Kapok Dengan Perang 2014, Ukraina Tolak Gencatan Senjata Tanpa Jaminan Keamanan
Ukraina akan menolak keras usulan gencatan senjata dengan Rusia jika tidak diiringi dengan jaminan keamanan bagi negara tersebut.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Ukraina akan menolak keras usulan gencatan senjata dengan Rusia jika tidak diiringi dengan jaminan keamanan bagi negara tersebut.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengaku kapok melakukan gencatan senjata dengan Rusia, namun pada akhirnya justru saat masa gencatan tersebut Rusia mempersiapkan serangan yang lebih besar.
Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya kedua negara tersebut masih terikat gencatan senjata perang 2014 ketika Moskow menganeksasi Krimea.
Baca juga: Rusia Timbun Rudal Kh-101 untuk Serangan Musim Dingin, 61 Hari Andalkan Drone Shahed Gempur Ukraina
Saat itu terjadi perang saudara antara warga Ukraina di Donbass yang mayoritas berbahasa Rusia dan didukung oleh Vladimir Putin dengan Neo Nazi di dukung Ukraina pro-Barat pada 2013-2014.
Setelah aneksasi semenanjung di tenggara Ukraina tersebut kedua negara melakukan gencatan senjata pada 2014 lalu pada 2024 Rusia kembali menginvasi Ukraina.
Dikutip Ukrinform, Zelensky mengatakan hal itu saat pertemuan puncak Komunitas Politik Eropa di Budapest pada Kamis (7/11/2024).
"Anda ingat kita pernah melakukan gencatan senjata pada tahun 2014, setelah Krimea dan sebagian Donbas diduduki. Itu berakhir dengan persiapan untuk invasi skala penuh. Ini menunjukkan bahwa gencatan senjata tanpa jaminan keamanan bagi Ukraina, berarti persiapan berkelanjutan untuk pendudukan negara kita dan penghancuran kemerdekaan dan kedaulatan kita," kata Zelensky.
Menurutnya, gencatan senjata tanpa jaminan yang diusulkan oleh sejumlah negara tersebut merupakan retorika berbahaya. Hal itu menurutnya hanya akan menguntungkan Moskow.
"Hanya mencapai gencatan senjata adalah model yang kami dengar dari beberapa pemimpin di sini (pada pertemuan puncak di Budapest - red.), dari Brasil, Tiongkok, dan penting bagi kami untuk mendengarnya dari Rusia. Ini adalah model yang hebat bagi Rusia," kata presiden.
Baca juga: Trump menang Pilpres Amerika: Apa artinya bagi Palestina, Rusia, dan China?
Ia mengingat bahwa setelah gencatan senjata 2014, langkah selanjutnya bukanlah mengakhiri perang, tetapi setidaknya menukar tawanan perang, tetapi itu pun tidak pernah terjadi. "Orang-orang telah berada di penjara selama 10 tahun," tegas Zelensky.
Oleh karena itu, Ia mengatakan pembicaraan tentang gencatan senjata tanpa jaminan keamanan yang memadai tidak profesional dan tidak bertanggung jawab. "Harus ada rencana yang jelas," kata Zelensky.
Brasil dan China memang terus mendorong agar dua negara yang berseteru itu menggelar perdamaian.
Mereka meyakini perundingan damai dengan intensi yang baik merupakan solusi satu-satunya dan paling tepat untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.
Brasil dan China juga menyerukan agar semua pihak mematuhi tiga prinsip untuk meredakan situasi, yakni tidak memperluas medan perang, tidak meningkatkan pertempuran, dan tidak melakukan provokasi terhadap pihak mana pun.
Namun Ukraina mencurigai ada maksud di belakang keduanya menyerukan perdamaian. Selain Brasil dan China adalah anggota BRICS yang merupakan kelompok negara yang dimotori oleh Rusia, Zelensky meyakini ada agenda di balik usulan perdamaian tersebut.