G7 Janji Patuhi Surat Penangkapan Netanyahu yang Dirilis ICC, Nasib PM Israel di Ujung Tanduk
G7 menyatakan siap mematuhi surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang dirilis Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM – Para menteri luar negeri kelompok G7 menyatakan siap mematuhi surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang dirilis Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Kesiapan itu menandakan semua negara G7 harus menangkap Netanyahu jika ia bepergian ke sana.
Pernyataan tersebut disampaikan para menteri G7 setelah menggelar pembicaraan dua hari di dekat Roma.
Adapun negara-negara industri yang tergabung dalam kelompok G7, di antaranya Inggris, Kanada, Jerman, Perancis, Jepang, Italia dan Amerika Serikat.
“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap Hukum Humaniter Internasional dan akan mematuhi kewajiban kami masing-masing,” kata para menteri G7 mengutip dari Barrons.
Sebelumnya ICC yang berpusat di Den Haag merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Surat ini dirilis lantaran keduanya memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan perang dan kelaparan di Gaza, serta genosida yang menewaskan 1.139 orang.
"Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024, hari ketika Penuntutan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan," demikian pernyataan ICC.
Seberapa Ampuh Surat ICC
Sebagai informasi, ini adalah pertama kalinya ICC mengeluarkan surat penangkapan Netanyahu yang merupakan pemimpin negara sekutu Barat.
Rilisnya surat perintah penangkapan tersebut menjadikan Netanyahu, Gallant dan Deif sebagai tersangka yang diburu secara internasional.
Baca juga: AOHR UK Desak ICC Minta Interpol Keluarkan Red Notice untuk Netanyahu dan Gallant
Imbasnya, pergerakan PM Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant semakin terbatas.
Pasalnya, ICC sekarang secara teoritis membatasi pergerakan Netanyahu karena salah satu dari 124 anggota nasional pengadilan tersebut akan diwajibkan untuk menangkapnya di wilayah mereka.
Selain itu, surat penangkapan Netanyahu juga memberikan dampak luas, seperti melemahkan legitimasi kampanye Israel di Gaza. Kemudian merusak hubungan antara Tel Aviv dan sekutunya.
Israel Rayu Sekutu
Merespon putusan ICC, Netanyahu dilaporkan melobi Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait surat perintah penangkapan dirinya.
Dikutip dari Anadolu Agency, Netanyahu dan Macron melakukan pembicaraan via telepon.
Pihak juru bicara Israel maupun Prancis belum mengungkap apa isi pembicaraan tersebut.
Namun sejumlah pihak meyakini bahwa Netanyahu dilaporkan meminta Macron agar mengabaikan surat perintah ICC.
Tak sampai di situ, Israel juga mulai putar otak meminta 25 negara agar menentang surat penangkapan yang dirilis ICC.
Hal ini diketahui publik setelah Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz telah mengirim surat kepada 25 mitranya di seluruh dunia.
Dalam suratnya, Katz meminta negara-negara tersebut untuk mengikuti jejak Inggris menolak permintaan Jaksa Agung ICC.
Israel bahkan turut melobi AS untuk menjatuhi sanksi berat ke para pejabat Mahkamah Pidana Internasional.
Sanksi tersebut di antaranya pemblokiran akses pejabat ICC ke AS, pencabutan visa AS milik pejabat ICC serta melarang mereka melakukan transaksi properti apa pun di dalam negeri, kecuali pengadilan menghentikan kasusnya terhadap “orang-orang yang dilindungi Amerika Serikat dan sekutunya.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)