Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hamas Tak Merasa Dikhianati Hizbullah, Pemukim Anggap Gencatan Senjata 'Perjanjian Menyerah' Israel

Warga Israel di Kiryat Shmona menilai gencatan senjata adalah 'Surrender Agreement', perjanjian menyerah Israel atas perang melawan Hizbullah.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Hamas Tak Merasa Dikhianati Hizbullah, Pemukim Anggap Gencatan Senjata 'Perjanjian Menyerah' Israel
Sumber foto: Pasukan Pendudukan Israel
Operasi militer Tentara Israel (IDF) di Lebanon. 

Hamas Tak Merasa Dikhianati Hizbullah, Gencatan Senjata Disebut 'Perjanjian Menyerah' Israel

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dalam segala upaya gencatan senjata di Gaza.

Kemauan Hamas untuk gencatan senjata dalam perangnya melawan agresi Israel di Gaza ini dinyatakan beberapa jam setelah perjanjian gencatan senjata di Lebanon mulai berlaku.

Baca juga: AS: Hamas Ditinggal Hizbullah, Brigade Hizbullah Irak: Eits, Masih Ada Kami, Lanjut Serang Israel

Gerakan perlawanan Palestina itu dalam sebuah pernyataan pers, pada Rabu (27/11/2024), menambahkan kalau mereka terus mengupayakan penghentian agresi Israel terhadap rakyat Palestina, dalam negosiasi gencatan senjata, lansir Khaberni.

Namun Hamas juga menyoroti perbedaan visi soal faktor-faktor penentu penghentian agresi Israel terhadap Gaza yang semestinya “disepakati secara nasional” oleh faksi manapun di kelompok Palestina.

Hamas menjelaskan, faktor-faktor penentu ini termasuk seputar gencatan senjata, penarikan pasukan pendudukan, kembalinya para pengungsi ke rumah mereka, dan penyelesaian kesepakatan pertukaran tahanan Palestina dan sandera Israel.

Seorang wanita Lebanon mengangkat potret pemimpin Hizbullah yang terbunuh, Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, bersama bendera kuning kelompok militan tersebut saat orang-orang kembali ke pinggiran selatan Beirut pada 27 November 2024 setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah mulai berlaku. Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon berlangsung setelah lebih dari setahun pertempuran yang telah menewaskan ribuan orang.
AFP
Seorang wanita Lebanon mengangkat potret pemimpin Hizbullah yang terbunuh, Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, bersama bendera kuning kelompok militan tersebut saat orang-orang kembali ke pinggiran selatan Beirut pada 27 November 2024 setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah mulai berlaku. Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon berlangsung setelah lebih dari setahun pertempuran yang telah menewaskan ribuan orang. AFP (AFP)

Tak Merasa Dikhianati Hizbullah

Dalam pernyataannya, Hamas menyiratkan tidak merasa 'ditinggalkan' oleh Hizbullah dalam perlawanan mereka terhadap agresi Israel.

Berita Rekomendasi

Dalam kacamata Amerika Serikat (AS), yang menggaungkan gencatan senjata di Lebanon, gencatan senjata ini akan membuat Hizbullah 'berhenti' mendukung Hamas sehingga penghentian perang di Gaza juga akan terjadi.

Baca juga: AS: Hamas Ditinggal Hizbullah, Brigade Hizbullah Irak: Eits, Masih Ada Kami, Lanjut Serang Israel

Hamas justru memuji peran penting yang dimainkan oleh Hizbullah, dalam mendukung Jalur Gaza dan perlawanan Palestina, dan “pengorbanan besar yang dilakukan oleh Hizbullah dan kepemimpinannya,” serta ketabahan rakyat Lebanon dan kelompok mereka dalam solidaritas permanen dengan rakyat Palestina “dalam menghadapi pendudukan Zionis dan agresi brutalnya.”

