Respons Prajurit Ukraina atas Penggunaan Rudal ATACMS untuk Serang Wilayah Rusia: Terlambat
Apakah rudal ATACMS ‘terlambat’ untuk serangan Ukraina ke Rusia? Ini kata prajurit Ukraina serta para analis.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Amerika Serikat untuk membiarkan Ukraina menggunakan Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat (ATACMS) berpresisi tinggi untuk menyerang target di Rusia, dianggap sudah terlambat.
Vitaly, seorang prajurit Ukraina yang terluka, menyampaikan pandangannya kepada Al Jazeera.
Ia menilai, Presiden AS Joe Biden seharusnya mengizinkan penggunaan rudal ini tanpa batasan sejak dua tahun lalu.
"Sudah terlambat, karena sekarang Rusia semakin berani," ujarnya.
"Ekonomi mereka bekerja untuk perang, rakyatnya seperti zombie yang mendaftar dan mendapatkan uang untuk itu, sementara kami kehilangan sedikit demi sedikit setiap hari."
Amerika Serikat sebenarnya telah menyediakan rudal balistik jarak jauh ATACMS pertama ke Ukraina tahun lalu.
Namun, penggunaannya untuk menyerang wilayah jauh di dalam Rusia baru diizinkan belakangan ini.
Keputusan Presiden Biden ini dilaporkan oleh beberapa media Barat pada Minggu (17/11/2024), meskipun Gedung Putih dan Pentagon menolak untuk mengonfirmasinya.
Pada Selasa (19/11/2024), Ukraina dilaporkan menyerang sebuah depot senjata di wilayah Bryansk, Rusia, dengan enam rudal balistik ATACMS, menurut industri pertahanan Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam pidato videonya, menegaskan bahwa serangan seperti itu tidak akan diumumkan secara verbal.
"Rudal akan berbicara sendiri," katanya.
Baca juga: Ukraina Gerak Cepat setelah Diberi Lampu Hijau oleh AS, Tembakkan Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Rusia
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani doktrin nuklir terbaru pada hari yang sama.
Dokumen ini menyebutkan bahwa Rusia dapat meluncurkan serangan nuklir jika diserang oleh negara non-nuklir seperti Ukraina, terutama jika negara tersebut didukung oleh negara nuklir seperti AS.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa pembaruan doktrin ini diperlukan untuk menyesuaikan kebijakan Rusia dengan situasi politik terkini.