Rahasia Hamas Masih Bisa Terus Tewaskan Tentara Israel Meski Diberondong IDF dalam Setahun Perang
Jika Hamas tinggal sisa-sisa, mengapa Tentara IDF seperti rapuh dan gampang terbunuh oleh milisi Hamas? Rahasia apa yang dimiliki Al Qassam?
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Rahasia Hamas Masih Bisa Terus Tewaskan Tentara Israel Meski Setahun Perang Diberondong IDF
TRIBUNNEWS.COM - Klaim pendudukan Israel yang menyatakan sudah menghancurkan kekuatan militer Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas, terbukti tidak sepenuhnya benar.
Nyatanya, setelah lebih dari satu tahun memberondong kelompok milisi Palestina tersebut, Israel masih terus kehilangan tentara yang tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza.
Baca juga: Panglima Perang Israel Hampir Gosong Kena Bom Qassam, 4 Personel Unit Hantu IDF Jadi Tumbal Jabalia
Terbaru, pada akhir Oktober lalu, Al Qassam masih sanggup membunuh empat personel unit elite tentara Israel (IDF) dan bahkan menargetkan Kepala Staf Umum IDF, Herzi Halevi saat berkunjung ke medan tempur di wilayah Jabalia, Gaza Utara.
Padahal, sudah sejak September IDF mengklaim Brigade Al-Qassam, sudah dikalahkan di Jalur Gaza.
Tak hanya itu, IDF kemudian mengklaim batalion Hamas kini beroperasi sebagai organisasi gerilya.
Baca juga: 4 Personel Komando Elite Unit Hantu IDF Tewas di Gaza, Pakar Militer: Umpan Jebakan Hamas Sukses
Klaim itu disampaikan oleh lembaga penyiaran Israel, KAN, pada hari Jumat, (27/9/2024), dengan mengutip narasumber dari IDF.
Adapun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyebut hampir semua batalion Hamas telah dihancurkan.
“Hampir semua batalion Hamas, kini 23 dari 24 batalion,” ujar Netanyahu saat sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September silam, dikutip dari The Jerusalem Post.
“Untuk merampungkan kemenangan kami, kami berfokus melenyapkan sisa-sisa kemampuan tempur Hamas,” katanya.
Jika Hamas tinggal sisa-sisa, mengapa Tentara IDF seperti rapuh dan gampang terbunuh oleh milisi Hamas? Rahasia apa yang dimiliki Al Qassam sehingga masih mampu menewaskan personel IDF dan menghancurkan peralatan tempur canggih pasukan pendudukan?
Organisasi dan Cara Perang Gerilya Milisi Perlawanan Palestina
Pakar militer, Elias Hanna membenarkan klaim kalau Hamas di Jalur Gaza kini telah berubah sifat menjadi organisasi gerilya.
Cara-cara perlawanan komponen organisasi itu pun juga telah beralih ke cara perang gerilya.
Perubahan ini, kata Jenderal Pensiunan Angkatan Darat Lebanon yang juga dosen senior strategi, geopolitik, dan sejarah Lebanon ini, justru menjadi alasan keberhasilan Hamas dalam terus melawan pendudukan Israel selama lebih dari setahun.
Hanna menjelaskan bahwa transisi milisi perlawanan Hamas di Gaza ke perang gerilya berarti organisasi tersebut “tidak memerlukan struktur militer, juga tidak memerlukan pertempuran di tingkat batalion militer, brigade, dan lain lain laiknya struktur baku militer.”
Ini menjelaskan kenapa setelah para petinggi Hamas gugur diburu Israel, seperti kepala organisasi dan komandan tempur lapangan, Yahya Sinwar, Al Qassam masih mampu beroperasi secara solid melawan IDF.
Elias juga menunjukkan, milisi perlawanan Palestina itu berhasil beradaptasi dengan kondisi lapangan dan realitas baru, bahwa faktanya mereka memang kehilangan banyak petempur akibat serangan brutal Israel yang juga menghantam warga sipil.
Realitas baru ini yang membuat milisi perlawanan di Gaza berperang dengan “unit kecil tetapi dengan kebebasan besar,” karena setiap unit tempur beroperasi di wilayah geografis yang dikuasai dan diketahui sepenuhnya, papar Elias dikutip dari Khaberni, Sabtu (2/11/2024).
Hanna menyebutkan alasan lain dari keberhasilan milisi perlawanan Palestina dalam memerangi pasukan Israel, yaitu ketersediaan senjata tempur, termasuk alat peledak, rudal anti-tank, dan senapan sniper.
Artinya, Israel, sejauh perang brutal selama satu tahun ini, tidak juga berhasil membendung pasokan persenjataan dan amunisi bagi kelompok milisi Palestina.
Terlebih, Al Qassam dan faksi lain milisi perlawanan Palestina kerap punya cara memanfaatkan amunisi dan persenjataan Israel sendiri yang tidak meledak di Jalur Gaza.
Faktor lainnya dari kesuksesan Hamas dalam setahun perang Gaza, Elias menambahkan, adalah pasokan pejuang masih tersedia bagi Hamas dan faksi lain milisi perlawanan.
