Cara Pasukan Israel Bertahan Saat Dihajar Musim Dingin dalam Perang di 7 Front Sekaligus
Musim dingin 2024 menyelimuti tidak hanya Gaza tetapi juga wilayah pegunungan Lebanon yang lebih kasar, apakah IDF dapat mempertahankan efektivitas?
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Cara Pasukan Israel Bertahan Saat Dihajar Musim Dingin dalam Perang di 7 Front Sekaligus
TRIBUNNEWS.COM - Media Israel, The Jerusalem Post, memberi ulasan seputar tantangan yang dihadapi pasukan Israel (IDF) dalam perang yang mereka hadapi dan ciptakan sendiri di tujuh front sekaligus.
Dalam ulasannya, yang dikutip Selasa (26/11/2024), media Israel itu menggambarkan komando Logistik IDF di bawah Mayjen Mishel Yanko harus menangani tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca juga: Ribuan Tentara Cadangan Israel Menolak Bertugas, Al Qassam Sikat Puluhan IDF dari Jarak Dekat
"Tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini adalah bagaimana mereka menjaga mesin militer tetap bergerak selama 14 bulan perang, bertempur di tujuh front, termasuk invasi besar-besaran terhadap Hamas (Gaza) dan Hizbullah (Lebanon Selatan).
Selama waktu itu, Yanko mengubah komando menjadi korps yang jauh lebih besar dan berfokus pada pertempuran.
Konsekuensinya, ulas media tersebut, IDF harus menerima kenyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pengakuan kalau 97 anggota komandonya tewas dalam pertempuran dan sekitar 2.500 yang terluka.
Jumlah ini diprediksi jauh lebih besar karena IDF menerapkan sensor militer terhadap informasi sensitif terkait kerugian perang.
Pada saat yang sama, Komando Logistik IDF mendapat kritik tajam di awal perang karena lambat dalam menyalurkan senjata, rompi antipeluru, helm, makanan, dan perlengkapan lain yang dibutuhkan kepada sebagian pasukan di garis depan dan banyak pasukan yang berada dekat dengan garis depan.
"Lebih jauh lagi, negara ini harus berhadapan dengan embargo senjata parsial dari AS dan sekutu lainnya, terkadang harus kreatif dalam menentukan cara memenuhi kebutuhan perang sehari-hari," kata ulasan itu.
Kerja Keras Divisi Logistik
Lalu bagaimana IDF menjaga pasokan pasukan selama perang di tujuh garis depan?
Menurut IDF, mereka telah melakukan 2.000 operasi logistik dan pasokan besar-besaran untuk menjaga perang tetap berlangsung sehari-hari.
Ini termasuk membangun enam pangkalan logistik terdepan, beberapa di dalam area tempat pasukan IDF beroperasi di Gaza, enam pengangkutan udara yang menghasilkan pengiriman 100 ton air, makanan, amunisi, dan gas ke garis depan, dan pengiriman pasokan melalui laut.
Sebagai bagian dari pengakuan IDF, personel logistik dituntut untuk bergerak melalui zona perang jauh lebih banyak daripada yang pernah diperkirakan di masa lalu.
"Belakangan IDF mengetahui kalau pelatihan sebelumnya untuk personel logistik tidak memadai untuk tugas ini, IDF juga mendirikan sekolah baru untuk memperbarui pelatihan korps agar lebih siap menghadapi kondisi pertempuran," tulis laporan itu.
Selain berupaya meningkatkan operasinya sendiri, komando tersebut telah mendistribusikan sekitar 2,5 juta item pakaian dan alas kaki dan menciptakan berbagai fasilitas baru untuk membuat seluruh militer lebih siap berperang.
Fasilitas-fasilitas baru itu termasuk 15 lapangan tembak baru, 40 dapur baru, 120 area kerja baru, dan 30 fasilitas makanan keliling.
"Hampir satu juta paket makanan tambahan telah didistribusikan serta 35.000 makanan hangat khusus medan perang, menggunakan teknologi yang baru dikembangkan," katanya.
Semesta Melawan
Tantangan berat lainnya bagi agresi dan invasi IDF adalah menghadapi kondisi lingkungan saat perang.
"Pertanyaan utama selama pertempuran musim dingin 2023 di Gaza dan dengan musim dingin 2024 yang menyelimuti tidak hanya Gaza tetapi juga wilayah pegunungan Lebanon yang lebih kasar adalah apakah IDF dapat mempertahankan efektivitas operasional selama musim dingin?" tanya ulasan tersebut.
IDF mengatakan pihaknya telah mendistribusikan sekitar 300.000 perlengkapan musim dingin bagi prajuritnya agar tetap hangat dan efektif.
The Jerusalem Post mengklaim, sudah melihat berbagai macam barang tersebut pada Senin (25/11/2024), termasuk berbagai tingkat pakaian untuk pasukan khusus di daerah pegunungan yang sangat dingin dibandingkan dengan pakaian hangat yang lebih standar untuk infanteri reguler.
"The Jerusalem Post juga melihat berbagai macam barang elektronik khusus yang dirancang militer untuk menjaga prajuritnya tetap hangat dan efektif dalam kondisi medan perang, termasuk di musim dingin," klaim laporan tersebut.
Baca juga: Pakar Militer: Korban IDF Menggunung di Lebanon, Diberondong Al Qassam dari Jarak Dekat di Jabalia
Korban IDF Terus Meningkat, Fisik dan Psikis
Bagian dari Komando Logistik adalah Korps Medis, yang dipimpin oleh Brigjen Zivan Aviad-Bar.
Menurut IDF, Korps Medis telah menangani sekitar 6.000 tentara yang terluka, 700 di antaranya sebagai bagian korban dari invasi Lebanon.
Selama Perang Lebanon Kedua tahun 2006, pasukan ini menangani 833 orang yang terluka, dan selama konflik Gaza tahun 2014, menangani 709 orang yang terluka.
Selanjutnya, IDF menyatakan kalau seorang perwira medis senior, secara rata-rata, bisa menjangkau prajurit yang terluka selama perang saat ini dalam waktu antara 0-4 menit, sedangkan pada tahun 2006, lama waktu penundaannya adalah antara 10-25 menit.
Waktu rata-rata perjalanan dari lapangan ke rumah sakit dengan helikopter adalah 66 menit dari Gaza dan 84 menit dari Lebanon.
Dengan ambulans/kendaraan darat, waktu rata-rata adalah 91 menit dari Gaza dan 111 menit dari Lebanon.
"IDF mengatakan mereka bangga kalau 85 persen prajuritnya yang berpotensi mengalami cedera fisik dan emosional akibat pengalaman perang dapat kembali ke medan perang."
"Selain itu, IDF bangga dengan lebih dari 850 psikolog-terapis baru yang direkrutnya untuk menangani peningkatan masalah emosional akibat perang," kata laporan itu.
Baca juga: Ribuan Tentara IDF Digerogoti Penyakit Mental, Media Israel: Angka Bunuh Diri Meningkat
Namun, sejumlah pakar dan bukti anekdotal telah menimbulkan pertanyaan tentang apakah suasana di antara para terapis dan komandan pertempuran ini benar-benar kondusif untuk menangani masalah seperti gangguan stres pasca-trauma secara benar.
"Pertanyaan lain, apakah ada tekanan yang tidak semestinya dari pejabat penting untuk mengirim prajurit kembali ke medan pertempuran meskipun mereka hanya berada di ambang stabil?" tulis ulasan tersebut mempertanyakan klaim IDF.
Sementara, ada juga pihak yang mengkritik IDF karena menawarkan terapi terutama kepada prajurit tempur garis depan sementara mengabaikan trauma yang dialami prajurit lain yang menyaksikan atau mengalami berbagai pengalaman traumatis selama bertugas, meskipun secara teknis mereka bukan pejuang tempur.
(oln/tjp/*)