Kunjungan Pertama Diplomat AS di Suriah Pasca-Assad: Dulu Cap HTS Teroris, Kini Mau Kerja Sama
kunjungan perwakilan AS ini sebagai tanda kesiapan Washington untuk terlibat kerja sama dengan HTS, faksi cabang Al Qaeda
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Kunjungan Pertama Diplomat AS di Suriah Pasca-Assad: Dulu Cap HTS Teroris, Kini Mau Nego
TRIBUNNEWS.COM - Diplomat dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah tiba di ibu kota Suriah, Damaskus, Jumat (20/12/2024).
Perwakilan AS itu dilaporkan akan bertemu dengan pemerintahan sementara baru yang dibentuk oleh Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), sebuah kelompok yang ditetapkan Washington sebagai organisasi teroris.
Baca juga: AS Ancam Sanksi Turki Jika Nekat Invasi Suriah, Komandan SDF: Pejuang Kurdi Non-Suriah akan Hengkang
Ini adalah kunjungan pertama pejabat AS ke Suriah sejak kelompok pemberontak menggulingkan Bashar Al Assad awal bulan ini.
Anews, menggambarkan kunjungan perwakilan AS ini sebagai tanda kesiapan Washington untuk terlibat kerja sama dengan HTS, faksi cabang Al Qaeda yang kemudian memutuskan hubungan dengan kelompok teroris tersebut.
AS juga pernah menawarkan hadiah 10 juta dolar bagi siapapun yang bisa membawa kepala pemimpin HTS, Ahmad Al Shara, yang sekarang menjadi penguasa de facto Suriah.
Adapun Al Shara - populer dengan nama Muhammad al-Julani, menegaskan kalau kelompok tersebut telah melepaskan sikap ekstremisnya.
Laporan ANews merinci, Departemen Luar Negeri mengatakan kalau perwakilan diplomat AS itu terdiri dari Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat, Barbara Leaf, mantan utusan khusus untuk Suriah Daniel Rubinstein, dan kepala utusan pemerintahan Biden untuk negosiasi sandera, Roger Carstens.
Mereka akan mengadakan pembicaraan dengan kelompok sipil Suriah serta pemerintah sementara.
"Mereka akan terlibat langsung dengan rakyat Suriah, termasuk anggota masyarakat sipil, aktivis, anggota berbagai komunitas, dan suara-suara Suriah lainnya tentang visi mereka untuk masa depan negara mereka dan bagaimana Amerika Serikat dapat membantu mendukung mereka," kata departemen AS itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat (20/12/2024) pagi.
Cari Keberadaan Jurnalis AS yang Hilang di Suriah
Kedatangan para diplomat AS ke Suriah itu itu dilakukan seminggu setelah Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan AS telah melakukan kontak langsung dengan HTS saat ia mengunjungi negara-negara tetangga Suriah.
Safari Blinken ini menindaklanjuti pendekatan diplomatik oleh Uni Eropa dan negara-negara lain yang mengisyaratkan berakhirnya status paria Suriah di bawah pimpinan Al Assad.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan kalau Leaf, Rubinstein, dan Carstens akan bertemu dengan pejabat HTS, tetapi tidak mengatakan apakah itu termasuk Al Shara, yang telah menampilkan citra moderat sejak pengambilalihan Suriah.
Pejabat AS menyambut baik pernyataan Al Shara tentang perlindungan hak-hak minoritas dan perempuan, tetapi mereka tetap skeptis bahwa ia akan menindaklanjutinya dalam jangka panjang.
Para diplomat AS yang berkunjung akan mencari informasi tentang keberadaan jurnalis Amerika Austin Tice yang hilang di Suriah pada tahun 2012. Tice, yang karyanya telah dipublikasikan di The Washington Post.
McClatchy dan sejumlah orang lainnya, menghilang di sebuah pos pemeriksaan di daerah yang diperebutkan di sebelah barat Damaskus saat eskalasi perang saudara Suriah meningkat.
Sebuah video yang dirilis beberapa minggu setelah Tice menghilang menunjukkan dia ditutup matanya dan dipegang oleh orang-orang bersenjata dan berkata, "Oh, Yesus."
Dia tidak pernah terdengar kabarnya sejak saat itu. Pemerintah Assad membantah telah menahannya.
Para diplomat AS juga akan mendorong prinsip-prinsip inklusi, perlindungan terhadap minoritas, dan penolakan terhadap terorisme dan senjata kimia, yang menurut pemerintahan Biden akan sangat penting bagi dukungan AS terhadap pemerintahan baru.