Pernyataan tersebut menekankan bahwa penerimaan Israel terhadap perjanjian dengan Lebanon “tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan merupakan langkah penting dalam menghancurkan ilusi Netanyahu tentang mengubah peta Timur Tengah dengan kekerasan, dan ilusinya tentang mengalahkan kekuatan perlawanan atau melucuti senjata mereka. "

Hamas juga menekankan bahwa perjanjian ini “tidak akan mungkin terjadi tanpa ketabahan perlawanan dan penggalangan inkubator rakyat di sekitarnya, dan kami yakin bahwa poros perlawanan akan terus mendukung rakyat kami dan mendukung perjuangan mereka dengan segala cara yang mungkin".

'Surrender Agremeent' Israel

Di sisi lain, gencatan senjata yang terjadi justru memicu kontroversi di dalam Israel.

Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir sangat menentang gencatan senjata itu.

Ben-Gvir menggambarkannya sebagai “kesempatan yang terlewatkan” untuk mengalahkan Hizbullah.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Katz menekankan kesiapan Israel untuk menanggapi setiap pelanggaran gencatan senjata.

Baca juga: Belum Sehari Gencatan Senjata, Tentara Israel Tembaki Warga Lebanon yang Bergegas Pulang

Koalisi Pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu juga menghadapi perpecahan internal.

Beberapa menteri Israel disebut-sebut mendukung perjanjian untuk “alasan kompleks dan rahasia,” menurut laporan di Israel Hayom

"Sumber-sumber keamanan Israel menyoroti pentingnya strategis perjanjian dalam mengurangi tekanan pada pasukan Israel yang membentang antara front Lebanon dan Gaza," tulis PC menjelaskan kalau gencatan senjata ini memang dibutuhkan militer Israel untuk 'ambil napas' setelah ngos-ngosan di berbagai front pertempuran.

Baca juga: Cara Pasukan Israel Bertahan Saat Dihajar Musim Dingin dalam Perang di 7 Front Sekaligus

Sementara itu, mantan Menteri Keamanan Israel Benny Gantz mengkritik kurangnya transparansi, menuntut rilis publik dari rincian kesepakatan.

Pemukim Israel Utara, yang saat ini mengungsi, menyatakan kekhawatiran kalau perjanjian itu akan memungkinkan Hizbullah untuk menggalan kekuatannya kembali.

Seorang warga Israel di Kiryat Shmona mengatakan kepada CNN bahwa kesepakatan itu menjadi 'Surrender Agreement', perjanjian menyerah Israel atas perangnya di front utara melawan Hizbullah.

Netanyahu Beberkan 3 Alasan Utama Sepakat Akhiri Perang dengan Hizbullah

Pemerintah Israel setuju gencatan senjata dengan Hizbullah di Lebanon pada Selasa (26/11/2024).

Gencatan senjata ini berpotensi mengakhiri perang Israel dan Hizbullah yang terjadi lebih dari setahun yang telah menewaskan ribuan orang.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataan yang direkam sebelumnya mengatakan ada tiga "alasan utama" mengapa ia menginginkan gencatan senjata dengan Hizbullah saat ini.

Yakni untuk "berfokus pada ancaman Iran," memberi pasukan Israel waktu istirahat, dan meningkatkan tekanan pada Hamas.

 Menurut Netanyahu, lamanya gencatan senjata Israel-Hizbullah tergantung pada apa yang terjadi di Lebanon.

“Jika Hizbullah melanggar perjanjian dan mencoba untuk mempersenjatai diri, kami akan menyerang,” ucapnya memperingatkan, dikutip dari AFP.

Baca juga: Media Israel: Serangan Hizbullah Bikin Boncos Negara Lebih dari Setengah Triliun

Pendukung utama Israel, Amerika Serikat, telah memimpin upaya gencatan senjata di Lebanon bersama Perancis.

“Dalam koordinasi penuh dengan Amerika Serikat, kami mempertahankan kebebasan militer penuh untuk bertindak,” kata Netanyahu menguraikan perang tujuh front yang dihadapi Israel di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, Yaman, Irak, Suriah, Lebanon, dan Iran.

