Takut dengan Suriah, Israel Berencana Transmigrasi Warganya ke Dataran Tinggi Golan
Israel berencana untuk melakukan penggandaan populasi di Dataran Tinggi Golan demi mencegah ancaman dari Suriah.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Israel memiliki rencana untuk melakukan transmigrasi warganya ke daerah Dataran Tinggi Golan.
Hal itu direncanakan Israel untuk menghalangi ancaman dari Suriah, meskipun para pemberontak tak memiliki niatan untuk bersinggungan langsung dengan Tel Aviv.
"Memperkuat Golan berarti memperkuat Negara Israel, dan hal itu sangat penting saat ini," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dikutip dari Reuters.
"Kami akan terus mempertahankannya, membuatnya berkembang, dan menetap di sana," lanjutnya.
Dataran Tinggi Golan sudah menjadi rebutan bagi Israel dan Suriah sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut sebagian besar dari Dataran Tinggi Golan dan mencaploknya pada tahun 1981.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perkembangan terakhir di Suriah meningkatkan ancaman terhadap Israel.
Kantor Netanyahu mengatakan pemerintah dengan suara bulat menyetujui rencana lebih dari 40 juta shekel (Rp178 miliar) untuk mendorong pertumbuhan demografi di Golan.
Dikatakan bahwa Netanyahu menyampaikan rencana tersebut kepada pemerintah "mengingat perang dan front baru yang dihadapi Suriah, dan karena keinginan untuk menggandakan populasi Golan".
Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab mengutuk keputusan Israel, sementara UEA - yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020 - menggambarkannya sebagai "upaya yang disengaja untuk memperluas pendudukan".
Sekitar 31.000 warga Israel telah menetap di sana, kata analis Avraham Levine dari Alma Research and Education Center yang mengkhususkan diri dalam tantangan keamanan Israel di perbatasan utaranya.
Baca juga: Suriah Takkan Terlibat Konflik dengan Israel, Penguasa De Facto Beri Komentar Pertama tentang Israel
Banyak yang bekerja di bidang pertanian, termasuk kebun anggur, dan pariwisata.
Dataran Tinggi Golan adalah rumah bagi 24.000 warga Druze, minoritas Arab yang mempraktikkan ajaran Islam, kata Levine. Sebagian besar mengidentifikasi diri sebagai warga Suriah.
Lokasi Militer Suriah Kembali Digempur Israel
Pemantau perang di Suriah mengatakan Israel kembali menargetkan lokasi militer di wilayah pesisir Tartus, Suriah.
Serangan tersebut menjadi "serangan terberat" di wilayah ini dalam lebih dari satu dekade.
"Pesawat tempur Israel melancarkan serangan yang menargetkan serangkaian lokasi termasuk unit pertahanan udara dan "depot rudal permukaan-ke-permukaan", kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, dikutip dari Al Arabiya.
Sebelumnya, pemimpin de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa alias Abu Mohammed al-Golani mengatakan, Israel menggunakan dalih palsu untuk membenarkan serangannya terhadap Suriah.
Al-Sharaa menegaskan pihaknya tidak tertarik terlibat dalam konflik baru karena negaranya berfokus pada pembangunan kembali.
Baca juga: Terowongan Senjata Iran di Suriah Jadi Target Israel, Disebut Tampung Sistem Rudal Canggih
Sejak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menggulingkan Assad dari kekuasaan Minggu lalu, Israel terus melakukan serangan di Suriah.
Israel telah melakukan ratusan serangan terhadap persediaan senjata strategis Suriah.
Padahal sebelumnya, Israel menyatakan mereka tidak bermaksud untuk tinggal di sana dan menyebut serangan ke wilayah Suriah sebagai tindakan terbatas dan sementara untuk memastikan keamanan perbatasan.
Dikatakannya, pihaknya menghancurkan persenjataan dan infrastruktur militer untuk mencegahnya digunakan oleh kelompok pemberontak, beberapa di antaranya tumbuh dari gerakan yang terkait dengan Al-Qaeda dan ISIS.
"Kondisi Suriah yang lelah akibat perang, setelah bertahun-tahun dilanda konflik dan perang, tidak memungkinkan terjadinya konfrontasi baru."
Baca juga: Rusia Terbirit Evakuasi Diplomatnya di Suriah, Ukraina Ambil Peran, Negara Teluk Kutuk Israel
"Prioritas pada tahap ini adalah rekonstruksi dan stabilitas, bukan terlibat dalam pertikaian yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut," kata Sharaa dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan di situs web Syria TV, saluran yang berpihak pada pemberontak.
Ia juga mengatakan solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk menjamin keamanan dan stabilitas dan bahwa "petualangan militer yang tidak diperhitungkan" tidak diinginkan.
(Tribunnews.com/Whiesa)