Naim Qassem: Hizbullah Kehilangan Rute Pasokan Militer di Suriah pasca Runtuhnya Rezim Assad
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem ungkap kehilangan rute pasokan militer Hizbullah pasca jatuhnya rezim Assad.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: timtribunsolo
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, mengungkapkan bahwa partainya telah kehilangan jalur pasokan militer setelah jatuhnya kekuasaan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Pernyataan ini disampaikan dalam pidato yang disiarkan televisi, di mana ia menegaskan bahwa meskipun kehilangan tersebut signifikan, itu hanya merupakan bagian kecil dari upaya perlawanan Hizbullah.
Kehilangan Rute Pasokan Militer
Qassem menjelaskan bahwa Hizbullah sebelumnya menerima pasokan senjata melalui Suriah, di mana rezim Assad berperan dalam memfasilitasi jalur tersebut sebagai imbalan atas dukungan Iran dalam melawan oposisi Suriah.
"Ya, Hizbullah kehilangan rute pasokan militer melalui Suriah pada tahap ini, tetapi kehilangan ini merupakan bagian kecil dari kerja perlawanan," ungkapnya.
Harapan untuk Suriah
Dalam pidatonya, Qassem menekankan harapannya agar rakyat Suriah dapat memilih pemerintahan konstitusi yang sesuai dengan keinginan mereka.
"Kami berharap akan terjadi koordinasi antara masyarakat Suriah dan Lebanon serta pemerintah kedua negara," katanya.
Namun, ia juga menyoroti bahwa Hizbullah belum dapat mengambil posisi terhadap oposisi Suriah yang kini berkuasa.
Sikap Terhadap Oposisi Suriah
Hizbullah, menurut Qassem, tidak dapat menghakimi kekuatan baru di Suriah sampai situasi politik stabil dan posisi mereka jelas.
Baca juga: Tak Hanya Ancam HTS di Suriah, Israel Juga Bakal Basmi Tentara dan Fasilitas Militer yang Tersisa
Dampak Hubungan Suriah-Israel
Qassem menegaskan bahwa hubungan Suriah dengan Israel akan berpengaruh pada sikap Hizbullah terhadap negeri itu.
"Ini adalah berita utama yang akan memengaruhi sifat hubungan antara kami dan Suriah," tegasnya.
Sebelum jatuhnya rezim Assad, Qassem juga mengungkapkan dukungan Hizbullah terhadap Assad dan menuduh agresi terhadap Suriah dipimpin oleh Amerika dan Israel sejak 2011.
Hizbullah mulai melakukan intervensi di Suriah pada tahun 2013 untuk membantu rezim Assad melawan pasukan oposisi yang berusaha menggulingkannya.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).