Netanyahu Diseret ke Pengadilan Tel Aviv, Terancam Dipenjara Gegara Kasus Korupsi
PM Netanyahu untuk pertama kalinya akan menjalani sidang di Pengadilan Tel Aviv atas tiga dakwaan yakni penipuan, melanggar kepercayaan serta suap
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk pertama kalinya akan menjalani sidang di Pengadilan Tel Aviv atas dugaan kasus korupsi yang menjeratnya.
Kemunculan perdana Netanyahu terjadi setelah pengadilan memaksanya hadir di ruang sidang hari ini, Selasa (10/12/2024) meskipun ia sedang memimpin perang.
“Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan memberikan kesaksian di pengadilan pada hari Selasa, menghadapi tuduhan dalam tiga kasus terpisah,” kata Kementerian Kehakiman Pengadilan Tel Aviv.
Ini adalah pertama kalinya Netanyahu akan bersaksi dalam persidangan, yang dimulai pada bulan Mei 2020.
Netanyahu diwajibkan datang ke pengadilan setelah para hakim menolak permintaan kabinet Israel atas penangguhan sidang Netanyahu.
Menteri radikal sayap kanan menjelaskan kehadiran Netanyahu di pengadilan bisa merugikan kepentingan nasional Israel lantaran situasi keamanan negara saat ini memanas akibat perang.
Namun pengadilan menolak semua permintaan para menteri.
Bulan lalu, pengadilan juga menolak permintaan untuk menunda sidang kesaksian Netanyahu untuk jangka waktu 10 pekan di tengah berlangsung di Gaza dan Lebanon.
Netanyahu Didakwa 3 Kasus
Menurut laporan APNews, Netanyahu nantinya akan memberikan kesaksian tiga kali seminggu atas dakwaan 3 kasus.
Pertama, Netanyahu didakwa melakukan penipuan, melanggar kepercayaan, dan juga terjerat kasus suap.
Baca juga: Netanyahu Meminta untuk Menunda Persidangan Kasus Korupsi Dirinya karena Situasi di Suriah
Dalam kasus itu, Netanyahu dan istrinya didakwa menerima hadiah sekitar 300.000 dolar AS atau setara dengan Rp 4,7 miliar selama periode tahun 2007-2016.
Dalam kasus dakwaan itu, salah satu wartawan bernama Hefets dihadirkan sebagai saksi utama yang kemudian memberatkan status Netanyahu.
Akan tetapi kesaksian dari Hefetz tertunda selama sepekan setelah pengacara Netanyahu meminta waktu untuk meninjau barang bukti baru.
Kasus kedua Netanyahu dituding mengatur salah satu liputan di sebuah surat kabar besar yang ada Israel, Yedioth Ahronoth, milik Arnon Mozes.
Netanyahu memaksa Yedioth Ahronoth untuk membuat berita yang bernilai positif dengan imbalan berupa promosi dari undang-undang yang akan merugikan musuh utama surat kabar tersebut.
Kasus ketiga Netanyahu diduga melakukan penyuapan dengan CEO Bezeq Telecom Israel, Shaul Elovitch.
Selain punya saham terbesar di Bezeq, Elovitch juga memiliki situs media online terkenal, Walla.
Netanyahu diduga meminta Elovitch melalui portal media Walla untuk membuat liputan tentang PM Israel sesuai permintaan.
Sebagai imbalan, Netanyahu memberikan regulasi yang membuka jalan mulus bagi Elovitch untuk memenangkan kesepakatan bisnis sebesar Rp 7,8 triliun. Dakwaan ini disebut kasus 4000.
Meski persidangan Netanyahu baru akan, namun jika terbukti bersalah kasus tersebut akan diseret naik ke Mahkamah Agung dan Netanyahu terancam dijatuhi hukuman penjara dinegaranya sendiri.
Netanyahu Buka Suara
Merespon dakwaan yang menjerat dirinya, Netanyahu dengan tegas membantah melakukan dakwaan tersebut.
Ia menyatakan kemarahannya atas perlakuan terhadap para saksi selama penyelidikan, Netanyahu beretorika bahwa sidang ini digelar hanya untuk mengancam demokrasi.
"Ancaman nyata terhadap demokrasi di Israel tidak ditimbulkan oleh wakil-wakil masyarakat yang terpilih, namun oleh beberapa aparat penegak hukum yang menolak menerima pilihan pemilih dan mencoba melakukan kudeta dengan investigasi politik yang gila dan tidak dapat diterima dalam kondisi apapun di demokrasi," katanya Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)