Pesan Utusan Khusus PBB kepada Pemimpin HTS: Suriah Harus Melalui Transisi yang Kredibel
PBB ke HTS: Suriah harus menjalani transisi politik yang dapat dipercaya dan melibatkan semua pihak.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan pesan kepada pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang menggulingkan Bashar al-Assad, Suriah perlu mengalami transisi politik yang kredibel dan inklusif.
Mengutip AFP News, Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, tiba di Damaskus pada Minggu (15/12/2024).
Ia bertemu dengan Abu Mohammed al-Jolani, yang kini menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa.
Pedersen juga mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri sementara Suriah, Mohammed al-Bashir.
Pertemuan ini berlangsung setelah konferensi internasional tentang Suriah di Yordania pada Sabtu lalu.
Pedersen menekankan perlunya transisi politik yang kredibel dan inklusif, yang dipimpin dan dimiliki oleh rakyat Suriah, sesuai dengan prinsip-prinsip Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 (2015).
Selain itu, Pedersen menegaskan komitmen PBB untuk terus memberikan bantuan kepada rakyat Suriah di tengah situasi yang sulit.
Namun, ia tidak menjelaskan detail terkait beberapa rencana pertempuran yang mungkin terjadi dalam beberapa hari mendatang.
Bashar al-Assad digulingkan oleh kelompok bersenjata selama 11 tahun pertempuran.
Pasukan HTS berhasil memasuki ibu kota Suriah pada 8 Desember, memaksa Assad melarikan diri ke pengasingan di Moskow setelah ditinggalkan oleh sekutunya, Rusia dan Iran.
Pelarian Assad mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung selama lima dekade.
Baca juga: Israel Setujui Rencana Ekspansi Pemukiman di Dataran Tinggi Golan yang Dicaplok dari Suriah
HTS, yang memimpin penggulingan Assad, merupakan bekas cabang Al-Qaeda di Suriah.
Meskipun kejatuhan Assad disambut baik oleh beberapa negara, ada kekhawatiran mengenai bagaimana pemerintahan baru yang dipimpin Muslim Sunni akan memperlakukan kelompok minoritas di Suriah, yang merupakan negara multietnis dan multiagama.
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, dilaporkan telah melakukan kontak dengan Jolani dan otoritas baru di Suriah.