Recep Tayyip Erdogan
Erdogan menjabat sebagai perdana menteri di tahun 2003–2014 dan sebagai Presiden Turki pada 2014 hingga sekarang.
Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Suci BangunDS
Namun, amandemen konstitusi pada bulan Desember 2002 secara efektif menghapus diskualifikasi Erdogan.
Pada tanggal 9 Maret 2003, ia memenangkan pemilihan umum sela dan beberapa hari kemudian diminta oleh Presiden Ahmet Necdet Sezer untuk membentuk pemerintahan baru.
Dilansir Britannica, Erdogan mulai menjabat pada tanggal 14 Mei 2003.
Kepresidenan
Periode pertama dan percobaan kudeta
Dilarang oleh aturan AKP untuk mencalonkan diri sebagai perdana menteri untuk masa jabatan keempat, Erdogan malah mencalonkan diri untuk jabatan presiden yang sebagian besar bersifat seremonial pada tahun 2014.
Sesuai amandemen konstitusi tahun 2007, pemilihan umum tahun 2014 adalah pertama kalinya presiden dipilih secara langsung, bukan oleh parlemen. Erdogan menang dengan mudah pada putaran pertama pemungutan suara dan dilantik pada tanggal 28 Agustus 2014.
Segera setelah menjabat, Erdogan mulai menyerukan konstitusi baru setelah pemilihan umum parlemen tahun 2015; secara luas diyakini bahwa ia akan berusaha memperluas kekuasaan presiden.
Pada bulan Juni 2015, AKP gagal memenangkan mayoritas parlemen untuk pertama kalinya sejak pembentukannya, hanya memperoleh 41 persen suara.
Hasil tersebut, secara umum dilihat sebagai pukulan terhadap rencana Erdogan untuk memperluas masa jabatan presiden, tetapi pembalikan itu terbukti hanya berlangsung singkat.
Pada November 2015, AKP dengan mudah memenangkan kembali mayoritas parlementernya dalam pemilihan cepat yang dipicu oleh kegagalan negosiasi untuk membentuk koalisi pemerintahan setelah pemilihan bulan Juni.
Pada musim panas tahun 2016, Erdogan selamat dari upaya kudeta yang penuh kekerasan.
Pada malam tanggal 15 Juli, sejumlah kecil personel militer menduduki jalan-jalan di Ankara dan Istanbul serta menyita sejumlah fasilitas, termasuk stasiun televisi dan jembatan.
Para pelaku kudeta menuduh Erdogan dan AKP telah merusak demokrasi dan merusak supremasi hukum di Turki.
Erdogan, yang sedang berlibur di pantai Aegea, bergegas kembali ke Istanbul, menggunakan media sosial untuk memobilisasi para pendukungnya.
Para pelaku kudeta segera dikalahkan oleh unit-unit militer dan warga sipil yang loyal, dan pemerintah dengan cepat mendapatkan kembali kendali.