Ketika Yahya Sinwar Siap Mati Syahid di Tangan Israel, Sebut Itu Hadiah Terbesar di Hidupnya
Yahya Sinwar pernah berpidato bahwa ia siap mati syahid di tangan Israel, sebut itu hadiah terbesar di hidupnya.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pidato Yahya Sinwar (61) kembali viral setelah pemimpin gerakan perlawanan Palestina, Hamas, itu terbunuh dalam bentrokan melawan pasukan pendudukan Israel di Tal al-Sultan, Kota Rafah, selatan Jalur Gaza pada Rabu (16/10/2024) sore.
Pejabat senior Hamas di Gaza, Khalil Hayya menegaskan pada Jumat (18/10/2024), kematian Yahya Sinwar bukan akhir dari perlawanan Palestina, sama seperti kematian Ahmed Yassin yang mendirikan Hamas.
"Hamas akan terus berjuang hingga negara Palestina berdiri. Kemartiran Yahya Sinwar dan para pemimpin yang mendahuluinya hanya akan meningkatkan kekuatan dan ketahanan gerakan kami," katanya dalam pidato di TV hari ini.
Yahya Sinwar Siap Mati Syahid di Tangan Israel
Sekitar tiga tahun lalu, Yahya Sinwar pernah menyampaikan pidato tentang kesiapannya untuk mati syahid.
“Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh musuh dan pendudukan (Israel) kepada saya adalah membunuh saya dan mati sebagai martir (orang yang mati syahid) di tangannya," kata Yahya Sinwar saat itu, seperti dikutip dari Al-Jazeera.
"Saat ini saya berusia 59 tahun. Faktanya, saya lebih memilih menjadi martir oleh (jet tempur) F-16 daripada meninggal karena Corona, stroke, kecelakaan lalu lintas, atau penyebab kematian lainnya," lanjutnya.
“Pada usia ini, saya sudah semakin dekat dengan janji yang sebenarnya, dan saya lebih baik mati sebagai martir daripada mati sebagai Fataysa,” tambahnya.
Fataysa, dalam ungkapan umum di Palestina dan negara-negara Arab tetangganya, artinya seseorang yang meninggal dengan tidak terhormat.
Pembunuhan Yahya Sinwar
Tentara Israel (IDF) mengumumkan pada Kamis (17/10/2024) malam, bahwa pasukannya telah membunuh Yahya Sinwar yang menjadi target utamanya dan dianggap sebagai mastermind Operasi Banjir Al-Aqsa.
Baca juga: Foto Barang Yahya Sinwar yang Disita Israel, Ada Buku Doa, Tasbih, Senapan
IDF mengatakan pembunuhan itu terjadi secara kebetulan karena mereka tidak mengetahui bahwa satu dari tiga pria bersenjata yang ditemukan di lokasi tersebut adalah Yahya Sinwar.
"Kami tidak tahu dia ada di sana. Awalnya kami mengidentifikasi dia sebagai pria bersenjata di dalam salah satu bangunan, dan dia terlihat, bertopeng, melemparkan papan kayu ke drone beberapa detik sebelum dia dibunuh," kata juru bicara IDF, Daniel Hagari, dalam pernyataannya pada Kamis malam.
Israel bersama sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Eropa Barat sebelumnya menyebarkan propaganda bahwa Yahya Sinwar bersembunyi di dalam terowongan bawah tanah dan dikelilingi para sandera.
Namun, setelah IDF merilis video saat-saat terakhir Yahya Sinwar, mereka sendiri mengakui bahwa pemimpin Hamas itu berjuang hingga detik-detik terakhir hidupnya.
Yahya Sinwar mempertahankan ambisinya untuk melawan pendudukan Israel, bahkan ketika tubuhnya terluka parah dan duduk di atas sofa, ia berupaya menyerang drone Israel yang mendekatinya dengan melempar sepotong kayu yang diambil dari reruntuhan gedung.
"Apakah orang seperti itu takut mati? Apakah siapa pun yang berani memimpin gerakan perlawanan terhadap penjajah diharapkan melakukan hal sebaliknya?" tulis surat kabar Qatar, Al-Jazeera, menggambarkan momen terakhir Yahya Sinwar sebelum dibunuh.
Yahya Sinwar menjadi martir saat mengenakan seragam militer dan bertempur dengan sekuat tenaga, dan tidak bersembunyi di terowongan seperti yang berulang kali dikatakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Pria tersebut pernah dijatuhi empat hukuman seumur hidup yang berlangsung selama 426 tahun, dan menjalani hukuman penjara yang totalnya lebih dari 22 tahun di penjara pendudukan Israel.
Ia muncul setelah mempelajari bahasa Ibrani dan terlibat dalam kegiatan perlawanan Palestina, menjadi anggota kantor Hamas, kemudian bertanggung jawab atas arsip tahanan Hamas.
Yahya Sinwar kemudian menjadi pemimpin Hamas di Jalur Gaza dan juga menjadi Kepala Biro Politik Hamas menggantikan pendahulunya, Ismail Haniyeh, yang dibunuh oleh Israel dalam ledakan di Teheran, Iran pada 31 Juli 2024.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 42.438 jiwa dan 99.246 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (18/10/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Wafa Palestine.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel