Israel Beri Sinyal Setujui Gencatan Senjata dengan Hizbullah, Apa Kabar Kesepakatan Sandera?
Israel telah memberikan sinyal bahwa pihaknya menyetujui usulan AS untuk melakukan gencatan senjata dengan Hizbullah di Lebanon.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Usulan Amerika Serikat (AS) tentang gencatan senjata di Lebanon tampaknya disetujui oleh Israel.
Israel memberikan sinyal akan menyetujui rencana AS untuk gencatan senjata dengan Hizbullah pada Selasa (26/11/2024).
Kabinet keamanan Israel diperkirakan akan melakukan sidang pada Selasa malam, untuk membahas teks gencatan senjata yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
"Kami sudah hampir mencapainya, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan sampai semuanya selesai," kata Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, dikutip dari Reuters.
Kesepakatan tersebut telah memperoleh persetujuan di Beirut, di mana wakil juru bicara parlemen Lebanon mengatakan, tidak ada kendala serius yang tersisa untuk mulai menerapkannya - kecuali Netanyahu berubah pikiran.
Kantor Netanyahu pada Senin, menolak mengomentari laporan, Israel dan Lebanon telah menyetujui teks kesepakatan.
Hizbullah disebut telah mendukung sekutunya, Ketua Parlemen Nabih Berri, untuk berunding.
Rencana tersebut mengharuskan pasukan Israel mundur dari Lebanon selatan dan pasukan tentara Lebanon dikerahkan di wilayah perbatasan - benteng Hizbullah - dalam waktu 60 hari.
Meski ada tanda-tanda dimulai gencatan senjata, namun Israel terus melancarkan serangan udara di wilayah pinggiran selatan Beirut.
Kehancuran yang terjadi di sebagian besar wilayah Lebanon menjadi sorotan karena adanya tagihan rekonstruksi besar yang harus dibayarkan oleh Lebanon yang sedang kekurangan uang, dengan lebih dari 1 juta orang mengungsi.
Di Israel, gencatan senjata akan membuka jalan bagi 60.000 orang untuk kembali ke rumah di utara, yang mereka evakuasi saat Hizbullah mulai menembakkan roket.
Baca juga: Serangan Roket Hizbullah Guncang Galilea, Tel Aviv, Haifa, Nahariya, dan Petah Tikvah
Bagaimana Nasib Sandera di Gaza?
Sumber-sumber di lembaga keamanan tidak mengesampingkan kemungkinan, perjanjian gencatan senjata di Lebanon antara Israel dan Hizbullah, dapat menghasilkan terobosan dalam negosiasi dengan Hamas untuk pembebasan sandera.
Kesepakatan semacam itu dilaporkan dapat mencakup mempertahankan kendali Israel atas Koridor Philadelphia.
Selain itu, seorang pejabat keamanan senior mengatakan kepada Walla, tekanan militer yang diberikan kepada Hamas dan sekutunya telah membawa kemungkinan tercapainya kesepakatan untuk mengembalikan para sandera lebih dekat dari sebelumnya.
Media Israel melaporkan, pejabat keamanan yakin kemampuan Hamas untuk mengoordinasikan aktivitasnya dengan Hizbullah telah terputus, yang menempatkan organisasi itu di bawah tekanan besar.
Awal bulan ini, Israel Hayom melaporkan, pejabat Israel meyakini 51 dari 101 sandera yang tersisa di Gaza masih hidup.
Presiden Israel, Isaac Herzog, telah mengonfirmasi, sekitar 50 orang sandera di Gaza masih hidup.
Minggu lalu, Hamas mengklaim seorang sandera wanita Israel telah terbunuh di daerah Gaza utara yang diserang IDF.
Baca juga: Pemukim di Israel Utara Marah atas Potensi Gencatan Senjata, Mereka Takut Hizbullah Jadi Lebih Kuat
Baku Tembak Masih Terus Terjadi
Hizbullah masih melakukan serangan udaranya di kota pesisir utara Nahariya pada Senin (25/11/2024) malam.
Pada saat yang sama, jet Israel terus melancarkan serangan terhadap Hizbullah di Lebanon, termasuk benteng di Ibu Kota Beirut.
IDF mengatakan pada Senin malam, mereka akan memberlakukan aturan "aktivitas terbatas" pada komunitas-komunitas di Dataran Tinggi Golan dan di sepanjang perbatasan utara, yang memperketat aturan tersebut dari "aktivitas parsial".
Baca juga: Israel Utara Lumpuh Total, Hizbullah Tembakkan 300 Roket & Drone ke Israel, Timbul Kerusakan Besar
Pembatasan tersebut melarang sebagian besar sekolah untuk buka dan juga melarang pertemuan besar di area tersebut.
Meski berada di dekat perbatasan yang bergolak dengan Lebanon dan Suriah, Dataran Tinggi Golan sebagian besar terhindar dari serangan roket ke Israel utara, meskipun serangan roket Hizbullah di kota Majdal Shams di Golan pada akhir Juli menewaskan 12 anak-anak.
Perubahan tersebut mencerminkan kekhawatiran di Israel bahwa Hizbullah akan meningkatkan serangan roket sebelum gencatan senjata berlaku, karena kedua pihak berusaha memaksimalkan keuntungan sebelum meletakkan senjata.
Dikutip dari The Times of Israel, sepanjang Senin malam, sirene peringatan roket terus berbunyi di komunitas Israel dekat perbatasan Lebanon.
Selain itu, di wilayah Galilea juga membunyikan sirene saat roket terbang dari Lebanon ke Israel.
Satu rentetan 10 roket menargetkan kota pesisir Nahariya dan daerah sekitarnya, beberapa di antaranya hancur, meskipun yang lainnya mengenai daerah berpenghuni.
Seorang wanita berusia 70 tahun dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius setelah serangan roket, kata layanan ambulans Magen David Adom.
Seorang pria berusia 80-an juga terluka ringan dalam serangan itu. Keduanya terluka oleh pecahan peluru, kata petugas medis.
Beberapa lainnya dilaporkan telah dirawat karena kecemasan akut.
Selasa pagi, IDF mengatakan pihaknya menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak yang melintasi Dataran Tinggi Golan "dari timur", merujuk ke Irak.
Di Lebanon, kementerian kesehatan mengatakan serangan Israel menewaskan sedikitnya 31 orang di seluruh negeri pada hari Senin, sebagian besar dari mereka berada di selatan.
Baca juga: Israel Intensifkan Serangan di Lebanon, Hizbullah Klaim Kesepakatan Gencatan Senjata Hampir Tercapai
Pernyataan kementerian mencantumkan "jumlah korban tewas akibat serangan musuh Israel di sejumlah kota dan wilayah Lebanon" di timur, selatan, dan dekat Beirut, dengan sebagian besar tewas di selatan dan empat tewas di timur.
Angka dari otoritas Lebanon tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
(Tribunnews.com/Whiesa)