemboman tersebut dan hingga kini Hizbullah belum mengumumkan upacara pemakamannya.
Sebelumnya, pejabat senior Iran mengatakan Abbas Nilforoushan diutus oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei untuk bertemu Hassan Nasrallah.
Setelah Israel meledakkan ribuan perangkat komunikasi pager yang digunakan anggota Hizbullah pada 17 dan 18 September 2024, Ali Khamenei meminta Hassan Nasrallah segera meninggalkan Lebanon, menyusul kekhawatirannya akan rencana pembunuhan Sekjen Hizbullah tersebut.
"Utusan (Ali Khamenei) tersebut adalah komandan senior Garda Revolusi Iran, Abbas Nilfaroushan, yang bersama Hassan Nasrallah ketika dia menjadi sasaran bom Israel dan dibunuh bersamanya," kata pejabat itu kepada Reuters, Rabu (2/10/2024).
Israel bersama AS dan sekutunya menuduh Iran mendanai kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Hamas, Kataib Hizbullah, Jihad Islam Palestina (PIJ), dan kelompok lain di Suriah, Irak, dan Lebanon untuk melawan Israel dan sekutunya di kawasan itu.
Baca juga: Jasad Jenderal Iran Abbas Nilforoushan Ditemukan, 14 Hari usai Dibom Israel Bersama Sekjen Hizbullah
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 42.289 jiwa dan 98.684 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (14/10/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.