Persis Israel, Otoritas Palestina Larang Al Jazeera Masuk dan Meliput di Tepi Barat
Aksi PA melarang Al Jazeera meliput ini persis apa yang dilakukan pihak pendudukan Israel.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Di video itu, seorang tentara IDF tampak menyerahkan surat perintah penutupan 45 hari kepada Kepala Biro Al Jazeera Tepi Barat, Walid al-Omari.
Al-Omari mengatakan surat perintah penutupan yang diberikan IDF berisi tuduhan kalau jaringan tersebut melakukan hasutan dan dukungan terhadap terorisme.
Jivara Budeiri dari Al Jazeera mengatakan pasukan Israel menggunakan gas air mata di sekitar kantor Al Jazeera dan Lapangan Al-Manara di jantung kota Tepi Barat yang diduduki.
Ia menambahkan bahwa tentara Israel menyita kamera mereka.
Budeiri mengatakan ia khawatir militer mungkin mencoba menghancurkan arsip Al Jazeera, yang disimpan di kantor tersebut.
Kendaraan militer Israel meninggalkan Ramallah setelah serangan itu.
Pada tahun 2022, pasukan Israel membunuh koresponden veteran Al Jazeera Shireen Abu Akleh saat dia melaporkan dari Jenin di Tepi Barat yang diduduki.
Setahun sebelumnya, militer Israel juga mengebom sebuah menara yang menampung kantor jaringan tersebut di Gaza.
Baca juga: Usai Serbu Kantor Al Jazeera, Pasukan Israel Mundur dari Ramallah Tepi Barat
Al Jazeera mengecam larangan pelaporan di Israel awal tahun ini, menyebutnya sebagai tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengakses informasi.
Izin pers jurnalis Al Jazeera dicabut
Pada pertengahan September ini, Israel mengumumkan telah mencabut izin pers empat jurnalis Al Jazeera yang bekerja di negara itu, Kamis (12/9/2024).
Dalam sebuah pernyataan Direktur Kantor Pers Pemerintah Nitzan Chen menyebut, Al Jazeera adalah media yang menyebarkan konten palsu, yang menghasut warga Israel dan Yahudi.
"(Al Jazeera) merupakan ancaman bagi tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF)," katanya, Kamis (12/9/2024).
Wartawan di Israel tidak diwajibkan memiliki kartu pers yang dikeluarkan Kantor Pers Pemerintah.
Namun, tanpa kartu tersebut akan sulit mengakses parlemen atau kantor kementerian pemerintah.