Hadi Al-Bahra: Gencatan Senjata Lebanon Buka Jalan untuk Pemberontakan
Hadi Al-Bahra mengungkapkan bahwa gencatan senjata di Lebanon membuka kesempatan bagi pemberontak untuk menyerang Aleppo.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM – Hadi Al-Bahra, Kepala Oposisi Utama Suriah yang diakui secara internasional, mengungkapkan bahwa gencatan senjata yang terjadi di Lebanon memberikan kesempatan bagi pemberontak Suriah untuk melancarkan serangan ke Aleppo.
Pernyataan ini disampaikan dalam wawancara dengan Reuters pada hari Senin (2/11/2024).
Al-Bahra menjelaskan bahwa para pejuang pemberontak telah memulai persiapan untuk merebut Aleppo sejak setahun lalu.
Namun, rencana tersebut tertunda akibat konflik di Gaza dan Lebanon.
"Setahun yang lalu mereka mulai berlatih dan memobilisasi, tetapi perang di Gaza dan Lebanon menunda operasi ini," katanya.
Dengan berakhirnya pertempuran di Lebanon, Al-Bahra menyatakan bahwa pemberontak kini melihat kesempatan untuk melanjutkan rencana mereka.
"Saat terjadi gencatan senjata di Lebanon, mereka menemukan kesempatan untuk memulai operasi pemberontakan," ujarnya.
Serangan di Aleppo yang dimulai Rabu lalu, berpotensi menjadi tantangan terbesar bagi Presiden Suriah Bashar Al-Assad dalam perang saudara yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
"Akibat perang di Lebanon dan berkurangnya kekuatan Hizbullah, rezim Assad mendapat dukungan yang lebih sedikit," tambahnya.
Baca juga: Serigala Putih Ukraina atau White Wolf Bergabung dengan Hayat Tahrir al-Sham Melawan Tentara Suriah
Militer Turki, yang memiliki pangkalan di perbatasan selatan Suriah dan bersekutu dengan beberapa pemberontak, telah mengetahui rencana kelompok bersenjata tersebut.
Namun, mereka menegaskan tidak akan terlibat langsung dalam konflik ini.
Sementara itu, Iran dan Rusia tetap berkomitmen untuk mendukung pemerintah Suriah, dengan laporan bahwa ratusan pejuang dari milisi Irak telah menyeberang ke Suriah untuk membantu.
Pemberontak yang terlibat dalam operasi ini merupakan koalisi dari kelompok bersenjata sekuler yang didukung oleh Turki, dipimpin oleh Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), yang telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh beberapa negara.
Koalisi ini, yang tidak termasuk HTS, terdiri dari kelompok anti-Assad seperti Tentara Nasional Suriah dan Tentara Pembebasan Suriah.
Sementara gencatan senjata di Lebanon memberikan peluang bagi pemberontakan di Suriah, situasi ini juga menimbulkan risiko baru bagi stabilitas kawasan, Middle East Monitor melaporkan.
Pemerintah Suriah dan Hizbullah belum memberikan komentar resmi mengenai perkembangan ini.
Sementara Turki terus memantau situasi dengan cermat.
Ratusan Pejuang Irak Bergabung Melawan Pemberontak di Suriah
Ratusan pejuang Irak menyeberang ke Suriah pada hari Senin (2/12/2024) untuk membantu pemerintah Suriah dalam memerangi pemberontak yang baru-baru ini merebut Aleppo.
Meskipun demikian, Hizbullah Lebanon belum memiliki rencana untuk bergabung dengan operasi tersebut, menurut sumber-sumber yang dikutip oleh Reuters.
Sebanyak 300 pejuang, terutama dari kelompok Badr dan Nujabaa Irak, menyeberang melalui jalan tanah untuk menghindari perlintasan perbatasan resmi.
Mereka dilaporkan berada di Suriah untuk mempertahankan tempat suci Syiah.
Sumber militer senior Suriah menyatakan bahwa para pejuang ini dikirim sebagai bala bantuan untuk mendukung rekan-rekan mereka di garis depan utara.
Hizbullah, yang selama ini merupakan kekuatan utama dalam aliansi militer Assad, belum diminta untuk campur tangan dan tidak siap untuk mengirim pasukan setelah konflik yang melelahkan dengan Israel.
Menurut tiga sumber yang mengetahui pemikiran kelompok tersebut, Hizbullah telah menarik pasukan dari Suriah pada pertengahan Oktober dan fokus pada pertempuran melawan Israel.
Apa yang Terjadi di Aleppo?
Serangan pemberontak di Aleppo merupakan keberhasilan terbesar bagi pejuang anti-Assad dalam beberapa tahun terakhir.
Pasukan pemerintah Suriah telah menguasai Aleppo sepenuhnya sejak merebut kota tersebut pada tahun 2016.
Kepala kelompok oposisi utama Suriah, Hadi Al-Bahra, mengatakan kepada Reuters bahwa keberhasilan pemberontak dalam merebut kota itu disebabkan oleh gangguan yang dialami Hizbullah dan kelompok lain akibat konflik dengan Israel.
Setiap eskalasi yang berlarut-larut di Suriah berisiko mengganggu stabilitas kawasan yang sudah dilanda konflik, termasuk di Gaza dan Lebanon.
Jutaan warga Suriah telah mengungsi, dan kekuatan regional serta global mendukung berbagai pihak di negara tersebut.
Bagaimana Respons Internasional?
Negara-negara Arab dan Washington melihat melemahnya Hizbullah sebagai peluang untuk mengurangi ketergantungan Assad pada Iran.
Beberapa sumber mengindikasikan bahwa Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat telah membahas kemungkinan pencabutan sanksi terhadap Assad jika ia mengurangi ketergantungan tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)