"Hal itu karena adanya tempat berlindung yang aman bagi pejuang perlawanan di Gaza, selain adanya jaringan terowongan bawah tanah," kata Elias.
Beberapa hari yang lalu, Radio Tentara Israel mengumumkan penarikan Brigade 460 dari Kamp Jabalia.
Pasukan Israel di wilayah tersebut kini tinggal menyisakann Brigade 401 serta Brigade Infanteri Givati .
Dalam statistik terbaru yang diterbitkan oleh tentara pendudukan Israel, mereka mengakui jumlah korban tewas sebanyak 890 tentara, perwira, polisi, dan pasukan keamanan sejak dimulainya Pertempuran Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
Laporan itu menyatakan kalau sebagian besar korban tewas terjadi di garis depan Gaza, baik dalam serangan tanggal 7 Oktober atau selama operasi darat yang berlanjut hingga hari ini.
IDF Kesulitan Rekrut Prajurit
Di sisi lain, Israel justru mengalami krisis pasukan.
Hal ini mencuat setelah pemerintah mengeluh kesulitan merekrut prajurit baru untuk menghadapi serangan multi-front yang didukung Iran, Hizbullah, di Lebanon.
"Kami sedang tenggelam," kata prajurit cadangan Ariel Seri-Levy dalam sebuah unggahan media sosial yang dibagikan ribuan kali.
"Kita harus mengakhiri perang ini karena kami kehabisan prajurit, pengorbanan yang dilakukan sudah terlalu besar," imbuhnya.
Al Arabiya melansir, sejak 7 Oktober tahun lalu Israel diketahui telah memanggil sekitar 300.000 warga untuk bergabung menjadi tentara cadangan.
Namun jumlah pasukan tersebut tak cukup untuk menangkis serangan dari multi-font yang didukung Iran, Hizbullah, di Lebanon.
Sebanyak 367 personel dilaporkan gugur di Gaza, sementara 37 lainnya gugur di Lebanon sejak Israel mulai beroperasi di sana pada 30 September.
Mengantisipasi krisis yang semakin mencekik, Israel akhirnya kembali melakukan rekrutmen besar-besaran.
Bahkan sekitar 18 persen dari ratusan ribu tentara cadangan itu, merupakan pria berusia di atas 40 tahun yang seharusnya sudah dibebaskan dari wajib militer.
Hamas Ciptakan Taktik Baru Pertama dalam Sejarah Perang Gerilya
Sir Tom Phillips, mantan diplomat Inggris yang menjabat sebagai Duta Besar untuk Israel dan Kerajaan Arab Saudi, menulis pada tanggal 9 April di Haaretz menjadi satu di antara pakar yang menyatakan kalau Hamas memang sukses menerapkan taktik gerilya di Perang Gaza yang membuat Tentara Israel kepayahan meski unggul segala-galanya.
Dia bahkan berpendapat kalau Hamas membuktikan bisa memenangkan pertempuran dan membuat sejarah militer dalam prosesnya meski juga kehilangan banyak anggota.
Baca juga: Mundur Tanpa Hasil, Ini yang Bikin Tentara Israel Gagal di Khan Yunis, Mati Kutu di Perang Kota
Sir Tom Phillips menyebut Hamas telah berhasil mencapai tujuannya untuk "membebaskan sebanyak mungkin warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
"Dan Hamas menegaskan kembali diri mereka sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan," katanya dalam tulisan di media Israel tersebut.
Dia menggarisbawahi, Hamas telah mampu bertahan dari “serangan IDF lebih lama dibandingkan perang apa pun yang pernah dilakukan Israel,”.
"Dan dengan melakukan hal tersebut, mereka telah benar-benar merusak status pencegah (intelijen-kontraintelijen) Israel yang sangat dibanggakan. Singkatnya, dan dengan potensi konsekuensi jangka panjang yang menakutkan bagi Israel, IDF tidak lagi tampak tak terkalahkan," paparnya.
Baca juga: Perang Tak Juga Dimenangkan, Israel Umumkan Perintah Penambahan Masa Tugas Ribuan Tentara
Pencapaian lain yang dia nilai sudah diraih Hamas adalah terblokirnya kemungkinan kesepakatan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel.
Sebelum perang pecah pada tanggal 7 Oktober normalisasi Arab Saudi-Israel tampaknya segera menjadi kenyataan, namun buyar saat aksi-aksi genosida Israel di GAza muncul ke permukaan ketika membalas serangan Hamas tersebut.
"Hamas juga sukses menempatkan masalah Palestina “kembali ke peta internasional” setelah bertahun-tahun Otoritas Palestina (PA) gagal melakukannya," kata dia.
Kemenangan terakhir Hamas, menurut Phillip, adalah “kecepatan delegitimasi Israel pasca-serangan 7 Oktober yang sangat cepat di mata banyak orang di dunia.”
Baca juga: Babak Belur di Khan Yunis, Tentara Israel Tarik Pasukan dari Gaza Selatan: Sisakan Satu Batalyon IDF
(oln/khbrn/*)