Konflik Lebanon Selatan: Mengungkap Kekejaman di Khiam
Kota Khiam menyimpan luka sejarah dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: timtribunsolo
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah gempuran bom dan ledakan artileri, kota Khiam di Lebanon selatan menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara pejuang Hizbullah dan pasukan Israel.
Ketegangan meningkat ketika kedua pihak terlibat dalam baku tembak yang berlangsung selama beberapa hari terakhir.
Sejak konflik ini berkobar, suasana di Khiam, yang terletak sekitar 6 kilometer dari perbatasan, dipenuhi dengan kepanikan dan ketakutan.
Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA) melaporkan bahwa Israel berusaha menguasai Khiam, menjadikannya sebagai gerbang strategis untuk melancarkan serangan darat lebih lanjut.
Masyarakat setempat merasakan dampak langsung dari konflik ini.
Mereka terjepit di antara dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan, merindukan kedamaian yang kian jauh dari jangkauan.
"Kami hanya ingin hidup tenang, tetapi situasi ini membuat kami terjepit dalam ketakutan," ungkap seorang warga setempat yang tak ingin disebutkan namanya.
Makna Historis Kota Khiam
Khiam bukan hanya sekadar lokasi strategis; tempat ini menyimpan luka sejarah yang dalam.
Selama 22 tahun, Khiam dikenal sebagai lokasi penjara yang dikelola oleh Tentara Lebanon Selatan—milisi proksi Israel.
Pada tahun 2000, pasukan Israel mundur dari wilayah ini, tetapi bayang-bayang masa lalu masih menghantui penduduknya.
Mereka merasa terjebak dalam siklus kekerasan yang seolah tak kunjung berakhir.
"Setiap batu di Khiam memiliki cerita. Kami tidak hanya berjuang untuk masa depan, tetapi juga melawan kenangan pahit yang terus menghantui kami," kata seorang pensiunan pejuang yang kini tinggal di Khiam.
Korban Jiwa dan Kerusakan
Konflik ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga merenggut nyawa.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa sedikitnya 20 orang tewas dan 66 lainnya terluka akibat serangan Israel di lingkungan Basta Al Fawq.
Pemindahan puing-puing dan penyelamatan korban menjadi prioritas utama, namun dalam situasi seperti ini, setiap detik terasa sangat berharga.
Saksi mata melaporkan bagaimana proses evakuasi berlangsung di tengah suasana mencekam.
"Kami berlari dengan harapan bisa menyelamatkan satu nyawa saja. Namun, setiap kali kami mendengar ledakan, jantung kami berdegup kencang," ujar seorang relawan kemanusiaan yang terlibat dalam upaya penyelamatan.
Penilaian Situasi oleh Militer
Sementara itu, Jenderal Michael Erik Kurilla, Kepala Komando Pusat AS, dan Panglima Militer Israel, Herzi Halevi, sedang melakukan penilaian situasi yang mendalam mengenai dinamika keamanan di Lebanon.
Keduanya berusaha memahami serta merumuskan strategi yang tepat untuk menghadapi konflik yang terus berkepanjangan ini.
Dari perbincangan tersebut, terungkap bahwa situasi di Lebanon bukan hanya masalah lokal, tetapi juga menjadi perhatian internasional.
“Kami tidak bisa mengabaikan dampak dari pertempuran ini yang sudah menelan banyak korban,” jelas Kurilla.
Harapan di Tengah Kehilangan
Setiap peluru yang ditembakkan, setiap ledakan yang mengguncang, dan setiap jiwa yang hilang membawa harapan baru bagi perdamaian.
Penduduk Khiam dan sekitarnya masih menyimpan impian untuk melihat kembali senyuman di wajah anak-anak mereka.
"Kami ingin perdamaian, bukan hanya untuk kami, tetapi juga untuk generasi mendatang," kata seorang ibu yang meratapi nasib anak-anaknya.
Ketika konflik ini berlangsung, di balik setiap laporan berita, ada kisah kehidupan yang tersisa, dan sebuah harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Mari kita ingat bahwa di balik statistik dan angka, ada manusia dengan cita-cita dan harapan yang sama untuk hidup dalam damai.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).