Donald Trump Tutup Kampanye Pilpres AS 2024: AS Dijajah, Siap Deportasi Imigran Besar-besaran
Donald Trump menutup kampanye Pilpres AS 2024 dengan mengatakan AS sedang dijajah, ia siap mendeportasi imigran besar-besaran jika menang.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kandidat calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Donald Trump, menutup kampanyenya dengan menjanjikan kebijakan yang lebih ketat mengenai imigrasi.
AS yang menjadi salah satu negara dengan jumlah imigran yang besar, telah menghadapi berbagai masalah mulai dari kriminal hingga tempat tinggal.
Donald Trump menggambarkan AS sebagai negara yang diduduki, merujuk pada banyaknya imigran legal dan ilegal di negara itu.
"Saya berjanji untuk menyelamatkan setiap kota dan desa yang telah diserbu dan ditaklukkan," kata Donald Trump saat kampanye di Pennsylvania, Senin (4/11/2024).
Donald Trump tidak membedakan antara imigran ilegal yang katanya menyerbu kompleks apartemen di Colorado dan ribuan imigran legal dari Haiti yang kini tinggal di Springfield, Ohio.
Mantan presiden AS itu menyebutnya invasi militer tanpa seragam.
"Ini adalah invasi militer tanpa seragam. Itu saja," kata Donald Trump, seperti diberitakan CNN.
Pasangan cawapres JD Vance itu juga berjanji akan meluncurkan deportasi besar-besaran.
Janji soal kebijakan untuk memperketat masuknya imigran ini juga digunakan Donald Trump dalam kampanye Pilpres AS pertamanya tahun 2016.
Donald Trump berjanji bahwa kebijakannya akan menargetkan geng-geng imigran, melarang kota-kota perlindungan untuk imigran, dan mengupayakan hukuman mati bagi setiap imigran yang membunuh warga negara AS.
Saat kampanye di Pennsylvania kemarin, Donald Trump juga mengundang komentator Megyn Kelly ke panggung, yang kemudian menyebut beberapa warga AS yang dibunuh oleh imigran ilegal.
Baca juga: Capres Unggul Jumlah Suara tapi Belum Tentu Menang di Pilpres AS 2024, Kenapa?
AS menggelar Pilpres AS 2024 pada hari ini, Selasa (5/11/2024).
Donald Trump dan JD Vance dari Partai Republik melawan Kamala Harris dan Tim Walz dari Partai Demokrat.
Kedua partai besar tersebut akan memperebutkan suara di setiap negara bagian untuk memenangkan hak elektor, sebelum membawa para elektor untuk menggunakan hak pilih di pemilihan umum di Electoral College.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)