Minggu lalu, Al Shara bertemu dengan Geir Pedersen, utusan khusus PBB untuk Suriah, di Damaskus, yang mengatakan bahwa masyarakat internasional “mudah-mudahan akan melihat berakhirnya sanksi dengan cepat, sehingga kita benar-benar dapat melihat adanya upaya untuk membangun Suriah lagi”.
AS tidak memiliki kehadiran diplomatik resmi di Suriah sejak 2012, ketika negara itu menghentikan operasi di kedutaan besarnya di Damaskus selama perang saudara di negara itu, meskipun pasukan AS telah ditempatkan di timur laut untuk membantu mencegah kebangkitan ISIS.
Pentagon mengungkapkan pada hari Kamis bahwa mereka telah menggandakan jumlah pasukan AS di Suriah.
AS juga telah meningkatkan serangan udara terhadap target-target ISIS karena khawatir kekosongan kekuasaan akan memungkinkan kelompok ekstremis itu membangun kembali dirinya.
Menurut pejabat AS, kunjungan para diplomat ke Damaskus tidak akan mengakibatkan pembukaan kembali kedutaan besar AS, yang berada di bawah perlindungan pemerintah Ceko. Keputusan mengenai pengakuan diplomatik akan dibuat ketika otoritas Suriah yang baru memperjelas maksud mereka, kata para pejabat tersebut.
HTS Bukan Seperti Taliban
Adapun Pemimpin aliansi oposisi bersenjata Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Muhammad al-Julani menolak tuduhan ekstremis Iran yang menyamakan HTS dengan Taliban di Afghanistan, kelompok yang dilabeli 'teroris' oleh Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat.
Ia meminta AS dan sejumlah negara Barat untuk menghapus HTS dari daftar teroris karena tidak menimbulkan ancaman bahaya terhadap negara mereka.
"Kami tidak menargetkan warga sipil atau wilayah sipil," katanya dalam wawancara dengan BBC, Rabu (18/12/2024).
Al-Julani bersikap santai sepanjang wawancara itu, mengenakan pakaian sipil, dan berusaha meyakinkan semua orang yang percaya bahwa HTS belum lepas dari masa lalu ekstremisnya.
Sebelumnya, HTS berhasil menggulingkan kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024 setelah merebut kota Aleppo, Hama, Homs, hingga Damaskus.
Menurut al-Julani, HTS adalah korban kekejaman rezim Assad yang berkuasa sejak tahun 2000.
"Para korban tidak boleh diperlakukan sama seperti para penindas," ujarnya.
Al-Julani juga membantah tuduhan yang mengatakan HTS mencoba mengubah Suriah seperti Afghanistan yang kini dipimpin oleh Taliban yang menerapkan aturan mereka secara ketat.
"Kedua negara tersebut sangat berbeda, dan memiliki tradisi yang berbeda, mengingat Afghanistan adalah masyarakat kesukuan," katanya.
Dia menjelaskan Suriah memiliki mentalitas yang berbeda dan dia percaya pada pendidikan perempuan, membandingkan dengan pandangan Taliban yang membatasi akses perempuan Afghanistan untuk memperoleh pendidikan.
Dalam wawancara itu, al-Julani juga menyerukan kepada pemerintah AS dan negara-negara Barat agar mencabut sanksi yang diterapkan terhadap Suriah yang berlaku selama kekuasaan rezim Assad.
Baca juga: Rusia Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris setelah Gulingkan Rezim Assad di Suriah
Pada tahun 2012, Muhammad al-Julani yang merupakan anggota ekstremis al-Qaeda, diminta mendirikan cabang al-Qaeda di Suriah yang diberi nama Front al-Nusra.
Front al-Nusra kemudian berafiliasi dengan al-Qaeda dan Islamic State (IS/ISIS/ISIL).
Pada tahun 2016, al-Julani mengumumkan Front al-Nusra memutus hubungan dengan al-Qaeda dan berafiliasi dengan sejumlah oposisi bersenjata Suriah yang kemudian membentuk HTS pada tahun 2017, dikutip dari Al Jazeera.
Karena rekam jejaknya yang berhubungan dengan ISIS dan al-Qaeda, HTS dimasukkan dalam daftar teroris oleh AS dan negara-negara Barat.
Namun, baru-baru ini setelah HTS menggulingkan rezim Assad, AS, Inggris dan Rusia mempertimbangkan untuk menghapus HTS dari daftar teroris.
Jatuhnya Rezim Assad di Suriah
Rezim Assad dari Partai Ba'ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.
Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.
Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).
Assad dan keluarganya dikabarkan kabur ke luar negeri, keberadaannya belum diketahui namun baru-baru ini dikabarkan pergi ke Rusia.
Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada 2015.
Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.
Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.
(oln/anews/Tribunnews/*)