Suriah di Bawah HTS: Akhir Era Assad dan Babak Baru Timur Tengah
Kejatuhan Bashar al-Assad memutus poros perlawanan Iran, membuka era baru di Suriah di bawah Hay'at Tahrir al-Sham, dan mengubah peta geopolitik
Editor: Suut Amdani
Bagi Iran, perubahan ini memutus poros perlawanan yang selama ini menjadi inti strategi geopolitik mereka.
Meski Julani berjanji untuk bekerja sama dengan semua pihak, termasuk Iran, sejarah konflik antara HTS dan Teheran menunjukkan rekonsiliasi akan sulit terwujud.
Dampak Global: Rusia, Turki, dan Amerika Serikat
Rusia yang sebelumnya mendukung Assad kini menghadapi dilema.
Moskow menawarkan suaka politik kepada Assad untuk menghindari nasib seperti Moammar Khadafi atau Saddam Hussein.
Namun, kehancuran rezim Assad juga memaksa Rusia, Iran, dan China mengantisipasi dampak meluasnya kekuatan militan yang didukung Barat ke kawasan mereka.
Turki, di sisi lain, berusaha memanfaatkan situasi untuk mengamankan proyek pipa gas strategis yang melintasi Suriah.
Sementara itu, Amerika Serikat tampaknya tidak akan mengintervensi rezim baru di Damaskus selama kepentingannya di ladang minyak Suriah tetap aman.
Ketidakpastian di Suriah
Suriah pasca Assad menghadapi tantangan besar dalam membangun stabilitas.
Jutaan pengungsi Sunni Arab yang melarikan diri selama perang saudara diperkirakan akan kembali, tetapi potensi konflik baru tidak dapat dihindari.
Rezim baru harus mengatasi ancaman dari kelompok bersenjata lokal dan mempertahankan integrasi nasional di tengah keragaman suku dan ideologi.
Era Assad memang berakhir, namun pertanyaan besar tetap menggantung: apakah Suriah mampu bangkit atau justru terperosok ke dalam konflik baru?
Dunia masih menanti babak berikutnya dari tragedi geopolitik ini.