Lama Tak Terlihat, Kini Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Muncul, Sebut Ogah Mengundurkan Diri
Lama tak muncul setelah seruan darurat militer, kini Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol ngotot tak mau untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, akhirnya menampakkan diri setelah lama menghilang pasca-pengumuman darurat militernya.
Dalam sebuah video berdurasi 29 menit, Yoon dengan tegas menolak seruan agar ia mengundurkan diri dari jabatan presiden.
Yoon mengatakan, darurat militer yang diberlakukannya pada 3 Desember 2024 lalu, merupakan keputusan yang tidak dapat dihindari.
Dengan tegas, Yoon menyebut darurat militernya sah yang dibuat oleh kepala negara.
Ia berjanji akan menanggung cobaan berat sampai akhir, menunjukkan keinginannya untuk menanggapi secara hukum proses pemakzulan dan investigasi.
"Tidak peduli apakah itu pemakzulan atau penyelidikan yang akan saya hadapi, saya akan dengan berani menghadapi mereka," kata Yoon, dikutip dari The Korea Herald.
Pernyataan Yoon tersebut membatalkan janjinya pada 7 Desember 2024 lalu, ia akan mendelegasikan kekuasaannya kepada partai yang berkuasa dan pemerintah.
Yoon mengatakan deklarasi darurat militernya didasarkan pada "keputusan yang sangat politis oleh presiden" untuk melindungi negara dan menormalkan pemerintahan.
"Pernyataan darurat militer oleh presiden merupakan tindakan kedaulatan, yang tidak tunduk pada tinjauan yudisial, mirip dengan tindakan seperti pengampunan presiden dan diplomasi luar negeri," ungkap Yoon.
"Pandangan apapun yang menyatakan bahwa tindakan darurat militer merupakan tindakan pemberontakan, merupakan ancaman serius terhadap Konstitusi dan sistem hukum kita," imbuhnya.
Yoon bersikeras darurat militer yang berlangsung hanya dua jam itu tidak dapat dituduh sebagai tindakan pemberontakan.
Baca juga: 2 Perwira Polisi Korsel Ditahan, Buntut Kunjungi Rumah Aman Yoon Suk Yeol Sebelum Darurat Militer
Yoon mengatakan, kurang dari 300 tentara dikirim ke Majelis Nasional demi "keamanan rakyat" di sana, dan ia memerintahkan mereka untuk tidak dipersenjatai dan mundur segera setelah Majelis Nasional memberikan suara untuk mencabut darurat militer.
"Jika saya ingin melumpuhkan fungsi Majelis Nasional, saya akan mengumumkan keadaan darurat pada akhir pekan, bukan pada hari kerja," ujarnya.
"Saya akan mengambil tindakan untuk memutus aliran listrik dan air ke gedung Majelis Nasional serta membatasi transmisi siaran. Namun, semua itu tidak terjadi," lanjut Yoon.
Ditanggapi Ketua Majelis Nasional
Pernyataan Presiden Yoon langsung ditanggapi oleh Ketua Majelis Nasional, Woo Won-shik.
Woo mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis, ia "hancur" dan pernyataan Presiden tidak boleh ditoleransi.
"(Klaim Yoon) tentang mendeklarasikan darurat militer untuk mengirimkan tanda peringatan kepada Majelis Nasional tidak dapat ditoleransi, karena hal itu menunjukkan bahwa demokrasi dan tatanan konstitusional dapat disabotase demi tujuan politik, dan hak-hak dasar rakyat dapat dikorbankan demi tujuan politik tertentu," kata Woo.
Woo mengusulkan pertemuan langsung antara Pemimpin Fraksi Partai Kekuatan Rakyat (PPP), Kweon Seong-dong, dan mitranya dari oposisi utama Partai Demokratik Korea (DPK), Park Chan-dae, untuk "menghilangkan ketidakstabilan di negara ini."
Baca juga: Polisi Korsel Gerebek Kantor Presiden Yoon Suk Yeol, Pengawal Halangi Masuk Gedung Utama
Polisi Kembali Coba Gerebek Kantor Kepresidenan
Polisi Korea Selatan kembali mencoba untuk melakukan penggerebekan di kompleks Kantor Kepresidenan pada Kamis (12/12/2024).
Kantor Investigasi Nasional (NOI) yang menangani kasus tersebut mengirimkan pejabatnya ke daerah Yongsan untuk memperoleh dokumen dan materi terkait dengan penerapan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
Polisi mengatakan, penggerebekan ditujukan ke markas Kepala Staf Gabungan (JCS), yang terletak berdekatan dengan Kompleks Kepresidenan, dan Kantor Kepresidenan tidak menjadi sasaran penggeledahan.
Bangunan JCS digunakan oleh komando darurat militer saat perintah tersebut berlaku.
Baca juga: Parpol Sendiri Ikut Dukung Pemakzulan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol: Saya Siap Melawan sampai Akhir
Dikutip dari Yonhap, JCS setuju untuk bekerja sama dalam penyelidikan dan polisi akan menerima materi dari JCS dalam bentuk penyerahan sukarela, kata polisi.
Sebelumnya pada Rabu, polisi berusaha menggeledah kantor-kantor utama, termasuk Ruang Konferensi Kabinet, Dinas Keamanan Presiden, dan ruang bunker di dalam markas JCS, yang terletak berdekatan dengan kompleks kepresidenan.
Pencarian pertama berakhir dalam hitungan jam, dengan polisi hanya diberikan dokumen terbatas dari dinas keamanan karena menolak untuk bekerja sama.
(Tribunnews.com/Whiesa)