Pengungsi Suriah di Turki Berbondong-bondong Geruduk Perbatasan, Hendak Pulang ke Rumah
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa Turki akan membuka perbatasan baru untuk pengungsi Suriah yang ingin kembali ke tanah air mereka.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
Diskusi ini terkait erat dengan dampaknya bagi Turki, khususnya mengenai kemungkinan perubahan yang bisa menguntungkan kelompok Kurdi di Suriah.
Sejak dimulainya perang saudara di Suriah, kelompok Kurdi telah berhasil menguasai kawasan timur laut yang dikenal sebagai Rojava.
Mereka bahkan mendirikan pemerintahan sendiri, yang telah lama menjadi sumber kekhawatiran bagi Turki.
Dalam pandangan Turki, kekuatan kelompok Kurdi ini menjadi "duri dalam daging" yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan negara mereka.
Di sisi lain, penguasa Suriah, Bashar al-Assad, saat ini berada dalam posisi yang relatif lemah.
Pendukung utama Assad seperti Rusia, Iran, dan Hizbullah di Lebanon sedang menghadapi tekanan yang signifikan.
Rusia, misalnya, saat ini lebih fokus pada situasi di Ukraina untuk mencegah kehilangan wilayah lebih lanjut.
Begitu juga dengan Iran dan Hizbullah yang melemah akibat serangan-serangan Israel.
Sementara itu, posisi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump menjadi semakin tidak pasti.
Apakah Trump akan menarik pasukan AS dari Irak dan Suriah, sesuai dengan motonya "America First", masih belum jelas.
Namun, para pemberontak Suriah memanfaatkan kesempatan ini.
Pada Rabu (27/11/2024), mereka melancarkan serangan besar-besaran yang mengakibatkan penaklukan kota terbesar kedua, Aleppo, hampir tanpa perlawanan dari pasukan pemerintah Assad.
Saat ini, mereka bergerak untuk menguasai kota-kota tetangga lainnya dengan dipimpin oleh milisi Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya merupakan cabang dari kelompok teroris Al-Qaeda.
Pakar Timur Tengah, Michael Lders, memberikan pandangan tentang dukungan Turki terhadap para pemberontak.