Perwira Israel Khawatir IDF di Golan Suriah Diserang: Hanya Masalah Waktu, Semua Terasa Sia-sia
Perwira Israel mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kemungkinan IDF di Golan Suriah bakal diserang.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.com - Sebuah artikel Yedioth Ahronoth yang ditulis koresponden politik Yoav Zitun, membahas soal Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki.
Seorang perwira senior Israel di wilayah utara, mengungkapkan kekhawatirannya soal kemungkinan serangan terhadap IDF di Dataran Tinggi Golan.
Menurutnya, "hanya masalah waktu sampai kita (IDF) diserang oleh rudal anti-tank atau mortir kejutan yang menargetkan pasukan kita di sini."
"Itu tentu saja dapat mengakibatkan jatuhnya korban di antara para prajurit," imbuh perwira itu dalam artikel Yedioth Ahronoth yang terbit hari Minggu (29/12/2024).
Perwira itu menambahkan, kejadian seperti itu akan "membuat segalanya menjadi lebih buruk."
Ia juga menyoroti kesulitan dalam menjelaskan misi IDF di Suriah, kepada para pasukan.
"Tidak ada musuh di sini (Suriah), dan kami tidak melakukan operasi atau misi yang berarti. Seluruh situasi terasa sia-sia," urai dia.
Ia juga menekankan, kehadiran Israel di Suriah, yang ditandai seringnya pergerakan tank, bisa saja memprovokasi kelompok bersenjata untuk menyerang IDF.
Dalam konteks yang sama, Yedioth Ahronoth mencatat dua insiden terkini di mana pasukan Israel menembaki pengunjuk rasa Suriah yang berdemonstrasi menentang pendudukan Zionis di tanah mereka.
Surat kabar itu memperingatkan, peristiwa semacam itu "mungkin bukan yang terakhir."
Laporan itu juga merinci upaya IDF untuk mengumpulkan sejumlah besar senjata di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, mulai dari tank lama era Soviet hingga rudal anti-tank, mortir, dan amunisi modern.
Baca juga: Rudal Houthi Ubah Pemukiman Israel Jadi Kompleks Zombie, Sirene Meraung Keras saat Tengah Malam
Pasukan Israel Siap Tinggal Lebih Lama
Sebelumnya, militer Israel mengungkapkan kesiapan mereka untuk tinggal lebih lama di Suriah.
Menurut Walla, "Meskipun ada tekanan dari partai-partai Eropa terhadap Israel, pejabat di Tel Aviv telah memerintahkan IDF untuk bersiap tinggal lebih lama di wilayah Suriah."
Laporan itu juga mencatat, tidak ada badan intelijen yang meramalkan keruntuhan cepat tentara bekas rezim Suriah.
Sebagai hasilnya, militer Israel sekarang membangun kehadiran yang lebih signifikan di wilayah tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sendiri telah memastikan pasukannya akan tetap berada di zona penyangga perbatasan Suriah yang direbut setelah runtuhnya rezim Bashar al-Assad, tepatnya di puncak Gunung Hermon.
AP melaporkan, Netanyahu berkunjung ke puncak Gunung Hermon pada Selasa (17/12/2024).
Hal ini menjadikannya seorang pemimpin Israel yang masih menjabat, yang telah menginjakkan kaki sejauh itu ke Suriah.
Netanyahu mengatakan ia pernah berada di puncak gunung yang sama 53 tahun lalu, sebagai seorang tentara.
Ia menyebut kedatangannya ke puncak Gunung Hermon, penting bagi keamanan Israel saat ini.
Baca juga: Putin Prediksi Israel Akan Memperkuat Diri di Suriah: Mereka Untung Besar
Di kesempatan itu, Netanyahu menegaskan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan tetap berada di puncak Gunung Hermon, sampai kesepakatan yang menjamin keselamatan Israel, bisa dibuat.
"Kami akan tetap tinggal, sampai ditemukan kesepakatan lain yang menjamin keamanan Israel," kata Netanyahu dalam kunjungannya ke puncak Gunung Hermon bersama Menteri Pertahanan, Israel Katz, Selasa.
Katz, di kesempatan yang sama, memerintahkan militer Israel untuk segera memposisikan diri di puncak Gunung Hermon.
Ia juga meminta militer Israel untuk segera membangun benteng pertahanan, guna mengantisipasi kemungkinan tinggal dalam waktu lama di tempat tersebut.
"Puncak Hermon adalah mata negara Israel untuk mengidentifikasi musuh-musuh kami yang berada di dekat maupun jauh," ujar Katz.
Seorang pejabat militer Israel, yang berbicara dengan syarat anonim sesuai peraturan, mengatakan tidak ada rencana untuk mengevakuasi warga Suriah yang tinggal di desa-desa dalam zona penyangga.
Sebagai informasi, zona penyangga antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, dibuat oleh PBB setelah Perang Timur Tengah tahun 1973.
Pasukan PBB yang terdiri dari sekitar 1.100 tentara, telah berpatroli di daerah tersebut sejak saat itu.
Terkait keberadaan pasukan Israel di zona penyangga, PBB menyebut tindakan itu telah melanggar kesepakatan tahun 1974 yang membentuk zona tersebut.
Kesepakatan itu "harus dihormati, dan pendudukan adalah pendudukan, entah itu berlangsung seminggu, sebulan, atau setahun, itu tetap pendudukan," komentar Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric.
Belum ada komentar langsung dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak yang memimpin penggulingan Assad, atau dari negara-negara Arab.
Meski demikian, sehari sebelumnya, Pemimpin HTS, Mohammed al-Julani atau Ahmed al-Sharaa, telah meminta Israel untuk menghentikan serangan udara dan menarik diri dari wilayah Suriah yang diduduki.
"Pembenaran Israel (menduduki Suriah) adalah karena Hizbullah dan milisi Iran. Pembenaran itu sudah tidak ada lagi," kata al-Julani dalam wawancara eksklusif dengan The Times, Senin (16/12/2024).
Permintaan itu disampaikan al-Julani yang menegaskan pihaknya tak ingin berkonflik dengan pihak manapun.
Ia juga menekankan, tak akan membiarkan Suriah menjadi landasan serangan terhadap Israel ataupun negara manapun.
"Kami tidak akan membiarkan Suriah digunakan sebagai landasaran peluncuran serangan."
"Rakyat Suriah butuh istirahat, dan serangan harus dihentikan. Israel harus mundur ke posisi sebelumnya," tegas dia.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.