Rusia Terancam Kehilangan Pangkalan Militer di Suriah Pasca-Assad, Ini 3 Skenario yang Bisa Terjadi
3 skenario mengenai masa depan militer Rusia di Suriah setelah jatuhnya pemerintahan rezim al-Assad.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Mereka bisa mencoba mempertahankan pangkalan-pangkalan mereka, tetapi ini berisiko bentrok dengan pasukan yang dipimpin HTS.
Risiko ini termasuk kemungkinan tentara Rusia terluka, ditangkap, atau bahkan diadili, yang akan mempermalukan Rusia.
Alternatif lainnya, Rusia dapat mengangkut pasukan dan materialnya keluar melalui udara.
Orr tidak mengantisipasi penarikan pasukan Rusia yang tergesa-gesa dari Suriah.
Sebaliknya, Rusia mungkin sedang mempersiapkan penarikan secara tertib setelah upaya untuk menegosiasikan kehadirannya gagal, tambah Orr kepada BI.
"Kehilangan pangkalan militer akan merugikan proyeksi kekuatan Rusia karena pangkalan-pangkalan tersebut adalah titik logistik penting untuk operasi militer di Afrika, Timur Tengah, dan operasi angkatan laut global Rusia."
Rusia juga tidak memiliki pangkalan alternatif yang menjanjikan.
Tartus masih menjadi satu-satunya fasilitas angkatan laut Rusia di Mediterania, yang membuatnya sangat penting bagi penempatan Angkatan Laut Rusia di selatan Laut Hitam dan Selat Turki.
Selain Hmeimim, Tartus juga berfungsi sebagai pusat untuk mendukung operasi militer dan penempatan tentara bayaran Rusia di Afrika.
Rusia telah memiliki akses ke Tartus sejak era Soviet pada 1970-an.
Mereka juga berinvestasi dalam perluasan pangkalan ini pada 2010-an, sehingga kehilangan fasilitas ini akan sangat merugikan.
Baca juga: Tank-tank Israel Makin Maju ke Wilayah Selatan Suriah, Tel Aviv Puji Momen Bersejarah
Alternatif pangkalan militer Rusia di luar Suriah mungkin adalah Tobruk di Libya timur, yang dikuasai panglima perang Khalifa Haftar.
Namun, Dubow dari CEPA skeptis bahwa pelabuhan Libya bisa menjadi pengganti.
"Tobruk tidak akan mampu menyamai Tartus dan Latakia," kata Dubow.