Afrika Tahun 2025: Pemilu Penting dan Segudang Masalah Ekonomi
Risiko keamanan dan ketidakstabilan mengancam negara-negara demokrasi baru di Afrika. Yang diperlukan adalah tata kelola yang lebih…
Untuk benua Afrika, tahun 2025 adalah tahun pemilu yang penting. Tapi yang lebih penting lagi, menjamin pertumbuhan ekonomi dan keluar dari krisis ekonomi.
Di Mozambik, misalnya, para pengamat politik khawatir bahwa protes terhadap partai Frelimo yang berkuasa di negara itu – yang dituduh melakukan kecurangan dalam pemilihan presiden bulan Oktober lalu – akan terus berlanjut.
Pendukung pemimpin oposisi populer Venancio Mondlane mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan menyerukan pembicaraan dengan Frelimo, yang telah memerintah Mozambik sejak kemerdekaannya dari Portugal pada tahun 1975.
"Kurangnya norma demokrasi dan masalah pemilu yang tidak jelas akan tetap memprihatinkan," kata Serwah Prempeh, peneliti senior di program ekonomi dan masyarakat di Africa Policy Research Institute, APRI.
Tunisia dan Mauritania telah mengambil langkah menuju demokratisasi. Namun pemilu di kedua negara tersebut diwarnai dengan ketidakberesan. Ketegangan di Tunisia meningkat pada bulan September setelah komisi pemilu, dengan alasan adanya penyimpangan, menolak keputusan pengadilan untuk mengembalikan tiga kandidat pada pemilu bulan Oktober.
Setidaknya tiga orang tewas di Mauritania bulan Juli lalu dalam bentrokan mematikan antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa yang melakukan aksi perotes menentang terpilihnya kembali Presiden Mohamed Ould Ghazouani. Saingan utamanya, aktivis penentang perbudakan Biram Dah Abeid, menolak hasil pemilu dan mengatakan hasil tersebut dipalsukan.
"Insiden semacam ini akan terus berlanjut pada tahun 2025 jika negara-negara di Afrika tidak memperkuat institusi mereka untuk meningkatkan integritas dan kualitas pemilu, transparansi, dan sistem multipartai," kata Prempeh.
Perlu penguatan institusi demokrasi di Afrika
"Ada juga banyak pemilu lain pada tahun 2024 dan transisi damai dari partai dominan ke pemerintahan multipartai, misalnya di Afrika Selatan atau Botswana – di mana partai-partai oposisi memperoleh kekuatan," kata analis Afrika Selatan Daniel Silke kepada DW. Silke berharap tren ini akan terus berlanjut pada 2025.
Pertaruhannya besar di Afrika Selatan, negara industri terbesar di benua ini, menyusul terbentuknya koalisi antara oposisi Aliansi Demokratik (DA) dan Kongres Nasional Afrika yang berkuasa setelah ANC kehilangan mayoritas yang mereka nikmati sejak pemilu pertama pasca-apartheid pada tahun 1994.
Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian adalah agenda penting untuk pemerintahan koalisi pada 2025. Upaya reformasi pemerintah baru telah sedikit meningkatkan prospek pertumbuhan, dengan perkiraan untuk tahun 2025 berkisar dari 1,5% (Dana Moneter Internasional) hingga 2,6% (Economist Intelligence Unit) .
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa bermaksud menggunakan kepemimpinan negaranya di G20, yang dimulai pada tanggal 1 Desember 2024, tidak hanya untuk mewakili kepentingan nasional namun juga untuk memposisikan Afrika Selatan sebagai corong bagi seluruh Afrika dan bagi negara-negara Selatan.
Salah satu platform untuk mencapai kesepakatan adalah KTT G20 yang direncanakan pada November 2025 di Johannesburg, yang diharapkan dihadiri oleh para kepala negara dari 19 negara anggota, serta perwakilan Uni Eropa dan Uni Afrika.
Ketidakstabilan makin meningkat
Krisis regional akan menghambat pembangunan. Perang dan konflik bersenjata, serta kondisi cuaca ekstrem, telah menyebabkan jutaan orang meninggalkan rumah mereka.
Menurut laporan Internal Displacement Monitoring Center (IDMC), sekitar 35 juta warga Afrika hidup sebagai pengungsi dan orang terlantar di negara asal mereka pada akhir tahun 2024.
Sekitar 32,5 juta orang melarikan diri dari kekerasan dan konflik bersenjata. IDMC menemukan bahwa sekitar 80% pengungsi internal di Afrika terkonsentrasi hanya di lima negara: Sudan, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Nigeria dan Somalia.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Jika pemerintah dan mitra mereka tidak bisa meredam konflik dan kekerasan, jumlah pengungsi akan terus meningkat, demikian temuan laporan tersebut.
Di Kamerun, Paul Biya yang berusia 91 tahun telah memerintah selama 41 tahun, dan akan kembali mencalonkan diri pada tahun 2025. "Ini merupakan tanda-tanda kerapuhan," kata Prempeh.
Dan tren ini tidak hanya terjadi di Kamerun, katanya: "Politisi terkemuka di negara-negara seperti Uganda dan Rwanda juga telah memperpanjang masa jabatan mereka, sementara ruang sipil semakin menyusut."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.