Hamas Keluarkan Pengumuman Penting Pasca-Terbunuhnya Yahya Sinwar, Perlawanan Palestina Menyerah?
Hamas mengeluarkan pernyataan penting dan mendesak pasca-pengumuman Israel tentang terbunuhnya Yahya Sinwar di Tal Al Sultan, Rafah, Gaza Selatan
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Hamas Keluarkan Pengumuman Penting dan Mendesak Pasca-Terbunuhnya Yahya Sinwar
TRIBUNNEWS.COM - Halaman resmi Gerakan Perlawanan Islam, Hamas, mengeluarkan pemberitahuan penting dan mendesak pasca-pengumuman pasukan pendudukan Israel (IDF) tentang terbunuhnya Yahya Sinwar, pemimpin gerakan tersebut di Jalur Gaza.
Pernyataan Hamas tersebut, dilansir RNTV Jumat (18/10/2024) menegaskan kalau tidak ada pernyataan atau pengumuman yang dibuat oleh Khaled Mashal, seorang tokoh terkemuka dalam organisasi tersebut, mengenai situasi saat ini.
Pernyataan yang secara keliru dikaitkan dengan Mashal tersebut mengklaim kalau "Kami (Hamas) menginginkan solusi politik dan menginginkan Organisasi Pembebasan Palestina untuk menangani semuanya."
Baca juga: Satu Lagi Fitnah Israel ke Yahya Sinwar Terbantahkan, Joe Biden Telepon Netanyahu Beri Selamat
"Hamas telah melabeli pernyataan ini sebagai pernyataan palsu dan tidak mewakili posisinya," kata laporan RNTV.
Diduga, kabar Hamas yang menginginkan solusi diplomatik adalah bagian dari propaganda Israel yang bertujuan memberikan kesan kalau Hamas menyerah dalam pertempuran.
"Pengumuman ini bertujuan untuk mengklarifikasi informasi salah yang beredar di media menyusul klaim pendudukan Israel tentang kematian Yahya Sinwar," tambah pernyataan tersebut.
Hamas belum membenarkan atau membantah dugaan kematian Sinwar.
Adapun Khaled Meshaal, disebut-sebut menggantikan Yahya Sinwar sebagai pemimpin kelompok militan Palestina tersebut.
Diketahui, Yahya Sinwar diklaim oleh Israel telah terbunuh akibat salah satu serangan yang dilancarkan ke Gaza pada Kamis (17/10/2024) kemarin.
Terkait hal ini, Hamas belum memberikan pernyataan resmi.
Namun, berdasarkan pemberitaan dari media Lebanon, LBCI, pimpinan Hamas telah mengonfirmasi kepada para pejabat di Turki, Qatar, dan Mesir, bahwa Yahya Sinwar memang sudah meninggal karena serangan Israel.
"Pimpinan Hamas menginformasikan kepada para pejabat Turki, Qatar, dan Mesir mengenai kematian kepala biro politiknya, Yahya Sinwar, dalam operasi Tel al-Sultan."
"Hamas menekankan bahwa setelah pembunuhannya, negosiasi untuk pertukaran tawanan dan penghentian perang akan menjadi semakin sulit dan semakin kompleks," demikian ditulis oleh media tersebut.
Selain itu, meninggalnya Yahya Sinwar juga disebut turut dibahas dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Perdana Menteri (PM) serta Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
Lalu seperti apa profil Khaled Meshaal?
Baca juga: Foto Barang Yahya Sinwar yang Disita Israel, Ada Buku Doa, Tasbih, Senapan
Profil Khaled Meshaal
Dikutip dari Britannica, Khaled Meshaal merupakan sosok kelahiran Silwad, Tepi Barat pada 28 Mei 1956 atau saat ini berusia 68 tahun.
Dia dikenal sebagai politikus Palestina dan sempat diasingkan dari tahun 1996-2017 ketika menjabat sebagai Kepala Biro Politik Hamas.
Lalu, pada tahun 2021, dia ditunjuk untuk menjadi Kepala Kantor Hamas untuk pengungsi dan orang buangan Palestina.
Kemudian, setelah tewasnya pimpinan Hamas sebelum Yahya Sinwar, Ismail Haniyeh pada tahun 2024, Khaled Meshaal menjadi pejabat Hamas paling senior di luar Jalur Gaza.
Sebelum menjadi pejabat senior Hamas, masa kecil Meshaal dihabiskan dengan berpindah-pindah negara.
Contohnya pada tahun 1967, dia dan keluarganya pindah dari Silwad ke Kuwait setelah Tepi Barat diduduki oleh Israel dalam Perang Enam Hari.
Saat menetap di Kuwait, Meshaal tertarik pada aktivisme politik Islam dan memutuskan bergabung dengan cabang Palestina dari Ikhwanul Muslimin pada usia 15 tahun.
Lalu, pada tahun 1974, Meshaal memutuskan untuk berkuliah di Universitas Kuwait dan mempelajari fisika serta berpartisipasi dalam aktivisme Palestina.
Setelah lulus, Meshaal tetap tinggal di Kuwait dan mengajar fisika serta tetap aktif dalam gerakan Islam Palestina.
Akhirnya, dia berhenti mengajar pada tahun 1984 dan lebih memilih berfokus terhadap pembangunan jaringan layanan sosial Islam di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Meshaal pun bisa dikatakan sebagai salah satu pendiri Hamas karena tekadnya untuk menyaingi organisasi gerilya yaitu Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) seperti Fatah.
Lantas, Hamas pun berdiri pada tahun 1987 setelah menyatakan keberadaannya secara terbuka.
Menjadi pentolan Hamas membuat Meshaal pernah mengalami percobaan pembunuhan oleh agensi intelijen Israel, Mossad pada 1997.
Dikutip dari Aljazeera, perintah untuk membunuh Meshaal tersebut langsung dari Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu.
Adapun pembunuhan itu dimaksudkan untuk pembalasan atas pengeboman Pasar Mahane, Yehuda pada tahun 1997.
Percobaan pembunuhan itu dilakukan dengan cara dua agen Mossad membawa paspor Kanada palsu memasuki Yordania yang menjadi tempat tinggal Meshaal.
Baca juga: Hamas Belum Terkalahkan Meski Yahya Sinwar Tewas, Semua Komandan Cemas, Netanyahu Menunggu
Lantas, mereka menunggu di pintu masuk kantor Hamas di ibu kota Yordania, Amman.
Lalu, ketika Meshaal masuk ke kantornya, salah satu agen datang dari belakang dan melekatkan perangkat khusus ke telinga kirinya yang ditransmisikan racun reaksi cepat.
Namun, upaya tersebut gagal dan dua agen Mossad itu langsung ditangkap.
Sebagai anggota Hamas, Meshaal harus berhadapan dengan berbagai tantangan seperti pernah ditahan oleh pemerintah Yordania karena menganggap organisasinya melakukan aktivitas ilegal.
Dia ditahan bersama dengan pemimpin elit Hamas lainnya seperti Mousa Abu Marzook.
Masuk pada tahun 2017, terjadi perubahan pucuk pimpinan Hamas di mana Yahya Sinwar menggantikan Ismail Haniyeh sebagai Kepala Hamas di Jalur Gaza.
Perubahan ini membuat Meshaal digantikan oleh Haniyeh sebagai Kepala Biro Politik Hamas.
Dikutip dari Reuters, pergantian dari Meshaal ke Haniyeh ini menandai adanya keseimbangan kekuasaan dalam tubuh Hamas dari mereka yang tinggal di luar negeri seperti Meshaal kepada mereka yang tinggal di Jalur Gaza.
Tak cuma itu, penggantian Meshaal juga menawarkan kesempatan untuk pemulihan hubungan antara Hamas dan Iran.
Kedekatan Hamas dan Iran di bawah kepemimpinan Haniyeh sebagai kepala biro politik ditandai dengan diterimanya organisasi tersebut saat pemakaman perwira militer Korps Garda Revolusi Islam, Qassem Soleimani (2020) dan pelantikan Presiden Iran, Ebrahim Raisi (2021) dan Masoud Pezeshkian (2024).
Kendati demikian, Meshaal tetap menjabat sebagai elite Hamas sebagai kepala untuk mengurusi pengungsi dan orang buangan Palestina.
(oln/rntv/*)