Hassan Fadlallah, pejabat senior Hizbullah dan anggota parlemen, mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu akan tetap aktif setelah perangnya dengan Israel berakhir.

Termasuk, kata dia, dengan membantu warga Lebanon yang mengungsi kembali ke desa-desa mereka dan membangun kembali daerah-daerah yang hancur akibat serangan Israel.

Joe Biden memberikan rincian kesepakatan

Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan Netanyahu berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan berterima kasih kepadanya atas keterlibatannya dalam perjanjian gencatan senjata.

Berbicara dari Gedung Putih, Biden memaparkan beberapa rincian kesepakatan gencatan senjata yakni :

  • Tentara Lebanon akan mengambil alih wilayahnya sendiri sekali lagi menyusul kesepakatan gencatan senjata yang dicapai antara Israel dan Lebanon.
  • Kesepakatan akan berlaku pada hari Rabu pukul 4 pagi waktu setempat , yang berarti hari Selasa pukul 9 malam waktu Timur .

Mengandalkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701:

Gencatan senjata selama 60 hari tersebut bertujuan untuk melaksanakan resolusi PBB yang telah berusia 18 tahun, dengan harapan bahwa resolusi tersebut dapat menjadi dasar gencatan senjata yang langgeng.

Resolusi tersebut menetapkan bahwa Israel harus menarik semua pasukannya dari Lebanon selatan, dan bahwa satu-satunya kelompok bersenjata yang ada di selatan sungai Litani adalah militer Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB.

Anda dapat membaca penjelasan lengkap tentang resolusi tersebut dan bagaimana resolusi tersebut menghasilkan ketenangan relatif di wilayah tersebut.

Bukan Akhir Perang

Seorang pejabat Israel mengatakan kepada Maariv bahwa gencatan senjata bukanlah akhir dari perang dan bahwa Israel mempertahankan haknya untuk menanggapi ancaman apa pun.

Sumber itu juga mengatakan bahwa pemutusan hubungan antara front Gaza dan Lebanon akan membuat Hamas terisolasi, sesuatu yang juga disoroti oleh Netanyahu dalam pidatonya.

Sumber-sumber mengatakan kepada saluran Saudi Al Hadath bahwa tidak akan ada zona penyangga di Lebanon Selatan menurut perjanjian tersebut.

Hassan Fadlallah, seorang anggota parlemen Hizbullah, mengatakan kepada Reuters sebagai tanggapan atas pengumuman tersebut bahwa Hizbullah akan tetap aktif, termasuk dalam menyediakan layanan sosial kepada warga sipil Lebanon yang mengungsi.

Fadlallah menyebut jam-jam terakhir sebelum gencatan senjata sebagai "jam-jam berbahaya dan sensitif," mengingat IDF melancarkan serangan besar-besaran terhadap Beirut pada hari Selasa sebelumnya.

MK Zvi Sukkot, Otzmah Yehudit, mengatakan dia akan mendukung gencatan senjata karena IDF telah berhasil menyingkirkan 80 persen tokoh terkemuka di Hizbullah, membalikkan penentangannya sebelumnya.

Beberapa tokoh sayap kanan lainnya telah menyetujui atau menolak gencatan senjata secara bersyarat, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Naftali Bennett.

Apa yang terjadi dengan Gaza:

Pemerintah Biden yakin bahwa kesepakatan tersebut berpotensi menjadi "pengubah permainan" dan membawa Hamas kembali ke negosiasi dengan Israel saat AS memperbarui dorongannya untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza , menurut seorang pejabat senior pemerintah. 

Sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas akibat aksi militer Israel di Gaza telah meningkat menjadi 44.249 , dengan 104.746 orang terluka, menurut kementerian kesehatan daerah kantong itu.

(oln/aco/khbrn/CNN/AFP/Reuters/*)

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas