Latgab Militer TNI AL-AL Rusia dan Politik Keseimbangan Indonesia
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergey Tolchenov menyatakan tidak ada yang dirahasiakan dari latihan militer TNI AL dan AL Rusia.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Masih segar dalam ingatan kita, TNI terlibat dalam event besar Latihan Gabungan Super Garuda Shield 2024.
Ini latihan militer skala besar melibatkan Amerika Serikat, Australia, Kanada, Prancis, Singapura, Korea Selatan, Jepang, Inggris, dan Selandia Baru.
Digelar di wilayah Banyuwangi dan Situbondo Jawa Timur sejak 26 Agustus hingga 6 September 2024 diakhiri demonstrasi puncak CALFEX atau Combined Live Fire Exercise.
Skenario Super Garuda Shield 2024 diawali simulasi serangan darat melibatkan tentara AS, Jepang, Singapura, dan Australia di Pusat Latihan Pertempuran Marinir (Puslatpurmar) 5 Baluran, Karangtekok, Situbondo dan Banongan Banyuwangi.
Latihan MFF di drop zone Banyuwangi dan Banongan menggunakan Helly CH-47 Chinook US Army. Sementara Tim CSAR menggunakan Helly Caracal TNI AU dan Helly UH-60 US Army melaksanakan infiltrasi di drop zone Puslatpurmar Karangtekok.
Pesawat tempur TNI AU di sesi ini juga ikut dalam skenario Close Air Support dan Air Strike di daerah Pantai Banongan dan Puslatpurmar Karangtekok.
TNI AU mengirimkan pesawat tempur T-50i, Super Tucano, F-16 dan Helicopter EC-725 Caracal.
Baca juga: Prabowo Beri Masukan kepada Dubes Rusia Agar Tercipta Perdamaian antara Ukraina dan Rusia
Baca juga: Indonesia Kian Dekat Gabung BRICS, Prabowo: Kita Mau RI Ada di Mana-mana
Kegiatan latihan gabungan militer Super Garuda Shield sebelumnya diselenggarakan di era Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Bahkan lebih besar karena lokasi latgab militer ada di tiga provinsi, Sulawesi Utara, Kalimatan Timur dan Sumatera Selatan.
Kegiatan latihan militer ini suka tak suka, diakui atau tidak, memiliki dimensi politis mengingat agresifitas Amerika Serikat menggalang blok Indo-Pasifik.
Ini proyek besar politik militer Amerika Serikat untuk meredam dan menandingi perluasan pengaruh China di Asia Pasifik.
Kebijakan luar negeri Washington secara substantif menempatkan China sebagai ancaman terbesar mereka.
Langkah pertama mereka adalah membentuk aliansi tiga negara; dan Australia, Amerika Serikat, dan Kerajaan Inggris, atau AUKUS.
Persekutuan tiga negara ini mencapai tahap aliansi militer, karena mengubah lansekap kebijakan pertahanan Australia.
AUKUS memberi sinyal kuat Amerika Serikat ingin mewujudkan kehadiran aliansi militer sebagaimana NATO di Atlantik Utara.
Pada KTT NATO di Washington beberapa waktu lalu, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru diundang hadir.
Pelibatan tiga negara ini semakin memperlihatkan keinginan Washington untuk memperkuat blok politik militernya di Asia dan Pasifik.
Super Garuda Shield bagi TNI memang menjadi kesempatan besar untuk menyerap ilmu, taktik, strategi pertempuran dari militer Amerika Serikat.
Suka tak suka, Pentagon dan tentara Amerika Serikat adalah kekuatan paling berpengalaman dalam pertempuran, mengingat mereka terlibat konflik di begitu banyak tempat.
Sementara teknologi dan peralatan perang Pentagon tetap yang terbaik di dunia, dibayang-bayangi kemampuan Rusia dan China.
Karena itu meletakkan kepentingan TNI untuk meningkatkan kemampuan teknis pertempuran dalam konteks Super Garuda Shield, harus dijaga kuat.
TNI tidak boleh terseret agenda politik militer Washington, untuk menjadikan Indonesia bagian blok militer Indo-Pasifik.
Upaya mempertahankan keseimbangan ini yang agaknya dilakukan pemerintah Indonesia dengan menggelar latihan gabungan antara TNI AL dan Angkatan Laut Rusia.
Latihan Bersama (Latma) militer akan dilaksanakan 4-8 November 2024 berlokasi di perairan Laut Jawa dan area Komando Armada II Surabaya.
Latma itu diberi kode Orruda 2024, nama kombinasi dari simbol nasional kedua negara, yaitu orël, sejenis elang Rusia, dan burung Garuda.
Latihan bersama (Latma) ini baru pertama kali dilaksanakan dan merupakan hasil kesepakatan pertemuan para pejabat Angkatan Laut kedua negara pada tahun 2018.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergey Tolchenov, dalam konferensi pers di rumah dinasnya di Jakarta, Senin (28/10/2024), menegaskan latihan bersama itu tidak untuk melawan siapa pun.
“Hanya untuk memperkenalkan potensi pertahanan satu sama lain, untuk menemukan cara-cara yang memungkinkan kita melakukan beberapa hal umum. Yakni, untuk bekerja sama dan ini tidak seperti kerja sama yang melawan siapapun,” ujar Tolchenov.
Latihan serupa, tambahnya, juga pernah dilangsungkan Angkatan Laut Rusia dengan sejumlah negara lain, termasuk negara-negara ASEAN.
“Kami dulu melakukan latihan seperti itu dengan Tiongkok, dengan India. Tahun lalu kami berpartisipasi dalam latihan serupa di Rusia dan ASEAN,” lanjutnya.
Latihan Operasi Militer Perang (OMP) Orruda 2024 akan terbagi dua tahap, yaitu harbor phase dan sea phase.
TNI AL akan mengerahkan kapal perang KRI I Gusti Ngurah Rai-332, KRI Frans Kaisiepo-368, dan helikopter AS 565 MBE.
Sementara Angkatan Laut Rusia menurunkan kapal perang Corvet Class – seperti RF Soversheny, RF Gromky dan RF Aldar Tsydenzhapov. Juga kapal tanker kelas medium, helikopter KA-27 dan Tug Salvage Alatau.
Dilihat dari skala latihan dan kekuatan tempur yang dikerahkan, Orruda 2024 memang belum bisa dibandingkan dengan Super Garuda Shield.
Tetapi secara substantif, Orruda 2024 adalah momen Indonesia meletakkan kebijakan politik luar negerinya yang tidak ingin ikut blok militer manapun.
Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif, dan ini ditegaskan kembali Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pertamanya di Sidang MPR sesudah dilantik 20 Oktober 2024.
Indonesia ingin bekerja sama dengan siapapun, dan secara historis Jakarta memiliki hubungan istimewa dengan Moskow.
Tahun depan, Rusia-Indonesia akan menggelar event khusus, merayakan 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Pada Juli 2024, Prabowo Subianto yang ketika itu sudah menjadi ‘Presiden Terpilih’, bertamu ke Kremlin, menemui Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sementara Presiden Joko Widodo menjelang KTT G-20 di Bali, membuat lawatan khusus, menemui Vladimir Putin, dan juga Volodymir Zelensky di Kiev Ukraina.
Lalu di KTT G-20 Bali, Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan khusus dengan Presiden AS Joe Biden, juga dengan Presiden China Xi Jinping.
Semua pertemuan itu menunjukkan gambaran Indonesia yang bersahabat dan ingin tetap menjadi mitra bagi siapapun di tengah persaingan kuat AS degan Rusia dan China.
Dubes Rusia Sergey Tolchenov memastikan latma ini tidak ada yang dirahasiakan. Ia malah mengajak pihak asing yang ingin mengikuti jalannya latihan bersama tersebut.
Bahkan, negara manapun bisa memantau melalui satelit secara terbuka. Ia menegaskan, langkah itu dilakukan untuk membuktikan Indonesia dan Rusia tidak menyembunyikan apapun.
“Kami tidak akan mengundang pengamat mana pun, saya yakin begitu. Namun, jika ada yang ingin mengikuti (misal) dari pantai Australia atau kapal Australia, silakan saja,” katanya.
Meski begitu, kehadiran kekuatan militer Rusia di Indonesia, dan untuk pertama kalinya menggelar latma bersama TNI AL, pasti tetap meninggalkan kekhawatiran, terutama bagi AUKUS.
Bagaimanapun Indonesia adalah negara yang secara geografis strategis. Secara demografis juga sangat menarik dan penting.
Lalu secara ekonomi juga semakin signifikan posisinya. Berada di jalur sibuk perdagangan, Indonesia berhasil tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dan pasar yang sangat penting.
Indonesia yang sekarang bukan lagi Indonesia 10 atau 20 tahun lalu. Di ASEAN, Indonesia adalah pemimpin dari segala segi.
KTT BRICS di Kazan Rusia pekan lalu juga menjadi tonggak penting bagi kelompok negara BRICS maupun khususnya Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto mengutus Menlu Sugiono hadir di Kazan, bertemu sejumlah pemimpin pemerintahan BRICS, sekaligus memastikan Indonesia menjadi negara mitra BRICS.
Jakarta pernah mempertimbangkan menjadi anggota tetap BRICS, sebagaimana dilakukan Mesir, Iran, Uni Emirat Arab dan Ethiopia.
Tapi belakangan memilih untuk sementara berstatus negara partner. Ini menjadi semacam bentuk kehati-hatian Indonesia, dalam konteks politik bebas aktif.
Sulit dimungkiri, BRICS yang diinisiasi Rusia, China, Brazil, India dan Afrika Selatan secara politis menjadi penantang blok barat yang selama ini begitu mendominasi dunia.
KTT BRICS di Kazan Rusia secara signifikan memulai apa yang disebut usaha untuk menjadikan multilateralisme dalam hubungan global.
BRICS ingin mewujudkan dunia yang multipolar, merombak unilateralisme atau unipolarisme yang berdekade dipertahankan Amerika dan kekuatan barat lainnya.
Dalam konteks situasi tegang antara Uni Eropa, NATO dan Rusia, antara Uni Eropa, Amerika, NATO, AUKUS versus Tiongkok, latihan militer TNI AL dan AL Rusia menjadi sangat menarik.
Namun sekali lagi, secara historis Indonesia memiliki hubungan istimewa dengan Rusia atau dulu semasa Uni Soviet.
Di matra TNI, ikatan historis dan pengaruh itu masih kuat terutama di matra udara dan laut.
Indonesia pernah menjadi kekuatan militer terkuat di ASEAN ketika era Presiden Soekarno, memborong kapal perang, kapal selam, rudal, roket, ranpur, dan jet tempur dari Moskow.
Sebagian peralatan era Soviet itu kini masih dipertahankan TNI AL. Misalnya, kendaraan pengangkut personil BTR-50PK dan BTR-80A yang dioperasikan Korps Marinir TNI AL.
Inilah sisi lain dari posisi strategis Indonesia hubungannya dengan situasi tegang atau cenderung permusuhan antara Amerika di satu sisi dengan Rusia dan China di sisi lain.
Politik luar negeri bebas aktif dalam konteks ini menjadi sangat relevan, guna mempertahankan posisi Indonesia agar tidak menjadi proksi siapa-siapa.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)